Ustadz Mohammad Adlany,Ph.D
Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap menghadapi pertanyaan mendalam seperti: Mengapa ada keburukan di dunia ini jika Tuhan itu Mahabaik? Bagaimana mungkin Tuhan menciptakan keburukan? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sudah sejak lama menjadi bahan renungan para teolog dan filsuf Islam, termasuk kelompok rasionalis Islam yang dikenal sebagai Muktazilah.
Muktazilah adalah kelompok teolog yang muncul pada awal abad ke-2 Hijriah. Mereka dikenal dengan lima prinsip utama (al-uṣūl al-khamsah), dan salah satu yang paling penting adalah keadilan Tuhan (al-‘adl).
Bagaimana Muktazilah memandang keburukan?
1. Tuhan Tidak Menciptakan Keburukan
Bagi Muktazilah, Tuhan hanya menciptakan kebaikan. Mereka menolak bahwa keburukan berasal dari Tuhan. Jika Tuhan menciptakan keburukan, maka berarti Dia tidak adil. Ini tidak mungkin, karena keadilan adalah sifat mutlak Tuhan.
Imam Abu al-Hudhayl al-'Allaf, salah satu tokoh awal Muktazilah, menyatakan bahwa:
"Allah tidak menghendaki maksiat, dan tidak menyukainya. Ia tidak menciptakan maksiat, karena maksiat adalah keburukan." (Majid Fakhry, A History of Islamic Philosophy, hlm. 120)
Pandangan ini menunjukkan usaha Muktazilah dalam menjaga kesucian dan keadilan Tuhan.
2. Manusia adalah Pelaku Pilihan Bebas
Muktazilah sangat menekankan kebebasan manusia dalam bertindak. Manusia memiliki ikhtiyar (kemampuan memilih) dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Jika manusia tidak punya kebebasan, maka tidak adil jika Tuhan menghukumnya.
Dalam pandangan mereka:
"Setiap manusia adalah pencipta perbuatannya sendiri." (Al-Qadi Abdul Jabbar, Sharh al-Uṣūl al-Khamsah, hlm. 275)
Dengan kata lain, keburukan yang terjadi di dunia ini adalah hasil dari perbuatan manusia, bukan karena kehendak Tuhan.
3. Akal Mampu Menilai Baik dan Buruk
Bagi Muktazilah, akal memiliki peran besar dalam mengenali moralitas. Mereka percaya pada prinsip al-ḥusn wa al-qubḥ al-‘aqliyyān, yaitu bahwa baik dan buruk dapat diketahui melalui akal, bahkan tanpa wahyu.
"Jika akal tidak mampu mengetahui kebaikan dan keburukan, maka tidak ada dasar untuk pujian dan celaan." (Abdul Jabbar, al-Mughni fi Abwab al-Tawhid wa al-‘Adl, jilid 5, hlm. 200)
Hal ini menjadikan Muktazilah sangat menjunjung tinggi logika dalam beragama dan bermoral.
4. Kejahatan Tidak Bertentangan dengan Kekuasaan Tuhan
Meski menolak bahwa Tuhan menciptakan kejahatan, Muktazilah tetap percaya bahwa Tuhan Mahakuasa. Namun, kekuasaan Tuhan dibatasi oleh keadilan dan hikmah-Nya. Tuhan tidak akan melakukan sesuatu yang tidak pantas bagi-Nya, seperti menciptakan keburukan.
"Allah Mahakuasa atas segala sesuatu yang mungkin, dan mustahil bagi-Nya melakukan keburukan." (Abdul Jabbar, al-Mughni, jilid 6)
gambar : https://www.kompasiana.com/naufalanandaputra1440, https://www.suarahits.com/sejarah
0 Komentar