Ustadz Ir.Mohammad Adlany, Ph.D
Di tengah budaya instan dan pemikiran serba ringkas, kemampuan berpikir rumit (complex thinking) sering dianggap sebagai beban yang tidak praktis. Padahal, sejarah kemajuan manusia menunjukkan bahwa pencapaian besar dalam bidang fisik maupun metafisik justru lahir dari daya pikir yang dalam, terstruktur, dan kompleks. Oleh karena itu, berpikir rumit bukan sekadar opsi, melainkan kebutuhan mendesak dalam mengarahkan peradaban menuju kemajuan sejati—baik secara lahiriah (fisik) maupun batiniah (metafisik).
1. Makna Berpikir Rumit
Berpikir rumit bukan berarti membingungkan atau tidak efisien. Ia adalah kemampuan untuk melihat keterkaitan antar elemen dalam suatu sistem, menyadari paradoks, mempertimbangkan banyak perspektif, dan mengatasi reduksionisme. Cara berpikir yang menolak simplifikasi berlebihan terhadap realitas yang bersifat multidimensional.
2. Peran Berpikir Rumit dalam Kemajuan Fisik
Kemajuan teknologi, medis, dan ilmiah tidak mungkin dicapai tanpa pola pikir rumit. Penemuan hukum-hukum fisika, rekayasa genetika, dan pengembangan kecerdasan buatan menuntut pemahaman sistemik dan antisipatif yang tidak bisa dicapai hanya dengan pemikiran dangkal. Inovasi di bidang energi, transportasi, hingga pengobatan modern bergantung pada kemampuan manusia untuk menjalin hubungan antara teori abstrak dan penerapan konkret—yang semuanya membutuhkan struktur berpikir yang kompleks.
3. Berpikir Rumit dan Kemajuan Metafisik
Kemajuan metafisik mengacu pada pertumbuhan jiwa, kesadaran eksistensial, dan pencarian makna yang lebih tinggi. Filsafat, teologi, dan mistisisme adalah wilayah-wilayah yang menuntut kedalaman berpikir, refleksi panjang, dan penalaran lintas level realitas. Para filsuf seperti Ibn Sina, Mulla Sadra, dan Kant menunjukkan bahwa memahami eksistensi, jiwa, dan Tuhan tidak bisa dicapai kecuali melalui struktur pemikiran yang hirarkis dan kompleks.
Dalam pandangan Mulla Sadra, misalnya, realitas terdiri dari gradasi wujud (tasykīk al-wujūd) yang tidak bisa ditangkap oleh akal yang berpikir linier. Ia menuntut pendekatan yang menyatukan intuisi filosofis, deduksi rasional, dan iluminasi spiritual. Ini adalah bentuk berpikir rumit yang melampaui batasan logika formal.
4. Tantangan dan Hambatan
Sayangnya, budaya modern yang pragmatis dan konsumtif cenderung mendorong pola pikir instan. Media sosial, algoritma, dan sistem pendidikan yang mengutamakan hafalan alih-alih perenungan mendalam turut memperlemah kapasitas berpikir rumit. Akibatnya, banyak keputusan sosial dan moral diambil tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang atau kompleksitas nilai-nilai yang terlibat.
5. Urgensinya Bagi Masa Depan
Tanpa berpikir rumit, manusia akan mudah terjebak dalam polarisasi, radikalisme, dan solusi-solusi palsu yang terlihat sederhana tapi menyesatkan. Sebaliknya, dengan membudayakan berpikir rumit sejak dini, manusia akan lebih siap menghadapi problematika global—seperti krisis lingkungan, ketimpangan sosial, dan krisis makna—dengan pendekatan yang holistik dan berkeadaban.
Penutup
Berpikir rumit adalah tanda dari kematangan intelektual dan spiritual manusia. Ia menjadi jembatan antara dunia fisik yang terus berkembang dan dunia metafisik yang menuntut pencerahan. Dalam kompleksitas terdapat keutuhan. Dalam kerumitan terdapat kedalaman. Dan hanya dengan itu manusia bisa mencapai kemajuan yang utuh—baik di dunia maupun di tingkat eksistensial yang lebih tinggi.
gambar : https://chatgpt.com/g/g-pmuQfob8d-image-generator, https://www.linkedin.com/pulse/
0 Komentar