![]() | |||
Oleh : Dr. Ahmad Mujahid |
Tidak dapat disangkal lagi bahwa pandemi COVID-19 telah menghadirkan rasa takut
yang begitu dahsyat. Kuat dan dahsyatnya rasa takut tersebut, hatta
diperintahkan stay at home. Masjid,
sekolah, mall-mall, kantor-kantor dan berbagai tempat keramaian ditutup dan
tidak difungsikan.
Pertanyaannya sekarang adalah mengapa mesti takut kepada COVID-19? Apa yang melatarbelakangi munculnya rasa takut kepada COVID-19? Apakah ketakutan kita kepada COVID-19 mengantarkan kita kepada hakekat takut itu sendiri? Bagaimana sesungguhnya takut dalam perspektif Islam dan atau al-Quran? Apakah ketakutan kepada COVID-19 merupakan kekalahan dan atau kemenangan? Demikian beberapa pertanyaan yang menarik dicermati.
Pertanyaannya sekarang adalah mengapa mesti takut kepada COVID-19? Apa yang melatarbelakangi munculnya rasa takut kepada COVID-19? Apakah ketakutan kita kepada COVID-19 mengantarkan kita kepada hakekat takut itu sendiri? Bagaimana sesungguhnya takut dalam perspektif Islam dan atau al-Quran? Apakah ketakutan kepada COVID-19 merupakan kekalahan dan atau kemenangan? Demikian beberapa pertanyaan yang menarik dicermati.
Di antara terma yang digunakan al-Quran dalam menunjuk makna takut adalah terma khauf. Terma ini disebutkan dalam al-Quran tidak kurang dari 26 kali. Adapun bentuk derivasi lainnya digunakan sebanyak 98 kali. Dengan demikian, ayat tentang al-khauf tidak kurang dari 124 kali dalam al-Quran.
Dari sudut etimologis terma khauf, menunjuk makna pokok takut, khawatir. Makna lainnya adalah pembunuhan dan ilmu. Ketiga makna pokok ini memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Yakni dengan mengatakan bahwa ketakutan dan atau kekhawatiran mesti diilmui. Karena ilmu pengetahuan membebaskan dari ketakutan dan atau kekhawatiran. Misalnya dahulu orang sangat takut pada suara petir beserta kilat. Namun setelah keduanya diilmui ketakutan itu menjadi sirna.
Adapun relasi makna takut dan pembunuhan sebagai makna etimologis terma al-khauf adalah bahwa salah yang paling ditakuti oleh manusia adalah pembunuhan dan atau kematian. Seperti COVID-19 adalah virus yang dapat menjadi penyebab kematian. Oleh karena itu ditakuti. Maka untuk dapat terbebas dari ketakutan COVID-19 maka ia mesti diilmui, diteliti dan dikenali. Dengan demikian, ketakutan terhadap COVID-19 dapat diatasi.
Dari sudut terminologis ketakutan menunjuk makna keadaan jiwa yang akibat dugaan akan datangnya sesuatu yang dibenci, tidak disukai dan atau akibat hilangnya sesuatu yang dicintai. Al-Ashfahaniy mendefinisikan takut dengan makna perkiraan terjadinya sesuatu yang dibenci, baik perkiraan tersebut berlandaskan dugaan dan atau keyakinan. Adapun makna harapan (raja') adalah perkiraan terjadinya sesuatu yang disukai atau dicintai baik berlandaskan dugaan dan atau keyakinan. Ketakutan dan harapan terkait dengan urusan dunia dan atau akhirat.
Berdasarkan makna kebahasaan dan atau makna terminologi dari terma al-khauf, maka dapat dipahami bahwa COVID-19 yang menghadirkan ketakutan yang kuat dan dahsyat, adalah sesuatu yang dibenci, tidak disukai. Karena dapat mengakibatkan kematian. Untuk dapat mengatasi ketakutan terhadap COVID-19, maka mesti diilmui, diteliti sehingga dapat dikenali karakter virusnya, kemudian dibuatkan vaksin penangkalnya. Apabila COVID-19 berhasil ditaklukkan dan atau ditemukan vaksin dan atau obat penawarnya berdasarkan ilmu pengetahuan, maka itu berarti ketakutan telah menghasilkan kemenangan dan bukan kekalahan.
Dengan perkataan lain, bahwa salah satu bentuk kemenangan dari ketakutan terhadap COVID-19 adalah ditemukannya Vaksin COVID-19 dan obat penyembuhnya. Kemenangan ini telah dirasakan oleh masyarakat Wuhan. Mereka telah terbebas dari ketakutan terhadap pandemi COVID-19. Pertanyaannya lebih lanjut adalah apakah ini yang dimaksud kemenangan sejati dari ketakutan terhadap COVID-19?
