Oleh : Shinta R. Siola
Humoralisme dalam Tebbe Islam
Pada tulisan sebelumnya telah dibahas singkat,
bahwa sistem pengobatan dasar yang berfokus pada darah, tak terpisah dari jenis
makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Jenis makanan menentukan kualitas darah,
kesehatan dan produktivitas anggota tubuh.
Disebutkan juga, para pakar medis kuno Iran
mengenal empat (4) cairan yang mempengaruhi keseimbangan tubuh, yaitu: darah,
empedu kuning, empedu hitam, dan cairan lendir. Para pakar percaya, bahwa
diagnosis penyakit didasarkan pada kondisi empat cairan tubuh ini, sekaligus acuan
penulisan resep dan peracikan obat. Inilah yang membedakan sistem pengobatan
Islam (tebbe Islami) dengan sistem pengobatan lainnya.
Imam Shodiq as saat ditanya oleh seorang tabib
India, “Bagaimana
cara anda menangani demam?” Imam as menjawab, “Kami mengobati panas (baca:
darah) dengan dingin; dingin (baca: empedu hitam) dengan panas; basah (baca:
lendir) dengan kering; dan kering (baca: empedu kuning) dengan basah. Adapun
hasilnya, kami berserah kepada Allah Ta’ala. Kami mengikut kaidah alam, sebagaimana
perkataan Nabi saw, “Ketahuilah kalian, bahwa lambung adalah rumah segala
penyakit, dan menjaganya (baca: menjaga sehat sebelum sakit) adalah sebaik-baik
obat...”
Sebagaimana pandangan Ayatullah Tabriziyan,
Al-Ustadz Aghachani juga membedakan tebb-e Islami Ahlulbait dengan maktab medis
lainnya, bahwa dalam tebbe Islami dikenal satu kaidah pengobatan, yaitu
pengobatan berlawanan. Panas dinetralisir oleh dingin, dingin oleh panas; basah
oleh kering, dan kering oleh basah. Hanya para tabib mahir yang mampu
mendiagnosa gejalanya dan meracik obat penangkalnya. Mari mengenal
empat jenis cairan tubuh ini beserta sifat, fungsi, dan penyebab
ketidakseimbangannya.
Darah
Menurut penelitian kesehatan modern, tubuh manusia
dewasa didominasi oleh cairan darah, yaitu 4,5 - 5,5 liter. Komposisi cairan
darah terdiri atas 45% korpuskula dan 55% plasma darah. Adapun kospuskula ini
tersusun dari 99% sel darah merah, 0,6-1,0% trombosit (keping-keping darah),
dan 0,2% leukosit. Sedangkan plasma darah terdiri dari 91% air, 8%
protein, 0,9% mineral, dan sisanya adalah unsur garam.
Sel darah merah (Hb) berperan penting dalam proses
pengedaran oksigen. Kekurangan sel darah merah mengakibatkan anemia, mudah
lelah, pusing, sakit kepala, jantung berdebar, nafas cenderung pendek, nyeri
dada, dingin pada telapak tangan dan kaki. Gejala umum yang ditimbulkan dapat
mengakibatkan berbagai penyakit berat, seperti thalassemia,
gagal ginjal, gangguan haid yang ekstrim, dan mengancam keselamatan janin dalam
rahim.
Adapun plasma darah berperan penting dalam proses
pengedaran nutrisi dan mineral vital ke seluruh tubuh, seperti natrium, kalium,
enzim tubuh, dan lainnya. Plasma darah juga berperan penting dalam pengaturan
suhu tubuh serta kadar PH (asam-basa) tubuh.
Dari dua penjelasan fungsi darah, diketahui
bahwa penyakit banyak dipengaruhi oleh ketidakseimbangan jumlah dan komposisi
darah di dalam tubuh. Diketahui pula bahwa, normal-tidaknya kadar dan tekanan
darah ditentukan oleh jenis makanan yang dikonsumsi. Demikian pula dengan suhu
dan PH tubuh. Untuk menjaga keseimbangan komposisi dan tekanan darah,
diperlukan pola makan yang baik dan kontrol terhadap jenis dan kualitas makanan
yang masuk ke tubuh kita. Sebagaimana penjelasan Rasulullah Saw bersabda, “Lambung
adalah rumah segala penyakit. Menjaga (sehat sebelum sakit) adalah akar dari
semua penyembuhan.”
[Tebb-e Jami’ Phayambar-e A’zham, hal. 67]
Urgensi darah bagi tubuh telah dijelaskan oleh
Imam Shodiq as dalam banyak riwayat. Akan tetapi satu hal yang menarik dibahas
adalah, mengapa ketika darah mengantarkan cairan Ibuprofen (untuk mengobati
sakit kepala atau gigi), cairan tersebut tidak dibawa ke arah kaki? Atau
sebaliknya, ketika darah mengantarkan cairan Ambeven (untuk mengobati wasir,
daerah bawah), cairah obat tersebut tidak dibawa ke daerah telinga? Bagaimana
darah dapat menyadari dan menjalankan tugasnya dengan benar? Pertanyaan semisal
ini pernah ditanyakan oleh seorang tabib India kepada Imam Shodiq as. Kemudian
beliau menjawab, “Tuhan telah mengkadarkan hikmat dan pentadbiran tersebut
kepada darah.” [Nuskheh-haye Phishgiri va Darman-e Ahle Bait as,
hal. 290-298]
Apakah ini berarti, bahwa darah tidak pernah salah
dalam mengantarkan pesanan obat dari para dokter ke organ tubuh yang sakit?
