Subscribe Us

ksk logo.jpg

Bisnis Tuak Manis dari Sungai Tallo : Salah Satu Jalan Husaini

 


Ustadz Prof.Dr. Khusnul Yaqin,M.Sc.

Kalau anda pernah menyusuri Sungai Tallo, anda akan menyaksikan Sungai Tallo di sepanjang pinggirnya ditumbuhi oleh pohon nipa. Bahasa Latin tanaman ini adalah Nypa Fruitican.  Masyarakat yang hidup di sekitar Sungai Tallo memanfaatkan pohon nipa mulai dari batang, daun, buah dan sarinya atau yang dibentuk tuak atau ballo. 

Sebagaimana sari dari pohon dari kelompok palmae yang lain, sari pohon nipa saat awal berasa manis. Setelah beberapa saat kemudian, rasa sari nipa ini menjadi pahit, karena terjadi fermentasi yang mengubah gula menjadi etanol sehingga rasanya pahit. Tuak yang berasa pahit ini dalam bahasa al Quran disebut khamr dan dalam hukum Islam diharamkan untuk diminum. 

Pak Hasan adalah salah satu  petani yang menderes atau mengumpulkan sari nipa. Berbeda dengan penderes nipa lainnya yang sengaja memasukkan kayu tertentu saat menderes tuak, pak Hasan tidak melakukan hal itu. Tuak yang dideres dan dicampuri kayu tertentu itu akan dengan cepat berubah menjadi tuak pahit. Kayu itu seperti enzim yang mempercepat proses fermentasi tuak. 

Pak Hasan tidak mau memproduksi tuak pahit, karena semangat keislaman yang membara di dalam dada pak Hasan.  Semangat itu mendorong pak Hasan tidak saja menghindari penghasilan yang haram, tetapi juga melakukan perlawanan terhadap produsen tuak pahit di sepanjang Sungai Tallo. Pak Hasan meskipun sendirian di antara penderes yang lain di sepanjang Sungai Tallo, tidak pernah surut mempertahankan pekerjaannya sebagai penderes tuak manis,  meskipun harganya rendah. 

Harga tuk manis jauh lebih murah dibandingkan dengan tuak pahit yang memabukkan. Menurut pak Yusran pemilik perahu penyebrangan di Sungai Tallo, penghasilan per hari penderes tuak pahit sekitar Rp 750.000 per hari. Suatu penghasilan yang melebihi gaji Guru Besar di Indonesia. 

Pak Hasan meskipun rakyat kebanyakan, yang mungkin minim ilmu agama dibandingkan para ustadz atau para aktivis Islam, tetapi dengan teguh tetap memegang  spirit Islam dalam membangun masyarakat Islam yang penuh dengan keadilan dan kedamaian. Pak Hasan sangat paham, bahwa tuak pahit adalah sumber problem sosial yang merusak tatanan kedamaian masyarakat. 

Agar tuak manisnya tidak dijual lagi dalam bentuk tuak pahit yang memabukkan, pak Hasan selektif dalam menjual tuak manis. Dia tidak mau menjual tuak manisnya kepada sembarang orang. Pak Hasan cerdas dan teguh dalam mempertahankan nilai-nilai keislamannya. Percuma dia menjual tuak manis pada orang yang belum dikenal kalau pada akhirnya tuak manis itu dijual lagi oleh pembelinya dalam bentuk tuak pahit yang haram. 

Kalau sembarangan menjual, dalam pikiran pak Hasan percuma saja, tidak bisa mengurangi jumlah pengguna tuak pahit yang memabukkan itu. Dan itu artinya pak Hasan tidak berkontribusi dalam memperbaiki kehidupan masyarakat. Pak Hasan tidak mau mencari nafkah dengan cara sembarangan. Semua aspek bisnisnya harus berporos pada Islam. 

Ala kulli hal, pak Hasan mengingatkan kita pada kata-kata Imam Husain as kepada Muhammad al Hanafiah, saat akan berangkat ke Kufa, "Saya pergi ke Kufa bukan untuk melakukan pemberontakan dan berbuat onar, tetapi saya ke Kufa untuk memperbaiki ummat kakekku". Pak Hasan menjual tuak manis bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi semata, tetapi dia menjual tuak manis untuk memperbaiki kehidupan masyarakat yang dirusak oleh tuak pahit yang memabukkan. 

Meskipun tidak pernah nyantri, kuliah, atau menjadi aktivis gerakan Islam, pak Hasan telah betul-betul menyerap semangat Husaini dan mempraktikkannya. Semangat Husaini itu sedang diterapkan oleh pak Hasan dalam kehidupan bisnisnya, bisnis tuak manis. 

Bantaran Sungai Tallo, 12 Juli 2024..5 Muharram (•••)

gambar : ttps://kakitravel.net/food/nira-nipah-napiah/

Posting Komentar

0 Komentar