![]() |
Oleh : Ustad Dr. Muhammad Adlani |
Prinsip Lompatan
Kita saksikan
bahwa berbagai perubahan alam tidak seluruhnya terjadi secara berangsur dan
segaris. Bahkan banyak sekali fenomena yang baru itu muncul, namun tidak
semirip fenomena-fenomena sebelumnya. Dalam hal ini, kita tidak dapat menganggap
bahwa fenomena yang baru tersebut adalah imtidad (ekstensi) perubahan dan gerak
sebelumnya.
Berangkat dari
sinilah kaum materialis meyakini prinsip lain, yaitu lompatan (thafrah), atau
perpindahan dari perubahan kuantitas ke perubahan kualitas. Artinya, ketika
perubahan kuantitas mencapai tingkat tertentu, ia akan berubah menjadi kualitas
yang baru dan menjadi sebab atas terjadinya perubahan kualitas tersebut.
Sebagai contoh, air ketika diletakkan di atas api, derajat panasnya akan
meningkat.
Kemudian jika
panasnya itu meningkat sampai derajat tertentu (100 derajat celsius), ia akan
berubah menjadi uap. Demikian pula, setiap lempengan tembaga yang memiliki
titik leleh tertentu, yang bila dipanaskan sampai derajat tertentu, ia akan
berubah dan mencair. Tidak beda halnya dengan masyarakat. Bila terjadi
pergulatan antarkelas sosial, pada puncaknya pasti akan terjadi revolusi.
Sanggahan
Pertama, tidak ada fenomena apa pun yang
di dalamnya terjadi perubahan kuantitas kepada kualitas. Maksimal yang bisa
kita katakan bahwa terjadinya fenomena tertentu itu tergantung pada wujud
kuantitas tertentu, misalnya derajat panas air itu tidak akan berubah menjadi
uap. Akan tetapi perubahan air menjadi uap itu tergantung pada panas yang telah
mencapai tingkat tertentu.
Kedua, tidak mesti kuantitas itu akan
terjadi dalam derajat tertentu akibat bertambahnya kuantitas yang sebelumnya
secara berangsur. Bahkan hal itu bisa terjadi akibat sedikitnya kuantitas yang
sebelumnya, seperti perubahan uap ke air yang bergantung pada turunnya derajat
panas.
Ketiga, berbagai perubahan kualitas
tidak selamanya terjadi secara seketika dalam satu waktu. Bahkan tidak jarang
ia terjadi secara berangsur, seperti melelehnya lilin atau kaca. Maka itu, yang
dapat diterima adalah kemestian terpenuhinya kuantitas tertentu dalam
mewujudkan sebagian fenomena alam, bukan adanya perubahan kuantitas kepada
kualitas, bukan pula bertambahnya kuantitas secara berangsur. Dan kita pun
sulit tidak menerima universalitas prinsip ini kepada semua perubahan
kuantitas. Jadi, sebenarnya tidak ada sistem alam universal yang dinamakan
lompatan (insidental) atau perpindahan dari berbagai perubahan kuantitas menuju
perubahan-perubahan kualitas.
Batas
Prinsip Negasi
Terhadap Negasi
Prinsip ini disebut
juga dengan hukum perkembangan dua kontradiktif atau dinamika alami. Yaitu,
bahwa dalam perubahan dialektis yang bersifat universal, tesis itu bisa lenyap
dengan perantara antitesis. Dan antitesis ini –pada gilirannya– akan lenyap
dengan perantara sintesis. Ini dapat kita amati pada dunia tumbuh-tumbuhan;
sebuah pohon dapat melenyapkan bijinya, lalu pohon itu sendiri pada gilirannya
akan dilenyapkan oleh bibit-bibit yang baru.
Demikian pula
sperma, ia dapat melenyapkan sel telur yang pada gilirannya pun akan
dilenyapkan oleh itik. Akan tetapi dengan proses semacam ini, fenomena yang
baru akan lebih banyak memiliki kesempurnaan dibandingkan fenomena sebelumnya.
Dengan ungkapan lain, gerak dialektis senan-tiasa mengalami peningkatan dan
penyempurnaan. Pada poin inilah dasar penting ini tersembunyi, karena ia dapat
menunjukkan gerak perubahan dan menekankan peningkatan dan kesempurnaan gerak
tersebut.
Sanggahan
Tentu dalam setiap
perubahan, keadaan sebelumnya akan sirna lalu muncul fenomena baru. Apabila
prinsip di atas itu mengarah kepada pengertian ini, ia tidak menghasilkan
selain interpretasi atas kelaziman suatu perubahan. Akan tetapi, interpretasi
ini –yaitu bahwa arah gerak itu terbatas, bahwa gerak itu senantiasa mengalami
peningkatan dan penyempurnaan, dan bahwa fenomena berikutnya mesti lebih
sempurna dari yang sebelumnya– tidak dapat dikatakan sebagai hukum yang berlaku
secara universal atas semua gerak dan perubahan alam.
Apakah uranium
yang berubah menjadi peluru setelah diproses dan disinari berarti ia lebih
sempurna? Apakah air menjadi lebih sempurna ketika ia berubah menjadi uap?
Ataukah uap tersebut lebih sempurna ketika berubah menjadi air? Dan apakah
ketika pohon itu kering dan layu hingga tidak tersisa lagi buah dan bijinya
sedikit pun, berarti ia lebih banyak memiliki kesempurnaan?
Betul bahwa
sebagian realitas alam ini lebih banyak memiliki perkembangan dan kesempurnaan
akibat adanya perubahan dan gerak. Meski begitu, hukum ini tidak meliputi
setiap gerak dan perubahan. Karenanya, kita tidak dapat menerima prinsip
perkembangan dan kesempurnaan sebagai suatu hukum yang universal atas setiap
fenomena alam.
Akhirnya, perlu
kami tekankan di sini, meskipun diasumsikan bahwa prinsip-prinsip tersebut
berlaku atas alam semesta, maksimal yang mungkin dapat ditetapkan olehnya
adalah bahwa ia menjelaskan bagaimana terjadinya fenomena tersebut, sebagaimana
hal ini terdapat dalam semua hukum yang terdapat pada ilmu-ilmu alam.
Akan tetapi,
keberadaan hukum yang bersifat universal dan berlaku pada alam materi ini tidak
berarti bahwa berbagai fenomena dan peristiwa tidak butuh lagi kepada pencipta
dan sebab pengada. Sebagaimana pada pelajaran sebelumnya, materi itu merupakan
wujud mungkin (mumkinul wujud), yang secara pasti ia senantiasa butuh kepada
Sang Pencipta (wajibul wujud)
*Tulisan terakhir dari tiga bagian yang disajikan pada kajian terbatas di Komunitas Sungai Kenabian (Akhir Januari 2020) di Kota Makassar
Gambar : Deviantart.com
0 Komentar