Oleh: Dudi Noer
Palestina bukan sekadar lokasi konflik. Ia adalah cermin nurani umat manusia, yang memantulkan keberpihakan: siapa berdiri bersama yang tertindas, dan siapa diam dalam kenyamanan. Di tengah ledakan bom di Gaza, derita pengungsi di Rafah, dan nyanyian propaganda media global, satu pertanyaan kembali menyeruak: Siapa musuh kita yang sesungguhnya? Dan siapa sahabat sejati umat Islam hari ini?
Jawaban itu sebenarnya sudah lama tertulis di kitab suci umat Islam. Bukan melalui opini, tapi melalui wahyu. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS. Al-Ma’idah: 82)
Musuh dalam ayat ini bukanlah etnis tertentu, tetapi mereka yang secara konsisten memusuhi wahyu, memutarbalikkan ajaran, membunuh nabi-nabi, dan mengkhianati perjanjian-perjanjian suci.
Israel modern adalah pengejawantahan dari watak tersebut—bukan karena keturunan biologisnya, melainkan karena tindakan dan ideologi zionismenya. Sejak 1948, negeri zionis itu berdiri di atas tanah rampasan, darah anak-anak, dan penderitaan puluhan generasi Palestina. Selama lebih dari tujuh dekade, Israel:
• Menghancurkan ribuan rumah dan desa
• Menodai tempat-tempat suci
• Mengabaikan puluhan resolusi PBB
Dan hingga hari ini, mengebom pemukiman sipil dengan impunitas
Namun dalam kabut pengkhianatan itu, masih ada satu negara yang terus berkata dengan tegas: Iran.
Iran: Bukan Retorika, Tapi Perlawanan Nyata
Sejak Revolusi Islam 1979, Iran menjadikan pembebasan Palestina sebagai prinsip dasar revolusinya. Ini bukan slogan. Iran menutup kedutaan Israel di Teheran, menggantinya dengan kedutaan Palestina. Setiap Jumat terakhir Ramadhan, Iran menyelenggarakan Hari Al-Quds Internasional, menyerukan pembebasan Masjidil Aqsha dan penghentian penjajahan zionis.
Iran secara terbuka:
• Memberi pelatihan militer, teknologi roket, dan dana logistik.
• Menanggung puluhan tahun sanksi ekonomi karena komitmennya pada Palestina
Iran tidak hanya berbicara di mimbar, tetapi membayar harga yang mahal demi konsistensinya. Di saat banyak negara Muslim menjalin hubungan dagang dan keamanan dengan Israel, Iran tetap berkata:
“Membela Palestina adalah kewajiban ilahi, bukan strategi diplomasi.” (Ayatullah Ali Khamenei)
Balasan atau Hukuman? Serangan Iran ke Israel
Ketika Israel membom konsulat Iran di Damaskus pada 1 April 2024, menewaskan Jenderal Mohammad Reza Zahedi dari Pasukan Quds, Iran tidak tinggal diam. Beberapa hari kemudian, Iran meluncurkan serangan langsung ke wilayah Israel — untuk pertama kalinya sejak 1979.
Banyak pihak menganggap ini sekadar balasan teknis. Tapi Iran menjelaskan bahwa serangan ini adalah “hukuman” terhadap Israel, yang selama puluhan tahun menumpahkan darah rakyat Palestina, dan selama ini kebal dari pertanggungjawaban internasional.
“Kami tidak akan membiarkan darah syuhada mengering tanpa balasan.”
Serangan ini adalah pesan kepada dunia:
• Bahwa Palestina tidak sendiri.
• Bahwa umat Islam punya wajah yang tegas, konsisten, dan tak berkhianat
Pendukung Israel: Bagian dari Masalah
Siapa pun yang membela Israel — baik secara politik, ekonomi, media, maupun ideologi — telah menjadi bagian dari barisan musuh Islam. Al-Qur’an memperingatkan:
“Barang siapa di antara kamu menjadikan mereka sebagai wali, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.”
(QS. Al-Ma’idah: 51)
• Membiarkan kezaliman berjalan tanpa tantangan.
• Menormalisasi penjajahan dan pembunuhan anak-anak.
• Menjadi bagian dari sistem yang menindas dan menginjak-injak umat yang lemah
Diam terhadap Israel hari ini bukan netralitas, tapi pengkhianatan terhadap kemanusiaan dan keadilan. Lebih menyedihkan, pengkhianatan ini justru dilakukan oleh sebagian penguasa Muslim.
Penutup: Siapa Sahabat Kita, dan Siapa Musuh Sebenarnya?
Bahwa sahabat sejati adalah yang berani berdiri, bukan sekadar bersedih
Bahwa umat ini butuh wajah Islam yang jujur, tegas, dan tidak tunduk pada kekuatan zionisme
Bahwa selama Iran dan poros perlawanan masih berdiri, harapan itu belum mati. Musuh kita adalah yang menindas dan membela penindas. Sahabat kita adalah yang bersedia membayar harga untuk membela yang lemah.
Seperti firman Allah:
“Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan membela orang-orang yang tertindas...”(QS. An-Nisa: 75)
Dunia Islam tidak butuh banyak negara. Ia hanya butuh beberapa yang tidak berkhianat. Iran telah membuktikan itu. Kini giliran umat untuk memilih: diam bersama penindas, atau berdiri bersama muqawwamah.
gambar : https://web.telegram.org/k/#@salutecommander, https://espanol.almayadeen.net/
Biodata Penulis:
2. Tempat & Tgl. Lahir : Sorowako, 01.02.1969
3. Riwayat Singkat Pendidikan :
* Pendidikam terakhir. Magister Managemen (S2) Unhas. 2007
4. Pengalaman Kerja :
* Manager CV. Pontada Transport. 2000
* Direktur Utama PT. Pontada Indonesia 1992 - Sekarang
* Staf Proyek Pengembangan Masyarakat Agrobisnis (PPMA). 1988. Maros
5. Pengalaman Organisasi :
* Bendahara Umum HMI 1992-1993
* Ketua Bidang Kekaryaan HMI MPO 1992-1993
* Ketua Bidang Kader 1993-1994 HMI MPO Cab. Makassar
* Ketua Bidang intelektual & Budaya 1994-1995 HMI MPO
* Ketua Umum HMI MPO Cabang Makassar 1996-1997
Pengalaman Politik
* Partai Umat Islam 1997
* Partai Demokrat 2004
* Partai Golongan Karya (Golkar). 2022
7. Pengalaman Ormas :
* Lembaga Adat To Taipa
* Lembaga Adat kemokolean Nuha
8. Karya : Penulis Buku
* Ziarah Cinta. Puisi
* Editor buku : Manusia Sempurna, Ibnu Arabi. Penulis Syamsunar Phd.
0 Komentar