Subscribe Us

ksk logo.jpg

Israel di Negara Pro Palestina



Oleh : Herman, S.Pd

Beberapa waktu yang lalu viral di media sosial soal peristiwa keributan antara Anggota Ormas Adat Makatana Minahasa dengan simpatisan Ormas BSM Kota Bitung, mengibarkan bendera Israel dan membakar bendera Palestina yang berujung pada bentrokan antar warga. 

Ada pula di Sumatera membuat konten dengan menyeru kepada Israel untuk menghancurkan Rumah Sakit Indonesia di Gaza dan membunuh orang-orang yang ada di dalamnya, termasuk menyerukan untuk menghabisi relawan Indonesia yang ada di Palestina.  

Mereka adalah warga negara Indonesia yang hidup di negara yang secara politik tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Pun negara yang pemerintahnya secara tegas melawan penjajahan Israel atas tanah Palestina. 

Fenomena tersebut di atas menunjukkan bahwa tidak semua warga negara Indonesia pro Palestina dan memusuhi Israel meskipun hidup di negara yang secara konstitusi mengharamkan penjajahan di atas dunia karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan. 

Hal ini diperkuat hasil survey nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang bertajuk *Sikap Publik Nasional terhadap Konflik Israel dan Palestina*.

Survei nasional tersebut dilakukan pada tahun 2021 yang lalu melalui dua periode waktu 18 - 21 Mei 2021 (1.203 responden) dan 25 - 28 Mei 2021 (1.201 responden) yang hasilnya menyebutkan sebanyak 2% warga negara Indonesia mendukung Israel.

Peristiwa di Minahasa – Bitung dan propaganda yang dilakukan oleh mereka yang pro-Israel cukup menarik perhatian. Nampaknya hingga hari ini Israel sedang memainkan strategi perang *Pinjam tangan musuh untuk membunuh dirinya sendiri*. Menyerang musuh-musuh Israel dengan menggunakan kekuatan pihak lain bahkan kekuatan musuhnya sendiri. 

Termasuk negara-negara pro Palestina, di sana Israel bermain menggunakan kekuatan musuh untuk melawan dirinya sendiri, tak terkecuali Indonesia. Indonesia adalah negara paling banyak suku bangsa, bahasa, tradisi, agama dan keragaman budayanya. 

Kekayaan yang sekaligus menjadi kekuatan yang begitu besar negeri ini menjadi pintu masuk untuk dihancurkan. Caranya, *sogok mereka atau perdayai mereka untuk jadi penghianat bangsanya*. Tak sedikit dari kita menjadi antek-antek Zionis, menebar kebencian antar agama, antar golongan, dan antar suku (SARA).  Isu ini sangat mudah mereka olah untuk memecah belah kelompok-kelompok masyarakat - sampai kekayaan dan kekuatan bangsa ini melemah dan menjadi sensitive di masyarakat. 

Sadar atau tidak sadar, Sebagian dari kita masuk dalam perangkap ini.  Jangan dikira, di antara para pejuang itu hampir pasti di sana ada penghianat. Jangankan beda agama dan kepercayaan, seagama saja karena beda aliran, salah satunya berpotensi jadi penghianat. 

Masih ingat? Sejak dimulainya kembali perang Israel – Hamas yang dikenal dengan Badai Al-Aqsa tanggal 7 Oktober 2023 yang lalu, sejumlah kelompok masyarakat untuk pertama kali turun demo Free Palestina di Monumen Mandala Kota Makassar, ada kelompok lain yang tidak senang padahal mengusung isu yang sama - dan itu akan jadi makanan empuk Israel dan antek-anteknya di republik ini. 

Propaganda akan terus ia lakukan setelah menemukenali penghianat-penghianat itu. Negara yang relative aman tanpa perang, mereka akan membayar buzzer, mempengaruhi opini publik, konten-konten provokasi di media sosial, bahkan membuat letupan-letupan kecil antar kelompok masyarakat seperti yang baru-baru ini terjadi di Bitung-Minahasa. Untuk apa? Melemahkannya secara psikologis dan di tingkat kebijakan negara berpengaruh secara politis. 

