Prof.Dr. Khusnul Yaqin,M.Sc.
Tahun 2002, saya masih sekolah di University of Aarhus, Denmark. Di tengah proses belajar yang demikian padat, saya masih bisa mengikuti peringatan Âsyûrâ di sudut Kota Aarhus, tempat jamaah pecinta Imam Husain, namanya Tariqat Syah Mahsudi. Suatu kelompok tariqat dari Persia.
Acara Âsyûrâ diselenggrakan dalam gedung tempat pengajian. Suasana serba hitam dengan kaligrafi khas Âsyûrâ, seperti Ya Aba Abdillah Al Husain, dan lain-lain. Acara peringatan Âsyûrâ berlangsung sangat syahdu dan diakhiri dengan hidangan bubur syuro khas Persia.
Tahun 2005, saya di Berlin untuk mengutak-atik kerang di lab ekotoksikologi, Technische Universitaet Berlin. Peringatan Âsyûrâ di Berlin waktu itu tepat di musim dingin. Jamaah pecinta Husain melakukan konvoi di Kota Berlin. Di setiap sudut-sudut penting kota Berlin, jamaah berhenti sejenak untuk melakukan maktam atau pembacaan maqtal dalam bahasa Jerman.
Konvoi itu dikawal oleh polisi Jerman yang kebetulan berseragam hijau. Polisi Jerman sama sekali tidak mengusik-usik jamaah Âsyûrâ, apalagi mempovokasi dengan mendatangkan kaum cingkranger takfiri untuk menakut-nakuti jamaah. Mereka menjaga dan mengawal jamaah Âsyûrâ dengan santun sesuai SOP sebagai polisi.
Turunnya salju semakin menambah kehidmatan konvoi. "It is a white ashura," kata teman saya dari Kandahar yang lagi sekolah di University of Humboldt.
Tahun 2008, saya kembali ke Makassar. Di tengah kesibukan saya mengajar dan penelitian, bersama teman-teman, saya mengkoordinasi acara Âsyûrâ. Acara masih aman tanpa provokasi. Tapi, tahun-tahun berikutnya Âsyûrâ sudah tidak aman. Kolaborasi duit, ideologi takfiri dan oknum aparat negara dan pemerintah membantai acara Âsyûrâ.
Acara terakhir yang kami lakukan yaitu acara asyura yang diadakan di sebuah SMK di wilayah Sudiang, Makassar. Bagi saya acara itu adalah acara asyura yang paling tragis. Fragmentasi Karbala seperti hadir di acara itu. Kepala salah seorang jamaah asyura terkoyak oleh sekop yang dihantamkan salah seorang kaum cingkrang takfiri. Betul-betul saya tidak bisa melupakan tragedi itu. Sejak saat itu saya merasa semakin jelas realita kolaborasi takfiri dan oknum aparat kemanaan. Dalam benak saya “Oh inilah sesungguhnya kapitalisme yang harus kita lawan secara istiqamah".
Akhirnya saya putuskan mengubah haluan. Mengajarkan ajaran ahlul bait tidak harus melulu secara harfiah, tetapi meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan konsep dan aplikasi yang benar adalah termasuk bagian penting ajaran Ahlul Bait. Bersama dengan mahasiswa-mahasiswa progesif kita selalu pikirkan dan praktekkan apa yang mereka sebut gersos (gerakan sosial). Karena tidak punya sekretariat, kami pindah dari satu tempat ketempat lain untuk melazimkan tiga mode gerakan yaitu, baca doa, diskusi dan mengaplikasikan hasil diskusi di gersos.
Tahun 2017, saya ikut longmarch Arbain yang dikoordinir ABI (Ahlul Bait Indonesia). Saya berangkat dari Makassar ke Jakarta untuk ikut semacam manasik sebelum mengikuti longmarch arbain. Pengarahan dari para ustadz membuat hati saya semakin tidak sabar untuk melangkahkan kaki tapak demi tapak dari Najaf ke Karbala.
Srettttt, akhirnya rombongan berangkat dari Jakarta menuju ke Tehran. Di Bandara Tehran, suasana arbain sudah sangat terasa. Aroma duka mulai merayap di dalam diri. Di bandara ada maukib-maukib yang menyediakan minuman dan diorama tragedi Karbala. Alunan nyanyian duka dalam bahasa Persia menggema di bandara Tehran. Bahasa Persia memang indah ketika diucapkan dalam alunan lagu,terutama untuk nyayian spiritual.
Rombongan naik pesawat Iran Air. Di tengah perjalanan Tehran –Najaf ada badai. Pilot Iran, bukan sembarang pilot. Badai itu dilawan dengan manuver ke sana kemari. Efeknya ke penumpang. Kita yang ada di pesawat mirip betul berada di perahu yang sedang diguncang ombak, tapi belum separah gempa berskala 7,4 seperti di Palu. Penumpang diam sambil komat kamit membaca doa sebisannya. Di samping saya seorang sayyid yang sudah tua. Saya lirik dia memegang sandaran kursi dengan kuat. Tiba-tiba dia berkata, "Koq begini ya pesawatnya?" Saya ndak menjawabnya, karena lagi fokus komat-kamit baca doa. Akhirnya pesawat mendarat di Najaf. Gemuruh shalawat memenuhi dinding-dinding pesawat......
gambar : https://parstoday.ir
0 Komentar