Dudi Noer
Karbala: Titik Api yang Tak Pernah Padam
Dalam padang tandus Karbala, 72 jiwa suci menjelma pelita yang tak pernah padam. Mereka tidak mati. Mereka abadi dalam ingatan bumi dan langit. Mereka adalah ayat-ayat bergerak yang menafsirkan makna sejati dari keadilan, cinta, dan pengorbanan.
Imam Husein, cucu Nabi, bukan sekadar simbol. Ia adalah arus utama gerakan kemanusiaan. Gerakannya bukan tentang kekuasaan, melainkan tentang menegakkan nilai, membongkar kedok kebatilan, dan menyelamatkan ruh agama dari distorsi penguasa.
Apa yang membuat Karbala tetap hidup? Karena Karbala adalah hati dari gerakan semua zaman. Ia bukan nostalgia. Ia adalah mainstream revolusi yang memancar ke masa kini dan menyala hingga akhir zaman. Di bawah langit yang menghitam, suara Imam Husein membelah waktu:
"Aku tidak bangkit karena ambisi kekuasaan atau kesombongan. Aku bangkit untuk membenahi umat kakekku dan menegakkan amar makruf nahi munkar."
Dalam satu kalimat itu, terdapat falsafah gerakan yang melintasi zaman. Bukan semangat sektarian, tapi universalitas perjuangan manusia melawan tirani. Karbala adalah nadi umat tertindas, dari Palestina hingga Kashmir, dari Yaman hingga setiap negeri di mana suara keadilan dicekik oleh senjata.
Kesaksian Darah: 72 Cahaya dalam Senyap
Tak ada medan juang seagung Karbala karena tidak ada pasukan sekecil itu yang mencatat sejarah sebesar itu. 72 orang melawan ribuan. Mereka tahu akan gugur, tapi tetap maju. Ini bukan perang, ini adalah teater kosmik keimanan, tempat manusia menandatangani perjanjian abadi dengan langit.
Ali Akbar, pemuda gagah yang mirip Rasulullah, roboh dengan dada tertembus tombak. Qasim bin Hasan, remaja polos, tersenyum saat darahnya membasahi pasir. Habib bin Mazahir, tua renta sahabat Imam Ali, memanggul pedang dengan semangat pemuda. Bahkan bayi enam bulan, Ali Asghar, menjadi syahid di pelukan ayahnya.
"Wahai Tuhan, terimalah dari kami persembahan kecil ini." (Doa Imam Husein saat mengangkat tubuh Ali Asghar)
Duka ini bukan sekadar tangis. Ia adalah kristalisasi cinta dan keteguhan. Setiap darah yang mengalir menjadi benih perlawanan, setiap tubuh yang roboh menjadi menara yang membimbing para pejuang.
Ketika Zainab berdiri di istana Yazid, tubuhnya mungkin lemah, tapi kata-katanya memancarkan nyala Karbala:
"Wahai Yazid! Kau sangka kemenangan ini milikmu? Demi Allah, kau tidak akan pernah menghapus nama kami dari sejarah!"
Zainab adalah suara abadi yang membawa Karbala ke Kufah, Damaskus, hingga hari ini ke Gaza, Rafah, dan Khan Younis.
Karbala Sebagai Jalan Filsafat Keberanian
Karbala adalah filsafat tindakan, bukan filsafat teori. Ia melampaui diskusi dan berubah menjadi keputusan. Dalam Karbala, waktu tidak berjalan seperti biasa. Hari-hari menjadi abadi karena tiap detik diisi oleh makna.
Imam Husein mengajarkan bahwa hidup tanpa martabat adalah kematian, dan kematian dalam kemuliaan adalah kehidupan yang sejati.
"Kematian dalam kehormatan lebih baik daripada hidup dalam kehinaan."
Di sinilah Karbala menjadi jalan spiritual sekaligus eksistensial. Ia mengajarkan bahwa manusia bukan hanya tubuh yang harus diselamatkan, tetapi jiwa yang harus dijaga. Ketika segala bentuk materi dirampas, manusia masih bisa memilih untuk tegak — dan dari pilihan itulah lahir kemuliaan.
