Prinsip-Prinsip Materialisme
Asas-asas penting Materialisme sebagai
berikut:
1.
Eksistensi itu hanyalah materi dan benda. Sesuatu
dianggap eksis apabila ia berbentuk materi dan benda yang mempunyai panjang,
lebar, dan tinggi atau yang memiliki karakteristik-karakteristik materi
sehingga bisa disifati dengan kuantitas dan dapat dibagi. Dengan dasar ini,
kaum materialis menolak eksistensi Tuhan, karena wujud-Nya yang nonmateri dan
metafisik.
2. Materi itu azali, abadi, tidak tercipta, dan tidak
memiliki sebab apapun.
3. Alam materi ini tidak memiliki tujuan dan sebab akhir,
karena ia bukan pelaku yang memiliki ilmu dan kehendak sehingga dapat dikatakan
ia mempunyai tujuan penciptaan.
4. Fenomena alam materi ini hadir akibat adanya
perpindahan atom-atom materi dan adanya interaksi antara satu dengan lainnya.
Dengan dasar ini, fenomena alam yang terdahulu berperan sebagai syarat dan
sebab bagi fenomena-fenomena berikutnya. Dalam hal ini, kita pun dapat menerima
kemungkinan yang paling jauh, bahwa fenomena alam terdahulu itu sebagai sebab
pelaku alami di antara hal-hal material. Misalnya, sebuah pohon dapat dianggap
sebagai pelaku alami bagi munculnya buah-buahan. Sedang hal-hal yang bersifat
fisikal dan kimiawi dapat disandarkan kepada faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Namun, tidak ada satu pun fenomena yang butuh kepada pelaku
dan pencipta Ilahi.
5. Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan empiris adalah
satu-satunya pengetahuan yang dapat diakui keabsahannya, mengingat bahwa
eksperimen indrawi hanya dapat membuktikan wujud materi dan hal-hal material,
dan tidak bisa membuktikan wujud lainnya. Karenanya, kita tidak mungkin
menerima wujud apa pun yang selain materi.
Sanggahan Atas Asas Pertama
Asas
ini merupakan yang terpenting dalam pandangan dunia Materialis, meski sekadar
klaim minus argumen. Argumen apa pun tidak dapat digunakan untuk menafikan
wujud metafisis, khususnya berdasarkan epistemologi materialistik yang
berlandaskan pada indra dan persepsi. Karena eksperimen indrawi apapun tidak
akan dapat menjelaskan tentang sesuatu di luar lingkup materi dan benda, baik
penilaiannya yang positif maupun negatif.
Asumsi maksimal -sesuai dengan logika materialis- yang dapat dinyatakan adalah bahwa wujud metafisis itu tidak dapat dibuktikan. Dengan demikian, paling tidak kita harus menerima asumsi kewujudannya, karena sesuatu yang tidak dapat dibuktikan kewujudannya tidak berarti bahwa sesuatu itu benar-benar tidak ada, sebagaimana ungkapan para filosof: tidak diketahui bukan berarti tiada.
Asumsi maksimal -sesuai dengan logika materialis- yang dapat dinyatakan adalah bahwa wujud metafisis itu tidak dapat dibuktikan. Dengan demikian, paling tidak kita harus menerima asumsi kewujudannya, karena sesuatu yang tidak dapat dibuktikan kewujudannya tidak berarti bahwa sesuatu itu benar-benar tidak ada, sebagaimana ungkapan para filosof: tidak diketahui bukan berarti tiada.
Manusia
dapat mengetahui berbagai persoalan nonmateri seperti ruh, jiwa, dan akal
dengan ilmu hudhuri. Argumen rasional pun telah banyak membuktikan berbagai
wujud nonmateri dalam buku-buku filsafat. Bukti paling utama atas keberadaan
ruh yang nonmateri adalah fenomena mimpi, perbuatan-perbuatan para pesuluk,
mukjizat-mukjizat para Nabi, dan karamah para wali Allah.
Untuk
meruntuhkan asas-asas Materialisme, dapat pula menggunakan dalil-dalil yang
digunakan untuk menyingkap wujud Tuhan dan kenonmaterian-Nya.
Sanggahan Atas Asas Kedua
Asas
ini berlandaskan pada keabadian dan keutuhan materi. Kesimpulannya, materi itu
bukan yang tercipta.
Kritik
atas dasar ini adalah:
Pertama, kita tidak mungkin dapat
menetapkan keabadian materi berdasarkan dalil-dalil ilmiah dan eksperimen.
Karena, ruang-lingkup eksperimen sangatlah terbatas yang tidak mungkin dapat
mencakup bidang ini. Bahkan eksperimen apapun tidak akan dapat membuktikan
ketidakterbatasan alam semesta ini dari sisi ruang dan waktunya.
