Dr. Ahmad Mujahid,MA
Dalam al-Quran, kalimat bersama dengan Allah ditunjuk oleh kata مع yang diikuti oleh nama Allah Swt. dan atau diikuti oleh isim dhamir (kata ganti) yang menunjuk kepada Allah Swt Dari sekian banyak ayat yang menunjuk makna bersama dengan Allah tidak selamanya menunjuk makna yang positif. Ada ayat al-Quran yang menggunakan istilah bersama dengan Allah, namun menunjuk makna ancaman. Di antara ayat dimaksud adalah QS. an-Nisa’/ 4: 108:
يَّسْتَخْفُوْنَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ اللّٰهِ وَهُوَ مَعَهُمْ اِذْ يُبَيِّتُوْنَ مَا لَا يَرْضٰى مِنَ الْقَوْلِ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِمَا يَعْمَلُوْنَ مُحِيْطًا
Artinya: Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhoi. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.( QS. an-Nisa’/ 4: 108)
Kandungan ayat di atas menginformasikan keadaan sekelompok orang munafik melakukan gerakan menyembunyikan diri dari manusia, (khususnya kepada kelompok orang yang beriman). Dengan demikian, kedudukan mereka tidak diketahui oleh manusia dan atau kaam mukmin. Mereka dianggap sebagai sahabat, padahal mereka adalah musuh sejati. Ketika mereka melakukan makar dan perencanaan jahat terhadap kelompok orang yang beriman, orang mukmin tidak mengetahuinya. Namun, gerakan mereka yang demikian, tidak dapat tersembunyi dari Allah Swt. Allah bersama mereka ketika ketika pada malam hari mereka menetapkan makar jahat sebagai keputusan rahasia yang tidak diridai Allah. Allah Maha Meliputi apa yang mereka kerjakan.
Di antara hikmah kehidupan yang dapat diambil dari kandungan ayat 108 surah keempat di atas, adalah:
Bahwa ciri spiritual negatif yang melekat pada diri kelompok sosial munafik adalah mereka tidak merasakan dan menyadari kebersamaan dengan Allah Swt. Mereka tidak menyadari bahwa Allah mengawasi segala bentuk gerak-gerik mereka, baik yang berbentuk lahir maupun berbentuk batin. Mereka tidak memakrifati bahwa Allah sungguh meliputi mereka dan perbuatan mereka secara menyeluruh, tanpa kelalaian sedikit pun. Tidak ada yang Allah tidak Mengetahui tentang mereka. Tidak ada sedikit pun yang tersembunyi dari Allah Swt. Ketiadaan kesadaran akan pengawasan ilahi, akibatnya mereka merasa nyaman dan menikmati perbuatan-perbuatan jahat, yang tidak diridhai Allah Swt. yang mereka lakukan.
Keadaan spiritual negatif yang demikian, tidak ditemukan dalam kedirian dan kepribadian kelompok orang-orang yang beriman, jika keimanan mereka benar, sempurna dan tidak dicampuri dan dikotori oleh kemunafikan, kedhaliman, kekafiran, kesyirikan dan atau kefasikan. Kelompok orang mukmin yang demikian, sungguh telah meraih kwalitas spiritual ihsan, yakni senantiasa merasakan kebersamaan mereka dengan Allah Swt. (Ma’allah). Mukmin yang muhsin senantiasa merasakan pengawasan ilahi. Mereka sadar bahwa Allah Maha Meliput segala sesuatu. Tidak sesuatu pun yang tersembunyi dari Allah. Tidak ada sesuatu pun terbebas dari Allah. Tidak mungkin ada sesuatu yang mampu dan dapat berlari melepaskan diri dari Allah.
Dengan kesadaran ma’allah (kebersamaan dengan Allah Swt.) yang demikian, mereka sangat berhati-hati dalam setiap gerak dan diam yang mereka lakukan. Mukmin yang muhsin senatiasa bersifat wara dalam berkata dan berbuat, dalam santai dan kesibukan. Pengawasan Allah Swt. sungguh telah melekat secara kuat dalam kalbu-kalbu orang mukmin yang muhsin. Demikian inilah makna kebersamaan dengan Allah (ma’allah) yang positif dan dipenuhi keindahan, terbebas dari ancaman, celaan dan kemurkaan. Berbanding terbalik (kontra produktif) dengan kebersamaan Allah (ma’allah) dengan kelompok orang-orang munafik. Ma’allah mereka bersifat negatif, dipenuhi ancamaan, celaan dan kemurkaan ilahi.
Sebagai closing statement tulisan ini, penulis ini bertanya kepada diri penulis dan mengajak pendaras tulisan ini, juga bertanya kepada diri masing-masing. Apakah saya dan anda atau kita bersama Allah atau ma’allah dalam makna positif? Ataukah dalam makna negatif? Apakah kebersamaan kita dengan Allah (ma’allah) dalam ancaman dan atau celaan? Ataukah ma’allah (kebersamaan dengan Allah) dalam pujian dan kemuliaan? Renungkanlah sedalam-dalamnya dengan ketercerahan intelektual-spiritualmu wahai mujahid, wahai sahabat pendaras tulisan ini. Wassalam. Wa Allah A’lam.
gambar : https://parstoday.ir/id
Tentang Penulis : Doktor di Bidang Al-Qur'an dan Tafsir Al-Qur'an. Dosen di Unhas Makassar dan UIN Alauddin Makassar
0 Komentar