Subscribe Us

ksk logo.jpg

Konflik India-Pakistan: Antara Sejarah, Geopolitik, & Ancaman Nuklir (Tulisan II dari 4 Tulisan)

Oleh : Dudi Noer

Jawaharlal Nehru: Visi untuk India Modern 

Sebagai Perdana Menteri pertama India, Nehru dikenal dengan pidato “Tryst with Destiny” yang disampaikan pada malam kemerdekaan: 

“Pada detik tengah malam, saat dunia tidur, India akan terbangun menuju kehidupan dan kebebasan.”  

Dalam Deklarasi Purna Swaraj tahun 1930, Nehru menulis: 

“Pemerintah Inggris di India tidak hanya merampas kebebasan rakyat India tetapi juga mendasarkan diri pada eksploitasi massa, dan telah menghancurkan India secara ekonomi, politik, budaya, dan spiritual. Oleh karena itu, India harus memutuskan hubungan dengan Inggris dan mencapai Purna Swaraj atau kemerdekaan penuh.”  

Sejak kemerdekaan pada tahun 1947, India dan Pakistan telah terlibat dalam serangkaian konflik yang berakar pada sengketa wilayah Kashmir.  Meskipun berbagai upaya diplomatik telah dilakukan, ketegangan antara kedua negara terus berlanjut, diperparah oleh faktor-faktor seperti nasionalisme, agama, dan kepentingan strategis. 

Partisi India pada tahun 1947 menghasilkan pembentukan dua negara: India dan Pakistan.  Wilayah Kashmir, yang mayoritas penduduknya Muslim namun dipimpin oleh seorang Maharaja Hindu, menjadi titik sengketa utama.  Keputusan Maharaja untuk bergabung dengan India memicu perang pertama antara kedua negara dan menetapkan Garis Kontrol (LoC) yang membagi wilayah tersebut. 

India dan Pakistan telah terlibat dalam beberapa konflik militer besar di antaranya : 

1. Perang 1947-1948: Memperkuat pembagian Kashmir.
2. Perang 1965: Konflik besar kedua atas Kashmir, berakhir dengan Perjanjian Tashkent. 
3. Perang 1971: Mengakibatkan kemerdekaan Bangladesh. 
4. Perang Kargil 1999: Konflik terbatas di wilayah Kargil, Ladakh, yang berakhir dengan kemenangan India. 

Selain itu, insiden seperti serangan Pulwama pada 2019 dan serangan udara Balakot meningkatkan ketegangan militer antara kedua negara. 

Kedua negara memiliki senjata nuklir, yang menambah kompleksitas konflik.  Meskipun keberadaan senjata ini telah mencegah perang besar, risiko eskalasi tetap tinggi, terutama dengan adanya doktrin seperti "Bleed India with a Thousand Cuts" yang diduga diadopsi oleh Pakistan.  Upaya untuk membangun langkah-langkah membangun kepercayaan, seperti pertukaran daftar instalasi nuklir, telah dilakukan, namun belum cukup untuk mengurangi ketegangan secara signifikan. 

Indus Waters Treaty (IWT) tahun 1960 mengatur pembagian air sungai Indus dan anak-anak sungainya antara India dan Pakistan.  Namun, pada April 2025, India menangguhkan perjanjian ini dengan alasan keamanan nasional, menyusul serangan teroris di Kashmir.  Langkah ini memicu kekhawatiran di Pakistan, yang sangat bergantung pada aliran air dari sungai-sungai tersebut untuk pertanian dan kebutuhan lainnya. 

Amerika Serikat telah berperan dalam menengahi gencatan senjata antara India dan Pakistan, terutama setelah eskalasi militer baru-baru ini.  Namun, India cenderung menolak mediasi pihak ketiga dalam isu Kashmir, menganggapnya sebagai urusan domestik.  Sementara itu, Pakistan menyambut baik mediasi internasional, berharap dapat memperoleh dukungan untuk posisinya. 

Konflik yang berkepanjangan telah berdampak buruk pada penduduk di wilayah perbatasan, terutama di Kashmir.  Serangan militer, pengungsian massal, dan pelanggaran hak asasi manusia menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi banyak warga sipil.  Kondisi ini menimbulkan trauma dan ketidakstabilan sosial yang mendalam. 

Meskipun berbagai upaya diplomatik telah dilakukan, penyelesaian konflik India-Pakistan tetap sulit dicapai.  Faktor-faktor seperti nasionalisme, kepentingan strategis, dan ketidakpercayaan mendalam antara kedua negara menghambat proses perdamaian.  Namun, dialog yang berkelanjutan, kerja sama regional, dan tekanan internasional dapat membuka jalan menuju solusi yang lebih damai dan stabil. 

gambar : https://international.sindonews.com/read

Posting Komentar

0 Komentar