Untuk menjawab pertanyaan terakhir ini, penulis lebih lanjut menelusuri makna
penggunaan terma al-khauf dalam
al-Quran. Dalam al-Quran disebutkan beberapa jenis ketakutan, yakni takut
kepada Allah, seperti QS. al-Nahl/16:50; takut kepada azab, misalnya dalam QS.
al-Insan/76:10; takut kepada hari kiamat, seperti QS. al-A'raf/7:59; takut
kepada musuh, seperti QS. Thaha/20:68; Takut kepada khianatnya suatu golongan, seperti
QS. al-Syuara/26:12; takut tidak berlaku adil seperti dalam QS. al-Nisa'/4: 3;
takut kepada generasi penerus yang miskin seperti dalam QS. al-Nisa'/4:9;
takut kepada hilangnya keimanan seperti QS. al-Maidah/5:108; takut kepada
janji seperti QS. Ibrahim/14:14 dan takut kepada kematian seperti dalam QS. Ibrahim/14:14.
Apabila jenis-jenis ketakutan yang disebutkan dalam al-Quran tersebut, dikaitkan dengan ketakutan kepada COVID-19, maka dapat dipahami bahwa faktor utama munculnya ketakutan kepada COVID-19 adalah ketakutan kepada kematian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ketakutan kepada kematian merupakan faktor utama munculnya berbagai ketakutan lainnya, misalnya ketakukan kepada penyakit seperti COVID-19. Sekiranya COVID-19 tidak berakibat kepada kematian manusia, maka COVID-19 tidak akan menakutkan sebagaimana ia merealitas sekarang.
Pertanyaan yang kembali menarik dicermati adalah mengapa mesti takut kepada kematian?
Bukankah
kematian pasti terjadi dan atau dialami oleh manusia dan makhluk lainnya? Dan
apakah tidak ada manusia yang menjadi perindu dan atau pencinta kematiaan?
Untuk menjawab pertanyaan terakhir ini dan atau untuk dapat mengatasi ketakutan kepada kematian, maka ia mesti diilmui dan dikenali. Namun hingga saat ini tidak ada ilmuwan yang ahli tentang kematian. Tidak ada professor kematian. Yang banyak adalah professor yang mati. Oleh karena itu, kematian tidak dapat diatasi dan atau diobati. Kematian merupakan realitas tak terbantahkan bagi sang pemilik jiwa. Lalu apa yang mesti dilakukan terhadap ketakutan akan kematian? Jawaban atas pertanyaan ini, hanya satu dan tidak ada yang lain. Yakni mempersiapkan kekuatan diri menghadapi dahsyatnya kematian (sakaratul maut).
Untuk menjawab pertanyaan terakhir ini dan atau untuk dapat mengatasi ketakutan kepada kematian, maka ia mesti diilmui dan dikenali. Namun hingga saat ini tidak ada ilmuwan yang ahli tentang kematian. Tidak ada professor kematian. Yang banyak adalah professor yang mati. Oleh karena itu, kematian tidak dapat diatasi dan atau diobati. Kematian merupakan realitas tak terbantahkan bagi sang pemilik jiwa. Lalu apa yang mesti dilakukan terhadap ketakutan akan kematian? Jawaban atas pertanyaan ini, hanya satu dan tidak ada yang lain. Yakni mempersiapkan kekuatan diri menghadapi dahsyatnya kematian (sakaratul maut).
Kekuatan
diri untuk menghadapi kematian adalah keimanan kepada Allah dan amal saleh.
Yakni terwujudnya islam, iman, ihsan dan takwa dalam kehidupan praktis kita.
Jadikan islam, iman, ihsan dan takwa sebagai karakter dan atau etika individu
dan atau sosial religius-spiritual kita. Yakni masuklah ke dalam islam secara
totalitas, holistik dan universal (kaffah) seperti diperintahkan Allah. Jadilah
muslim sejati. Hidupkan iman dalam hati. Dengan begitu hati menjadi atau
berkwalitas qalbun mukmin.