Saat isu persatuan Islam menjadi peluang dengan terjadinya konflik Israel – Hamas, propaganda Israel tidak pernah berhenti. Israel memiliki prinsip, *Ketika musuh terlalu kuat untuk diserang, seranglah sesuatu yang berharga yang dimilikinya*. Persatuan ummat Islam tanpa sekat-sekat mazhab adalah ketakutan bagi Israel.

Bersatunya Hamas yang Sunni dengan Iran yang Syiah dan proksinya yang merupakan kelompok-kelompok perlawanan yang menyebar di berbagai negara di Timur Tengah: Lebanon (Hizbullah), Yaman (Houthi), Irak (Al Hashd Al Shaabi), dan Jihad Islam (Palestina) yang secara terbuka dan terang-terangan mengerahkan kekuatan militer melawan Israel, baginya adalah batu sandungan dalam penjajahannya terhadap tanah Palestina. 

Namun di negara-negara tanpa perang seperti Indonesia, propaganda kebencian Sunni – Syiah tetap berlangsung. Tengoklah misalnya para ulama wahabism dalam ceramah dan khutbahnya di mimbar-mimbar maupun di kanal-kanal youtube tidak pernah menghitung proksi-proksi yang berhaluan Syiah tersebut sebagai kekuatan militer yang membantu Hamas (atau mungkin mereka malu untuk menyebutnya). 

Termasuk tulisan-tulisan mereka tidak pernah menyebut Iran sebagai poros muqawwamah yang membantu Hamas dalam persenjataan dan sumber daya militer dalam melawan Israel.  Bahkan di antara mereka menfatwakan agar rakyat Palestina hijrah keluar dari negaranya – yang fatwanya tersebut menguntungkan Israel dalam mencaplok tanah-tanah Palestina, baik di Gaza maupun di tepi barat.

Pun di tingkat negara, ketika Presiden Iran Ebrahim Raisi pada konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antara Liga Arab dan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tanggal 11 November 2023 yang lalu mengusulkan agar negara-negara Arab dan mayoritas Muslim untuk mengembargo minyak Israel, sebagai salah satu upaya untuk menghentikan agresi Negeri Zionis di Jalur Gaza tersebut.

Namun tak satu pun negara-negara Arab yang menerimanya.  Bahkan beberapa di antaranya menyediakan negara mereka menjadi pangkalan militer Amerika untuk membantu Israel melawan Palestina.

Sejak revolusi Islam tahun 1979, Iran telah membangun jaringan proksi di seluruh Timur Tengah. Hingga saat ini, Teheran memiliki sekutu di antara lebih dari selusin milisi besar, beberapa di antaranya memiliki partai politik sendiri yang menentang Amerika dan Israel. 

Pengawal Revolusi Iran dan Pasukan elit Qods memberikan senjata, pelatihan dan dukungan militer kepada milisi dan gerakan politik setidaknya di enam negara: Bahrain, Irak, Lebanon, Wilayah Palestina, Suriah dan Yaman. 

Kelompok-kelompok perlawanan di berbagai negara di Timur Tengah ini merupakan musuh bebuyutan Israel. Perang pun setiap saat menjadi pemandangan yang tak henti-hentinya dipertontonkan pada dunia. 

Untuk mempengaruhi opini publik dunia, tak nyanah mereka mencapnya sebagai teroris.  Pada negara-negara tanpa perang yang pro Palestina, dengan taktik dan strategi propagandanya, menyulut kebencian antar aliran ke berbagai negara tak terkecuali di Indonesia. 

Di antara kita pun tak sedikit termakan hasutan dan tanpa disadari masuk dalam perangkap dan menjadi kaki tangan Zionis. 

Maka berhentilah membuat narasi-narasi yang saling mendiskreditkan satu sama lain: Syiah sesat, Syiah bukan Islam dan propaganda-propaganda Zionis lainnya. Perang Hamas – Israel ini membuka mata kita, siapa pejuang dan siapa penghianat. 

*Tulisan ini pernah dimuat di Tribun Timur tanggl 29 November 2023.

Penulis adalah Ketua KOPEL Indonesia dan saat ini juga menjabat sebagai Ketua KSK Makassar

Posting Komentar

0 Komentar