Husein tidak menunggu keajaiban. Ia menciptakan keajaiban. Bukan dengan mukjizat gaib, tetapi dengan keputusan moral yang tegas. Di hadapan dunia yang memalingkan wajah, Imam Husein menjadi filsuf yang berperang dengan pedang dan air mata, bukan logika kering.
Karbala bukan sekadar sejarah Syiah. Ia adalah dialektika nurani umat manusia.
Karbala dan Gerakan Akhir Zaman
Pertanyaannya: apakah Karbala telah selesai?
Tidak. Karbala belum selesai, karena Yazid belum hilang. Ia masih berwujud dalam pemimpin zalim, dalam bom yang menimpa anak-anak, dalam pencurian kebenaran atas nama diplomasi, dalam agama yang dipelintir untuk melayani kekuasaan.
Karbala terus berulang, dan ia akan terus menjadi arus utama (mainstream) perlawanan global, terutama menjelang akhir zaman. Setiap bangsa yang berdiri melawan penjajahan, mereka sedang memanggul semangat Karbala.
Dan dalam eskatologi Islam, Imam Mahdi a.s. kelak akan meneruskan misi Husein. Ia bukan hanya juru selamat, tetapi pelanjut revolusi Karbala. Karbala adalah titik mula gerakan akhir zaman — gerakan melawan globalisasi tirani dan kapitalisme kematian yang berwajah diplomasi.
Setiap air mata untuk Husein adalah doa untuk kemenangan. Setiap majlis azadari bukan pelipur lara, tetapi sekolah keberanian.
"Setiap hari adalah Asyura, setiap tanah adalah Karbala." (Imam Ruhullah Khomeini)
Dan Gaza hari ini, adalah Karbala yang diperpanjang. Palestina adalah miniatur duka Zainab. Anak-anak yang kehilangan ayah, perempuan yang memanggul anak-anaknya yang tak bernyawa, adalah penutur baru kisah Karbala.
Di hari akhir nanti, umat akan dibangkitkan dalam barisan. Dan siapa yang memilih barisan Karbala, mereka akan berdiri bersama yang benar.
Karbala bukan hanya milik masa lalu. Ia adalah manifes spiritual-politik yang akan terus hidup di dalam darah para pemberani. Dalam dunia yang semakin gelap, Karbala menjadi cahaya terakhir — yang memanggil setiap hati untuk tidak tunduk, tidak diam, dan tidak takut.
Husein telah mempersembahkan 72 jiwa untuk menjadikan agama tetap hidup. Maka apakah kita hari ini akan menjual nurani demi rasa aman?
Mari jadikan Karbala bukan sekadar cerita, tetapi sikap dan jalan hidup.
gambar : https://islam4u-pro.translate.goog/, https://www.craiyon.com/
Biodata Penulis:
2. Tempat & Tgl. Lahir : Sorowako, 01.02.1969
3. Riwayat Singkat Pendidikan :
* Pendidikam terakhir. Magister Managemen (S2) Unhas. 2007
4. Pengalaman Kerja :
* Manager CV. Pontada Transport. 2000
* Direktur Utama PT. Pontada Indonesia 1992 - Sekarang
* Staf Proyek Pengembangan Masyarakat Agrobisnis (PPMA). 1988. Maros
5. Pengalaman Organisasi :
* Bendahara Umum HMI 1992-1993
* Ketua Bidang Kekaryaan HMI MPO 1992-1993
* Ketua Bidang Kader 1993-1994 HMI MPO Cab. Makassar
* Ketua Bidang intelektual & Budaya 1994-1995 HMI MPO
* Ketua Umum HMI MPO Cabang Makassar 1996-1997
Pengalaman Politik
* Partai Umat Islam 1997
* Partai Demokrat 2004
* Partai Golongan Karya (Golkar). 2022
7. Pengalaman Ormas :
* Lembaga Adat To Taipa
* Lembaga Adat kemokolean Nuha
8. Karya : Penulis Buku
* Ziarah Cinta. Puisi
* Editor buku : Manusia Sempurna, Ibnu Arabi. Penulis Syamsunar Phd.
0 Komentar