Judul : Yusuf dan Zulaikha, Sebuah Novel Alegoris
Penerbit : Lentera
Hal. : 301 hal
Tahun terbit : 2007, cet. 5
Tidak salah kiranya kalau roman ini hanya bisa disetarakan atau diperbandingkan dengan roman Layla dan Majnun karya Nizami. Pertama ada kesamaan dari segi ketinggian sastra dan makna-makna simboliknya, bergenre alegoris. Kedua dari segi tema yang diusungnya, hakekat cinta. Semua pembaca, dengan tingkatan pemahaman yang beragam, dapat menafsirkan kedua roman tersebut, apakah sekedar cinta lahiriah atau cinta maknawiyah antara pecinta sejati dengan Yang Maha Cinta.
Yang mengherankan, mengapa roman sehebat ini tidak sepopuler roman Layla dan Majenun, padahal roman Yusuf dan Zulaikha ini memiliki landasan historis dan wahyu yang begitu nyata?
Yang mengherankan, mengapa roman sehebat ini tidak sepopuler roman Layla dan Majenun, padahal roman Yusuf dan Zulaikha ini memiliki landasan historis dan wahyu yang begitu nyata?
Membaca novel alegoris ini, Yusuf dan Zulaikha, serasa meleijitkan pemahaman bahkan pengalaman kita tentang makna, muatan dan tujuan cinta yang sejati.
Memaknai cinta Yusuf dan Zulaikha tentu memiliki tempat tersendiri, terutama bagi penganut agama-agama ibrahimik, betapa tidak kisah ini diabadikan dalam kitab suci, termasuk dalam Alquran, bahkan diberi porsi tersendiri sebagai nama sebuah surah, Surah Yusuf. Dan Allah sendiri mengatakan bahwa sejarah mereka berdua adalah kisah paling indah.
Perjalanan cinta keduanya bisa bermakna lahiriah sekaligus batiniah. Disinilah letak kelebihan novel alegoris ini yang mencoba menghadirkan perjalanan cinta yang lebih bermakna multitafsir, dengan sentuhan kata dan kalimat yang sangat puitis tapi tetap bermakna pun tidak membosankan. Setelah membaca novel ini, rasa-rasanya kita digiring membaca sekaligus beberapa pujangga besar, Rumi, Saadi dan Khalil Gibran, pada diri penulis roman alegoris ini.
Plot cerita perjalanan cinta yang tiada duanya. Cinta Zulaikha yang penuh sembilu akhirnya terbalas, namun sungguh untuk sampai ke titik itu, begitu banyak tebing terjal nan licin, jurang yang dalam, sungai penghalang yang luas, bahkan gunung menjulang pun menjadi pembatasnya.
Cinta yang nyaris membunuh Zulaikha, menggilakannya karena hanya ada Yusuf dalam detik fikir dan langkahnya.
Alkisah, Zulaikha adalah putri tersayang seorang raja yang hampir-hampir tidak melihat lelaki lain selain ayahnya. Kecantikannya tiada tara dan tiada duanya. Semua dimilikinya, harta, kekuasaan dan tentu pesonanya. Awalnya, ia mengenal seseorang yang begitu paripurna paras dan perangainya yang tidak mampu berkata dan berperilaku buruk, ia belum tahu namanya saat itu, dalam mimpi-mimpinya yang datang berulang-ulang. Yang ia tahu sosok itu adalah Wazir ternama Kerajaan Mesir. Dialah cinta sejatinya.
Itulah yang membuatnya menolak begitu banyak pinangan dari para bangsawa dan raja yang sangat tertarik padanya, mulai dari Suriah hingga Yunani. Dalam hatinya ia hanya mendamba seorang yang dinantinya, Wazir Mesir itu. Itulah yang senantiasa terngiang bukan hanya di telinganya tapi juga di hatinya bahkan di seluruh tubuhnya, yang membuatnya sakit hingga mengkhawatirkan sang ayah tercinta, raja yang berkuasa lagi kaya raya.
Maka diutuslah kepercayaan raja ke Wazir Mesir mengenai maksud mulia Zulaikha kepada sang Wazir. Gayung bersambut, Sang Wazir pun sangat tersanjung dan berbahagia. Akhirnya keduanya menjadi suami istri, yang mana Zulaikha sendiri kaget bukan kepalang ternyata wazir yang di hadapannya bukanlah seperti yang selalu hadir dalam mimpi-mimpinya. Cintanya pun serasa mengambang. Permainan apa ini. Namun cintanya tak pernah berhenti berkobar bukan kepada sang Wazir yang kini jadi suaminya, tapi kepada Wazir sejati yang selalu didambanya.
Serta merta Yusuf pun hadir di tengah keluarga mereka, setelah dibelinya dengan setumpuk emas hingga hampir mengosongkan pundi kekayaan mereka. Tapi karena permintaan Zulaikha, suaminya pun merelakan. Bahkan sang raja pun yang terpesona dengan Yusuf kalah bersaing dengan keluarga Zulaikha dalam mendapatkannya. Karena Zulaikah begitu yakin dan mendesak bergelora, inilah sesungguhnya manusia yang didambanya lewat mimpi-mimpinya itu.
