Ustadz Mohammad Adlany, Ph.D
Pernyataan "semua agama benar menurut penganutnya
masing-masing" mengandung sejumlah masalah epistemologis, terutama terkait
dengan kebenaran, relativisme, dan klaim pengetahuan.
1. Relativisme Kebenaran
Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa kebenaran bersifat
relatif: yaitu tergantung pada keyakinan individu atau komunitas.
Masalah epistemologisnya:
Jika semua klaim kebenaran setara nilainya hanya karena
diyakini oleh seseorang, maka standar objektif kebenaran runtuh.
Menjadi mustahil untuk menguji atau mengkritisi keyakinan
yang saling bertentangan. Padahal, banyak agama memiliki klaim metafisis yang
saling eksklusif, misalnya:
Islam menyatakan bahwa Muhammad adalah nabi terakhir, sedangkan
Kristen tidak mengakui kenabiannya.
Hindu memiliki pandangan politeistik dan reinkarnasi,
sedangkan Islam bersifat monoteistik dan menolak reinkarnasi.
Jika semua itu dianggap "benar bagi masing-masing
penganutnya", maka tidak ada cara untuk menilai mana yang benar secara
rasional.
2. Masalah Konsistensi Logis
Klaim-klaim agama yang kontradiktif secara logis tidak bisa semuanya benar dalam waktu yang sama menurut prinsip non-kontradiksi (A tidak bisa sama dengan non-A).
Masalah epistemologisnya:
Jika satu agama mengatakan bahwa Tuhan adalah satu,
personal, dan transenden, dan agama lain mengatakan Tuhan adalah impersonal dan
imanen dalam semua hal (panteisme), maka kedua klaim itu tidak bisa benar
bersamaan secara logis.
Jadi, mengatakan semua agama benar sama dengan melanggar
prinsip dasar logika.
3. Reduksi Kebenaran ke Kepercayaan
Pernyataan tersebut menyamakan "percaya bahwa sesuatu
benar" dengan "sesuatu itu memang benar".
Masalah epistemologisnya:
Ini mengabaikan perbedaan antara keyakinan subjektif dan
kebenaran objektif.
Epistemologi justru berupaya mencari alasan atau bukti yang
membuat suatu keyakinan layak disebut sebagai pengetahuan (justified true
belief).
Jika semua klaim dianggap benar hanya karena dipercayai,
maka epistemologi tidak lagi memiliki fungsi.
4. Masalah Verifikasi dan Falsifikasi
Epistemologi juga berkaitan dengan cara memverifikasi atau
membuktikan salah suatu klaim.
Masalah epistemologisnya:
Jika semua agama dianggap benar menurut penganutnya, maka
klaim keagamaan tidak dapat diverifikasi atau difalsifikasi secara rasional
atau empiris.
Ini menimbulkan kesulitan bagi epistemologi sebagai disiplin
evaluatif, karena tidak bisa menentukan mana klaim yang lebih layak dipercaya.
5. Konsekuensi Etis dan Praktis
Jika semua agama dianggap benar hanya karena diyakini, maka:
Tidak ada dasar untuk menilai ajaran agama yang menindas,
tidak adil, atau bertentangan dengan hak asasi manusia.
Klaim kebenaran agama menjadi imun terhadap kritik rasional
dan moral.
Kesimpulan:
Pernyataan "semua agama benar menurut penganutnya
masing-masing" menghadapi masalah epistemologis serius karena:
§ Merelatifkan kebenaran.
§ Mengabaikan kontradiksi logis.
§ Meniadakan perbedaan antara kepercayaan
dan kebenaran.
§ Membuat klaim keagamaan tidak dapat
diuji.
§ Mengaburkan batas antara toleransi dan
nihilisme epistemologis.
Jika kita ingin menyatakan sesuatu yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara epistemologis,kita bisa menggunakan pendekatan seperti :
"Setiap agama memiliki klaim kebenaran internal yang dianggap benar oleh penganutnya, namun secara epistemologis, klaim-klaim ini tetap terbuka untuk pengujian dan perbandingan rasional."
0 Komentar