Prof.Dr.Khusnul Yaqin,M.Sc.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, optimis adalah orang yang selalu berpengharapan baik dalam menghadapi segala hal—orang yang percaya diri dan yakin akan keberhasilan. Sebaliknya, pesimis didefinisikan sebagai orang yang tidak mempunyai harapan baik dan selalu menganggap buruk segala sesuatu. Dua kutub ini bukan sekadar sikap mental, melainkan penentu jalan hidup manusia—apakah ia akan menjelma menjadi pejalan cahaya yang mengurai makna dalam setiap liku takdir, atau terperangkap dalam labirin keraguan yang memandulkan akalnya sendiri.
Dalam hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, Allah SWT berfirman:
"أنا عند ظن عبدي بي، فليظن بي ما شاء"
"Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadap-Ku. Maka hendaklah ia berprasangka kepada-Ku menurut kehendaknya."
Hadis ini menyingkap dimensi ilahiah dari optimisme—bahwa harapan baik bukan hanya berpijak pada kalkulasi kemungkinan, tetapi merupakan cermin tauhid dalam bentuk paling eksistensial. Seorang hamba yang berprasangka baik pada Tuhannya, sejatinya sedang meletakkan jiwanya dalam pusaran rahmat, dan dengan itu pula Allah menyambutnya sesuai prasangkanya.
Optimisme dalam Islam bukanlah sekadar rasa yakin buta atau harapan kosong. Ia bersumber dari ta'akul—penggunaan akal secara aktif. Orang yang optimis mampu menafsir fenomena secara kreatif dan spiritual; ia memandang kesulitan sebagai peluang metamorfosis batin. Bahkan ketika tertimpa kemalangan, akalnya tidak tumpul. Ia mencari celah rahmat di balik musibah, dan dengan itu ia menemukan jalan lempang menuju ketenangan. Optimisme adalah buah dari kekuatan berpikir yang bertaut erat dengan keyakinan terhadap keadilan dan rahmat Ilahi.
Dari sini, tampak bahwa optimisme bukan hanya preferensi psikologis, melainkan kewajiban spiritual dan bentuk keimanan. Ia adalah jalan filsafat yang melibatkan seluruh perangkat manusia: akal, jiwa, dan keyakinan
Sebaliknya, pesimisme bukan hanya bentuk kegagalan untuk berharap, tapi juga bentuk penyumbatan potensi akal. Walaupun seseorang memiliki kapasitas berpikir yang tinggi, pesimisme menutup akses terhadap daya kreatif ruhani. Akal menjadi tumpul bukan karena kekurangan logika, tetapi karena tidak memiliki nyala harapan. Maka tak heran jika dalam Al-Qur’an, Allah mengecam putus asa secara tegas:
"وَلَا تَيْأَسُوا مِن رَّوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ"
"Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir." (QS Yusuf: 87)
Dari sini, tampak bahwa optimisme bukan hanya preferensi psikologis, melainkan kewajiban spiritual dan bentuk keimanan. Ia adalah jalan filsafat yang melibatkan seluruh perangkat manusia: akal, jiwa, dan keyakinan. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian dan krisis, hanya mereka yang optimis—yang berpikir dalam terang harapan—yang mampu membaca rahasia semesta, membalikkan musibah menjadi kemenangan, dan bergerak menuju kebahagiaan yang tidak bergantung pada dunia, melainkan pada makna yang ia rajut bersama Tuhannya.
gambar :https://www.bloombergtechnoz.com/
Tentang Penulis:
Prof. Dr. Ir. Khusnul Yaqin, M.Sc. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin pada Tahun 1992. Pada tahun 2001-2003, penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana (S2) di Department of Marine Ecology, University of Aarhus, Denmark dengan mengambil spesifikasi di bidang Aquatic Ecotoxicology. Selanjutnya pada tahun 2003, penulis mendapatkan beasiswa untuk meneruskan studi S3 dari DAAD dalam Sandwich Scheme “Young Researcher for Marine and Geosciences Studies. Dengan beasiswa itu penulis dapat menimbah khazanah ilmu ekotoksikologi di dua universitas yaitu Institut Pertanian Bogor (Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan) selama dua tahun dan tiga tahun di Techniche Universitaet Berlin (Program Studi Ekotoksikologi), Jerman. Sejak tahun 1992-sekarang, penulis mengabdi sebagai staf pengajar di Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Penulis intensif melakukan penelitian, pengajaran dan penulisan di bidang ekotoksikologi terutama dalam bidang biomarker. Penulis juga secara intensif melakukan pengabdian masyarakat dengan tema transformasi sampah organik maupun non organik menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomi.
0 Komentar