Kedua, bahwa keabadian materi tidak
memestikan ketak-butuhannya kepada pencipta. Misalnya, asumsi adanya gerak
mekanik yang bersifat abadi menuntut asumsi adanya potensi penggerak yang bersifat
abadi pula, bukan malah membuktikan ketidakbutuhannya kepada potensi penggerak.
Di samping itu, pandangan bahwa materi itu tidak dicipta berarti ia merupakan Tuhan. Pada pelajaran kedelapan telah kita buktikan kemustahilan materi sebagai Tuhan.
Di samping itu, pandangan bahwa materi itu tidak dicipta berarti ia merupakan Tuhan. Pada pelajaran kedelapan telah kita buktikan kemustahilan materi sebagai Tuhan.
Sanggahan Atas Asas Ketiga
Dasar
ketiga ini adalah pengingkaran atas tujuan alam semesta sebagai akibat dari
mengingkari Sang Pencipta. Tentu, jika kita dapat membuktikan adanya Sang
Pencipta yang bijak, dasar pemikiran ini akan gugur.
Di
samping itu, ada sebuah pertanyaan yang perlu mereka jawab, yaitu bahwa setiap
orang yang berakal –ketika menyaksikan hasil ciptaan manusia– mengetahui bahwa
mereka mempunyai tujuan. Akan tetapi ketika ia menyaksikan tatanan alam semesta
yang menakjubkan, dan memiliki hubungan yang serasi antara satu dengan yang
lainnya, serta memberikan anugerah kenikmatan yang melimpah ruah yang tidak
terhitung banyaknya, bagaimana mungkin ia meyakini bahwa alam tersebut tidak
memiliki tujuan?
Sanggahan Atas Asas
Keempat
Dasar
keempat bagi pandangan dunia Materialisme adalah membatasi sebab hanya pada
hubungan materi pada feno-mena alam. Banyak sekali kritik yang dilontarkan atas
dasar ini, di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, bahwa dasar dan pandangan ini
melazimkan tidak ditemukannya realitas yang baru apapun di alam ini. Padahal,
kita senantiasa saksikan munculnya fenomena-fenomena materi yang baru,
khususnya pada alam manusia dan binatang. Paling utamanya adalah kehidupan,
rasa, sensi-tifitas, indra, pikir, penciptaan dan kehendak. Kaum Materialis
menganggap bahwa fenomena-fenomena ini merupakan ciri-ciri khas materi dan
bukan sesuatu yang lain.
Ada
beberapa catatan untuk menjawab pandangan di atas:
Bahwa
keunikan yang melazimkan materi dan material yang tidak mungkin berpisah
darinya adalah imtidad (ekstensi) dan dapat dibagi. Ciri-ciri ini tidak
ditemukan pada fenomena-fenomena yang telah kami sebutkan.
Tidak
diragukan lagi bahwa fenomena-fenomena yang dinamakan "keunikan
materi" tersebut tidak ditemukan pada materi yang tidak bernyawa. Dengan
kata lain, materi tersebut sebelumnya tidak memiliki keunikan masa. Barulah
kemudian keunikan masa ini diwujudkan padanya. Dengan demikian,
fenomena-fenomena itu –yang dikenal dengan tipologi materi– butuh kepada
pencipta yang telah mengadakannya di dalam materi. Pencipta inilah yang
dinamakan 'illat mujidah (sebab pengada).
Kedua, pandangan ini melazimkan Jabariyah (deter-minisme) atas munculnya seluruh fenomena alam, karena tidak ada peluang baginya untuk berikhtiar dan berkehendak akibat pengaruh dan reaksi materi. Sedangkan menolak ikhtiar –di samping bertentangan dengan nurani dan realita– dapat melazimkan pengingkaran terhadap tanggung jawab, norma-norma moral dan nilai-nilai maknawi. Dan kita tahu betapa malapetaka yang akan menimpa atas kehidupan manusia akibat mengingkari tanggung jawab dan nilai-nilai akhlak tersebut.
Akhirnya,
dengan memperhatikan bahwa materi itu tidak mungkin sebagai wajibul wujud
–sebagaimana telah kami buktikan pada pembahasan yang telah lalu– maka ia (materi)
harus memiliki sebab. Sebab tersebut mesti bukan berupa sebab natural dan
penyiap. Karena, hubungan-hubungan tersebut tidak dapat dipahami kecuali di
antara hal-hal material saja. Adapun totalitas materi itu sendiri tidak mungkin
memiliki hubungan semacam itu dengan sebabnya. Atas dasar ini, sebab yang
mengadakan materi adalah Sebab Pengada yang nonmateri.
bersambung..........
Gambar : Islamcity.org
*Tulisan ini terdiri dari tiga bagian yang disajikan pada kajian terbatas di Komunitas Sungai Kenabian (Akhir Januari 2020) di Kota Makassar
1 Komentar
Keren blognya
BalasHapus