Subscribe Us

ksk logo.jpg

Rubrik Kesehatan: Mengenal Dunia Pengobatan Islam (3)




Oleh : Shinta R. Siola

               Humoralisme dalam Tebbe Islam
  Pada tulisan sebelumnya telah dibahas singkat, bahwa sistem pengobatan dasar yang berfokus pada darah, tak terpisah dari jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Jenis makanan menentukan kualitas darah, kesehatan dan produktivitas anggota tubuh.
  Disebutkan juga, para pakar medis kuno Iran mengenal empat (4) cairan yang mempengaruhi keseimbangan tubuh, yaitu: darah, empedu kuning, empedu hitam, dan cairan lendir. Para pakar percaya, bahwa diagnosis penyakit didasarkan pada kondisi empat cairan tubuh ini, sekaligus acuan penulisan resep dan peracikan obat. Inilah yang membedakan sistem pengobatan Islam (tebbe Islami) dengan sistem pengobatan lainnya.
  Imam Shodiq as saat ditanya oleh seorang tabib India, Bagaimana cara anda menangani demam?” Imam as menjawab, “Kami mengobati panas (baca: darah) dengan dingin; dingin (baca: empedu hitam) dengan panas; basah (baca: lendir) dengan kering; dan kering (baca: empedu kuning) dengan basah. Adapun hasilnya, kami berserah kepada Allah Ta’ala. Kami mengikut kaidah alam, sebagaimana perkataan Nabi saw, “Ketahuilah kalian, bahwa lambung adalah rumah segala penyakit, dan menjaganya (baca: menjaga sehat sebelum sakit) adalah sebaik-baik obat...”
 Sebagaimana pandangan Ayatullah Tabriziyan, Al-Ustadz Aghachani juga membedakan tebb-e Islami Ahlulbait dengan maktab medis lainnya, bahwa dalam tebbe Islami dikenal satu kaidah pengobatan, yaitu pengobatan berlawanan. Panas dinetralisir oleh dingin, dingin oleh panas; basah oleh kering, dan kering oleh basah. Hanya para tabib mahir yang mampu mendiagnosa gejalanya dan meracik obat penangkalnya. Mari mengenal empat jenis cairan tubuh ini beserta sifat, fungsi, dan penyebab ketidakseimbangannya.

Darah

  Menurut penelitian kesehatan modern, tubuh manusia dewasa didominasi oleh cairan darah, yaitu 4,5 - 5,5 liter. Komposisi cairan darah terdiri atas 45% korpuskula dan 55% plasma darah. Adapun kospuskula ini tersusun dari 99% sel darah merah, 0,6-1,0% trombosit (keping-keping darah), dan 0,2% leukosit. Sedangkan plasma darah terdiri dari  91% air, 8% protein, 0,9% mineral, dan sisanya adalah unsur garam.
  Sel darah merah (Hb) berperan penting dalam proses pengedaran oksigen. Kekurangan sel darah merah mengakibatkan anemia, mudah lelah, pusing, sakit kepala, jantung berdebar, nafas cenderung pendek, nyeri dada, dingin pada telapak tangan dan kaki. Gejala umum yang ditimbulkan dapat mengakibatkan berbagai penyakit berat, seperti thalassemia, gagal ginjal, gangguan haid yang ekstrim, dan mengancam keselamatan janin dalam rahim.
  Adapun plasma darah berperan penting dalam proses pengedaran nutrisi dan mineral vital ke seluruh tubuh, seperti natrium, kalium, enzim tubuh, dan lainnya. Plasma darah juga berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh serta kadar PH (asam-basa) tubuh.
    Dari dua penjelasan fungsi darah, diketahui bahwa penyakit banyak dipengaruhi oleh ketidakseimbangan jumlah dan komposisi darah di dalam tubuh. Diketahui pula bahwa, normal-tidaknya kadar dan tekanan darah ditentukan oleh jenis makanan yang dikonsumsi. Demikian pula dengan suhu dan PH tubuh. Untuk menjaga keseimbangan komposisi dan tekanan darah, diperlukan pola makan yang baik dan kontrol terhadap jenis dan kualitas makanan yang masuk ke tubuh kita. Sebagaimana penjelasan Rasulullah Saw bersabda, “Lambung adalah rumah segala penyakit. Menjaga (sehat sebelum sakit) adalah akar dari semua penyembuhan.[Tebb-e Jami’ Phayambar-e A’zham, hal. 67]

  Urgensi darah bagi tubuh telah dijelaskan oleh Imam Shodiq as dalam banyak riwayat. Akan tetapi satu hal yang menarik dibahas adalah, mengapa ketika darah mengantarkan cairan Ibuprofen (untuk mengobati sakit kepala atau gigi), cairan tersebut tidak dibawa ke arah kaki? Atau sebaliknya, ketika darah mengantarkan cairan Ambeven (untuk mengobati wasir, daerah bawah), cairah obat tersebut tidak dibawa ke daerah telinga? Bagaimana darah dapat menyadari dan menjalankan tugasnya dengan benar? Pertanyaan semisal ini pernah ditanyakan oleh seorang tabib India kepada Imam Shodiq as. Kemudian beliau menjawab, “Tuhan telah mengkadarkan hikmat dan pentadbiran tersebut kepada darah.” [Nuskheh-haye Phishgiri va Darman-e Ahle Bait as, hal. 290-298]
  Apakah ini berarti, bahwa darah tidak pernah salah dalam mengantarkan pesanan obat dari para dokter ke organ tubuh yang sakit? Lalu mengapa sakit tak terobati, jika resep obat tersebut adalah valid? Apakah jumlah darah manusia akan berkurang drastis sebelum kematian? Tentu, tidak! Ada beberapa kemungkinan jawaban, diantaranya: 1) kesalahan diagnosis, dan obatnya, 2) sistem tubuh rusak secara keseluruhan, 3) kematian normal (sakit selama 40 hari), maupun mendadak (sakit kurang dari 14 hari). 