Hati mukmin adalah baitullah yang hakiki. Tegasnya jadilah mukmin yang sebenar-benarnya. Jadilah pribadi dan atau kelompok sosial muhsin. Yakni pribadi dan atau kelompok sosial yang senantiasa sadar akan pengawasan Allah. Pribadi- pribadi yang hidup karena Allah, menjalani aktifitas kehidupan berdasarkan syariat Allah. Pribadi yang selalu bersama (ma'a) Allah, ilshaq dengan Allah. Pribadi-pribadi yang fana dalam kebaqaan Allah. Menyelam dan tenggelam dalam ketunggalan Allah. Pribadi-pribadi yang mencintai Allah dan dicintai Allah.
Hati mukmin adalah baitullah yang hakiki. Tegasnya jadilah mukmin yang sebenar-benarnya. Jadilah pribadi dan atau kelompok sosial muhsin. Yakni pribadi dan atau kelompok sosial yang senantiasa sadar akan pengawasan Allah. Pribadi- pribadi yang hidup karena Allah, menjalani aktifitas kehidupan berdasarkan syariat Allah. Pribadi yang selalu bersama (ma'a) Allah, ilshaq dengan Allah. Pribadi-pribadi yang fana dalam kebaqaan Allah. Menyelam dan tenggelam dalam ketunggalan Allah. Pribadi-pribadi yang mencintai Allah dan dicintai Allah.
Keislaman,
keimanan dan keihsanan yang telah menyatu-padu dalam diri menghasilkan pribadi
takwa yang haqqa tuqatihi. Yakni pribadi takwa yang sebenar-benarnya. Pribadi
yang menjadikan takwa sebagai bekal kehidupan, menjadikan takwa sebagai pakaian
kehidupan, menjadikan takwa sebagai pandangan dunia kemuliaan dan menjadikan
takwa sebagai landasan kehidupan pribadi dan sosial. Ini vaksin dan obat
penawar bagi ketakutan terhadap kematian.
Apabila ketakutan terhadap kematian telah teratasi dan pada saat yang sama, kerinduan dan kecintaan terhadap kematian telah hadir dalam diri pribadi maka tidak ada lagi ketakutan dan kekhawatiran termasuk pada COVID-19. Oleh karena, telah sampai pada puncak ketakutan yakni takut kepada Allah. Inilah sesungguhnya kemenangan sejati terhadap berbagai jenis ketakutan termasuk ketakutan terhadap COVID-19. Oleh karena semua jenis ketakutan mestinya menjadi wasilah untuk dapat bermuara pada ketakutan kepada Allah. Ketakutan terhadap COVID-19 mesti bermuara pada puncak ketakutan. Yakni ketakutan kepada Allah sebagai Pencipta ketakutan itu sendiri termasuk ketakutan yang ditimbulkan COVID-19. Inilah kemenangan sejati terhadap ketakutan kepada COVID-19. Dan bukan sekedar hilangnya ketakutan terhadap COVID-19 dengan ditemukannya vaksin COVID-19 dan obat penawarnya.
Adapun makna ketakutan kepada Allah, tidaklah sama dengan makna ketakutan terhadap raja hutan yakni singa. Ketakutan terhadap raja hutan membuat anda lari kencang menjauhi darinya. Ketakutan kepada Allah bermakna takut jatuh dalam dosa, maksiat dan pada saat bersamaan bermujahadah sekuat tenaga untuk taat, patuh dan tunduk menegakkan perintah Allah dengan penuh kerendahan dan kecintaan power full. COVID-19 dan ketakutan yang dihadirkannya, sekali lagi hendaknya bermuara pada gerakan sosial-religius, yakni gerakan menjauhi yang dilarang dan dimurkai Allah pada satu sisi dan pada sisi yang lain menegakkan segala perintah Allah.
Inilah
makna ketakutan yang menghasilkan kemenangan sejati. Ketakutan terhadap COVID-19, apabila tidak bermuara kepada ketakutan kepada Allah adalah merupakan kekalahan
sejati meskipun telah ditemukan vaksin COVID-19 dan obat penawarnya sehingga COVID-19 teratasi. Sudah saatnya kita kembali kepada Allah dengan taubatun
nashuha dan istighfar. Jadikan diri kita at-
tawwwabuun wa al-mustaghfiruun. Hidupkan azan dan al-fatihah, al-ikhlas,
al-falaq dan al-naas dalam qalb kita. Wa Allah A'lam.
Gambar : suara.com
2 Komentar
Ustad Mujahid ditunggu tulisan berikutnya
BalasHapusMantap tulisannya ust,tp bagi sy menyisakan pertanyaan yaitu kenapa org yg tdk takut mati krn korona dianggapa salah oleh kaum ahli/ulama? Bukankah kematian tdknoerlu ditakutkan?
BalasHapus