Di sinilah cinta Zulaikha makin menjadi-jadi tapi sangat menyiksanya, seakan tubuh dan jiwanya luruh tak berbentuk ketika memandang Yusuf, yang dianggapnya mudah diperdaya karena hampir semua syarat dipunyainya. Zulaikha makin gila cintanya, karena Yusuf tidak membalasnya, bahkan mengacuhkannya dengan sangat dingin. Betapa tidak, pikir Zulaikha, “Yusuf itu budakku, aku membelinya dengan sangat mahal, mestinya dia menuruti segenap permintaanku. Tapi apa yang terjadi, akulah yang menjadi budak cintanya. Aku tidak berdaya”. Taman-taman yang indah, budak yang banyak, istana megah, semuanya tidak lagi menarik hatinya. Dalam pikirnya hanya ada satu dan terus berulang-ulang menghantui, Yusuf.
Bahkan cemburu butanya terus membuncah, kepada jubah yang dikenakan Yusuf, ia pun menuduh, “mengapa bukan aku yang menjadi pembalut tubuhnya”, kepada tembok yang disandari Yusuf pun ia juga berseru, “kenapa bukan aku yang jadi sandarannya”, kepada pasir yang dilalui Yusuf pun ia mengumpat, “kenapa bukan aku saja yang diinjak oleh Yusuf”. Sungguh cinta yang mencutikan nalar.
Segala cara dan jebakan digunakan untuk memperdaya Yusuf agar jatuh ke pelukan Zulaikha. Namun seperti yang sudah-sudah, semua sia-sia belaka. Yusuf selalu berlindung pada Tuhan, sesembahan satu-satunya yang paling patut dicinta.
Akhirnya Yusuf pun dipenjara karna muslihat Zulaikha, sang pecinta yang sudah kehilangan jurus penjebak. Akankah ini menyurutkan cinta Zulaikha, tidak. Cinta Zulaikha tetap membara. Di istananya, ia tetap membayangkan Yusuf tak habis-habisnya. Ia membelai dan memeluk rindu pakaian yang pernah dikenakan Yusuf, meminum air dari gelas yang pernah dipakai Yusuf. Apa saja diperbuatnya agar ia seolah-olah bersama Yusuf.
Pada saatnya, sebagaimana yang dijanjikan Tuhan lewat Jibril, Yusuf kembali ke istana berkat kemampuannya menakwilkan mimpi sang raja yang dilanda galau bahkan ia diangkat sebagai wazir baru karena kecakapannya. Di sisi lain kejayaan dan kekayaan Zulaikha makin pudar, termasuk kecantikannya yang tak terlihat lagi, rambutnya sudah mulai memutih, punggungnya pun sudah mulai bungkuk bahkan matanya sudah mulai buta. Tapi apakah kondisi ini menyurutkan kobaran api cintanya pada Yusuf, sekali lagi tidak. Bahkan kian bertambah-tambah setelah mengetahui kini Yusuf telah menjadi Wazir dan namanya menjadi buah bibir di seluruh negeri. Ia makin cemburu, ketika nama yang dianggap kekasihnya itu selau disebut-sebut.
Zulaikha akhirnya membangun tenda kecil di pinggir jalan ibukota, hanya sekedar ingin merasakan kehadiran Yusuf ketika ia lewat berkuda, yang itu pun sudah sangat membahagiakan cintanya. Itulah pekerjaannya saban hari untuk menawarkan sedebu cintanya yang terus menyala.
Pada waktu yang tak terduga, pertemuan keduanya terjadi. Cinta Zulaikha yang serasa ribuan tahun dinanti akhirnya terbalas juga. Atas perkenan Tuhan Yang Maha Cinta, melalui doa nabi Yusuf, Zulaikha kembali cantik jelita, tubuhnya semampai kembali, bahkan bisa melihat kembali. Keduanya pun hidup bahagia, dengan bersuanya menjadi satu antara pecinta yang dicinta.
Dalam gumam doanya, Zulaikha bermohon kepada Tuhan, agar boleh kiranya keduanya diwafatkan bersamaan. Karena ia, sebagaimana dulu, tidak akan sanggup hidup sendiri tanpa Yusuf di sisinya. Atau paling tidak, pintanya, lebih baik kiranya kalau ia lebih dahulu menghadap kepada yang Maha Cinta.
Apa hendak dikata, tak seberapa lama kebahagiaan direguk, muncullah kesedihan baru dari sang pencinta, sebagaimana tercantum di hampir penghujung roman ini. “Ketika Yusuf telah menghembuskan nafas terakhir, semua orang di sekitarnya mengeluarkan tangisan berkabung di langit biru. Zulaikha menanyakan bunyi bising apakah itu, dan dikatakan kepadanya bahwa Yusuf telah menukar mahkotanya dengan keranda, mengucapkan selamat berpisah kediaman terbatas di dunia ini, dan membuat istana abadi di balik ruang dan waktu.”
http://rajabmeta.blogspot.com/search/label/Apresiasi%20%26%20Kritik%20Buku
http://rajabmeta.blogspot.com/search/label/Apresiasi%20%26%20Kritik%20Buku
1 Komentar
Dalam penantian yang menyiksa itu, ketika puncak kepasrahan cinta sulaikha mengarah semata kepada Allah, disitulah Yusuf memandang kepadanya, pada tingkat itulah zulaikha tidak perduli lagi jika dia menjadi yang kedua, itulah takdir cinta
BalasHapus