Lalu mengapa sakit tak terobati, jika resep obat tersebut adalah valid? Apakah
jumlah darah manusia akan berkurang drastis sebelum kematian? Tentu, tidak! Ada
beberapa kemungkinan jawaban, diantaranya: 1) kesalahan diagnosis, dan obatnya,
2) sistem tubuh rusak secara keseluruhan, 3) kematian normal (sakit selama 40
hari), maupun mendadak (sakit kurang dari 14 hari).
Apakah
Darah adalah Sumber Penyakit?
Tubuh manusia dominan oleh cairan berupa darah.
Jika darah adalah sumber penyakit, maka bagaimana manusia dapat bertahan hidup
hingga 70, 80, bahkan 120 tahun lamanya? Olehnya, darah adalah pendukung tubuh.
Tanpa darah, organ tubuh tidak mampu menjalankan fungsinya. Meski demikian,
ketidakseimbangan pada darah akan menyebabkan penyakit. Olehnya, darah (kadar,
komposisi, dan tekanannya) mesti dipertahankan kestabilannya.
Disebutkan dalam sebuah Hadis Qudsi, “Allah
Ta’ala menciptakan Adam dan keturunannya, yang mana tubuh mereka terdiri dari
empat sesuatu yang bersifat panas, dingin, kering, dan basah. Manusia tercipta
dari unsur tanah dan air, lalu nafs (jiwa) dan ruh (nyawa) ditempatkan di
dalamnya. Sifat keringnya badan bersumber dari unsur tanah, basah dari unsur
air, panas dari unsur nafs, dan dingin dari unsur ruh. Pasca penciptaan pertama
ini, Allah Ta’ala menciptakan empat sesuatu dalam tubuh manusia, di mana badan
bertopang padanya. Keempat sesuatu ini tidak bekerja sendiri-sendirinya, tapi
bersama-sama. Empat sesuatu itu adalah darah, empedu kuning, empedu hitam, dan
lendir...” [Nuskheh-haye Phishgiri va Darman-e Ahle Bait as, hal.
232]
Bagaimana
Sifat Darah?
Aghazhani mengidentifikasi bersifat darah, adalah
panas dan basah. Dari segi warna, darah bisa saja berwarna merah kehitaman dan
agak lebih muda. Dari segi bentuk, darah bersifat cair, tapi tidak encer dan
tidak kental. Dari segi bau, mengikut pada dzatnya. Tapi darah yang sehat tidak
mengandung bau nanah. Dari segi rasa, adalah sedikit manis. Adapun klasifikasi
alamiah darah ini telah didukung oleh penelitian darah di laboratorium ilmiah.
[lih. Kelas online Aghachani]
Disebutkan dalam sebuah Hadis Qudsi, “Allah
Ta’ala menciptakan Adam dan keturunannya, yang mana tubuh mereka terdiri dari
empat sesuatu yang bersifat panas, dingin, kering, dan basah. Manusia tercipta
dari unsur tanah dan air, lalu nafs (jiwa) dan ruh (nyawa) ditempatkan di
dalamnya. Sifat keringnya badan bersumber dari unsur tanah, basah dari unsur
air, panas dari unsur nafs, dan dingin dari unsur ruh. Pasca penciptaan pertama
ini, Allah Ta’ala menciptakan empat sesuatu dalam tubuh manusia, di mana badan
bertopang padanya. Keempat sesuatu ini tidak bekerja sendiri-sendirinya, tapi
bersama-sama. Empat sesuatu itu adalah darah, empedu kuning, empedu hitam, dan
lendir. Setelah itu Allah Ta’ala meletakkan empat unsur tubuh (panas, dingin,
kering, dan basah) ke masing-masing empat cairan tubuh ini. Unsur kering pada
empedu hitam, basah pada lendir, panas pada darah, dan dingin pada empedu
kuning” [Nuskheh-haye Phishgiri va Darman-e Ahle Bait as, hal. 232]
Jadi, ketika darah tidak menjalankan fungsinya
dengan baik (yaitu, memberi kesehatan, kekuatan, dan keseimbangan alamiah pada
manusia), maka ada yang ‘salah’ pada
darah. Itulah sebabnya, mengapa para ahli medis modern mengawali vonis penyakit
dengan pemeriksaan darah di laboratorium, dan membuka bank darah untuk
penanganan darurat atas penyakit yang menyerang
tubuh. Bersambung.
Bahan
Rujukan:
1- Nuskheh-haye
Phishgiri va Darman-e Ahle Bait as, Hasan Zarqani, Jilid 1, Cet. 2,
Qom, 1395.
2- Materi
kuliah Pengobatan Islami Mezaj Shanasi Karbordi, oleh Al-Ustadz
Aqhachani.
3-
Tebb-e Jami Phayambar-e Azham Saw, Laif Rasyidi dan Said
Rasyidi, Cet. 4, Tehran, 1391.
1 Komentar
tabe ustadzah, bagaimana dengan BEKAM,apa termasuk tebbe sunnati?
BalasHapus