Apakah Darah adalah Sumber Penyakit?
  Tubuh manusia dominan oleh cairan berupa darah. Jika darah adalah sumber penyakit, maka bagaimana manusia dapat bertahan hidup hingga 70, 80, bahkan 120 tahun lamanya? Olehnya, darah adalah pendukung tubuh. Tanpa darah, organ tubuh tidak mampu menjalankan fungsinya. Meski demikian, ketidakseimbangan pada darah akan menyebabkan penyakit. Olehnya, darah (kadar, komposisi, dan tekanannya) mesti dipertahankan kestabilannya.
  Disebutkan dalam sebuah Hadis Qudsi, “Allah Ta’ala menciptakan Adam dan keturunannya, yang mana tubuh mereka terdiri dari empat sesuatu yang bersifat panas, dingin, kering, dan basah. Manusia tercipta dari unsur tanah dan air, lalu nafs (jiwa) dan ruh (nyawa) ditempatkan di dalamnya. Sifat keringnya badan bersumber dari unsur tanah, basah dari unsur air, panas dari unsur nafs, dan dingin dari unsur ruh. Pasca penciptaan pertama ini, Allah Ta’ala menciptakan empat sesuatu dalam tubuh manusia, di mana badan bertopang padanya. Keempat sesuatu ini tidak bekerja sendiri-sendirinya, tapi bersama-sama. Empat sesuatu itu adalah darah, empedu kuning, empedu hitam, dan lendir...” [Nuskheh-haye Phishgiri va Darman-e Ahle Bait as, hal. 232]

Bagaimana Sifat Darah?
  Aghazhani mengidentifikasi bersifat darah, adalah panas dan basah. Dari segi warna, darah bisa saja berwarna merah kehitaman dan agak lebih muda. Dari segi bentuk, darah bersifat cair, tapi tidak encer dan tidak kental. Dari segi bau, mengikut pada dzatnya. Tapi darah yang sehat tidak mengandung bau nanah. Dari segi rasa, adalah sedikit manis. Adapun  klasifikasi alamiah darah ini telah didukung oleh penelitian darah di laboratorium ilmiah. [lih.  Kelas online Aghachani]
  Disebutkan dalam sebuah Hadis Qudsi, “Allah Ta’ala menciptakan Adam dan keturunannya, yang mana tubuh mereka terdiri dari empat sesuatu yang bersifat panas, dingin, kering, dan basah. Manusia tercipta dari unsur tanah dan air, lalu nafs (jiwa) dan ruh (nyawa) ditempatkan di dalamnya. Sifat keringnya badan bersumber dari unsur tanah, basah dari unsur air, panas dari unsur nafs, dan dingin dari unsur ruh. Pasca penciptaan pertama ini, Allah Ta’ala menciptakan empat sesuatu dalam tubuh manusia, di mana badan bertopang padanya. Keempat sesuatu ini tidak bekerja sendiri-sendirinya, tapi bersama-sama. Empat sesuatu itu adalah darah, empedu kuning, empedu hitam, dan lendir. Setelah itu Allah Ta’ala meletakkan empat unsur tubuh (panas, dingin, kering, dan basah) ke masing-masing empat cairan tubuh ini. Unsur kering pada empedu hitam, basah pada lendir, panas pada darah, dan dingin pada empedu kuning” [Nuskheh-haye Phishgiri va Darman-e Ahle Bait as, hal. 232]
  Jadi, ketika darah tidak menjalankan fungsinya dengan baik (yaitu, memberi kesehatan, kekuatan, dan keseimbangan alamiah pada manusia), maka ada yang ‘salah’ pada darah. Itulah sebabnya, mengapa para ahli medis modern mengawali vonis penyakit dengan pemeriksaan darah di laboratorium, dan membuka bank darah untuk penanganan darurat atas penyakit yang menyerang tubuh. Bersambung.

Bahan Rujukan:
1-    Nuskheh-haye Phishgiri va Darman-e Ahle Bait as, Hasan Zarqani, Jilid 1, Cet. 2, Qom, 1395.
2-    Materi kuliah Pengobatan Islami “Mezaj Shanasi Karbordi”, oleh Al-Ustadz Aqhachani.
3-     Tebb-e Jami’ Phayambar-e A’zham Saw, Laif Rasyidi dan Sa’id Rasyidi, Cet. 4, Tehran, 1391.



Posting Komentar

1 Komentar

  1. tabe ustadzah, bagaimana dengan BEKAM,apa termasuk tebbe sunnati?

    BalasHapus