Subscribe Us

ksk logo.jpg

Kritik Terhadap Materialisme (02)

Oleh : Ust. Dr. Muhammad Adlani

Materialisme Mekanika Dan Dialektika

Materialisme memiliki berbagai macam aliran. Setiap aliran menafsirkan fenomena alam ini dengan caranya masing-masing. Di awal era modern, kaum Materialisme –yang terilhami oleh fisika Newton– menafsirkan fenomena alam ini sesuai dengan gerak mekanik, yaitu bahwa setiap gerak merupakan akibat dari kekuatan penggerak tertentu, yang masuk ke dalam benda yang bergerak. Artinya mereka menggambarkan bahwa alam ini merupakan mesin raksasa; yang kekuatan penggerak di dalamnya berpindah-pindah sehingga mengakibatkan gerak seluruh mesin. Teori ini dinamakan Materialisme Mekanika.

Adanya berbagai kelemahan pada pandangan ini membuka banyak tanggapan kritis. Di antaranya, apabila setiap gerakan itu disebabkan oleh kekuatan luar, maka mesti diasumsikan adanya kekuatan penggerak lain yang datang dari luar untuk menggerakkan materi pertama bagi alam semesta ini. Hal ini membawa kita untuk beriman kepada maujud di balik materi, setidaknya sebagai sebab pada gerak awal yang terdapat pada alam materi ini.

Kritik lain atas pandangan Materialisme Mekanika, bahwa kekuatan mekanika hanya menjelaskan gerak-gerak posisif (wadh'i). Padahal fenomena alam semesta tidak mungkin dibatasi dengan perubahan posisi dan tempat. Oleh karena itu, kita mesti mengimani adanya sebab dan faktor lain untuk menafsirkan kemunculan seluruh fenomena alam ini.

Kritik-kritik tersebut mendorong penganutnya mengkaji faktor lainnya untuk menafsirkan adanya perubahan dan gerak pada alam ini. Paling tidak, mereka berusaha untuk menafsirkan sebagian gerak dengan penafsiran dinamika sehingga dapat mengasumsikan adanya gerak esensial bagi materi tersebut.

Pendiri Materialisme Dialetika (Marx dan Engels) menilai bahwa faktor gerak tersebut adalah tadhad dakhili (kontradiksi internal) di dalam fenomena-fenomena materi. Dalam masalah ini, mereka menggunakan teori-teori filsafat Hegel. Di samping meyakini bahwa materi itu bersifat abadi, azali, tidak akan rusak, tidak dicipta, memiliki gerak yang menyeluruh, dan adanya interaksi antarfenomena, mereka pun mengajukan tiga prinsip untuk menjelaskan pandangannya:

1. Prinsip kontradiksi internal;
2. Prinsip lompatan atau perubahan kuantitas kepada kualitas;
3. Prinsip negasi terhadap negasi, atau dinamika alami.

Berikut ini penjelasan sekaligus kritik atas tiga prinsip tersebut:

Prinsip Kontradiksi Internal
Materialisme Dialetika percaya bahwa setiap benda tersusun dari dua kontradiksi (tesis dan antitesis). Kontradiksi ini merupakan faktor utama bagi gerak dan perubahan benda tersebut. Dalam pergulatan tesis dan antitesis, yang kedua ini dapat mengalahkan yang pertama sehingga muncullah materi baru yang disebut dengan sintesis.

Misalnya, telur ayam itu mengandung sperma, kemudian secara berangsur mengalami perubahan dan perkembangan dengan mencerna makanan yang terdapat di dalamnya. Dan akhirnya ia melahirkan anak ayam yang merupakan sintesis.

Gelombang listrik yang memuat aliran positif dan negatif adalah contoh lain akan adanya kontradiksi dalam fenomena fisika. Demikian juga dengan teori menghimpun dan membagi dalam Matematika pemula, atau pecahan dan integral dalam Matematika tingkat tinggi.

Materialisme Dialektika juga berperan dalam berbagai peristiwa sosial dan sejarah. Misalnya pada masyarakat kapitalis, kita dapati adanya golongan proletariat (buruh), yang merupakan antitesis bagi golongan borjuis, dan secara berangsur mengalahkan yang kedua, kemudian muncullah masyarakat sosialis komunis sebagai sintesis. Para pendukung teori Marxis juga menambahkan, bahwa prinsip kontradiksi ini dapat membuktikan kebatilan prinsip metafisika, yakni hukum nonkontradiksi.

Sanggahan :
Perlu kami tekankan bahwa tidak seorang pun yang menolak adanya dua realitas materi yang saling bersentuhan sebegitu rupa hingga salah satunya mendesak yang lainnya, atau malah menghancurkannya, sebagaimana hal ini dapat kita saksikan pada air dan api.

Meski begitu:
Pertama, kondisi seperti ini tidak bersifat mutlak dan tidak mungkin dapat kita terima sebagai sistem alam yang universal. Karena dapat kita menemukan ratusan bahkan ribuan fakta yang menentang kenyataan ini.

Kedua, adanya kontradiksi pada sebagian fenomena alam tidak ada hubungannya dengan kontradiksi yang diyakini kemustahilannya oleh logika klasik dan Filsafat Murni. Karena, kemustahilan yang mereka akui adalah berkumpulnya dua hal yang kontradiktif pada "satu subjek". Sedangkan contoh-contoh kontradiksi yang diyakini kaum materialis tidak menyoroti satu subjek.

Kita pun tidak butuh kepada contoh-contoh dangkal atas dua hal kontradiktif yang menjadi bahan cemoohan kaum Marxisme seperti; berkumpulnya antara menghimpun dan mengurai, bilangan pecahan dan bilangan yang benar (integral) dan ramalan kosong yang mereka buat-buat tentang munculnya kekuasaan golongan proletariat di negara-negara sosialis.

Ketiga, apabila setiap fenomena mesti terangkap dari dua hal yang kontradiktif (tesis dan antitesis), masing-masing dari keduanya itu mesti terangkap pula, karena mereka itu adalah fenomena. Berdasarkan prinsip kontradiksi, tesis maupun antitesis mesti tersusun dari dua hal yang kontradiktif. Konsekuensinya, bahwa setiap fenomena yang terbatas mesti tersusun dari kontradiksi-kontradiksi yang tak terbatas.

Sekaitan dengan kontradiksi internal yang mereka angkat sebagai faktor penggerak, yang dengan cara ini mereka ingin menutupi sejumlah kelemahan Materialisme Mekanika, kritik yang paling ringan atasnya adalah bahwa tidak didapati argumentasi ilmiah apapun yang mendukung prinsip tersebut. Di samping itu, kita tidak dapat mengingkari adanya gerak-gerak mekanis yang terjadi akibat kekuatan luar. Lain halnya jika mereka mengatakan pula bahwa gerak bola pun muncul akibat adanya kontradiksi internal di dalam bola itu sendiri, bukan akibat dari tendangan pemain sepak bola?!

gambar : IslamiCity.org

*Tulisan ini terdiri dari tiga bagian yang disajikan pada kajian terbatas di Komunitas Sungai Kenabian (Akhir Januari 2020) di Kota Makassar

Posting Komentar

0 Komentar