Subscribe Us

ksk logo.jpg

KAIN KAFAN, CINCIN, DOA DAN KESADARAN KEMATIAN

Pengantar atas kematian Qasim Sulaimani
Oleh : Tajuddin Noer

Kain Kafan dan Qasim Suleimani
Ayatullah Javadi Amuli hf di akhir pelajaran Bahsul Kharij kemarin di Masjid A'dham menyampaikan: "Dia (Qosim Sulaimani) tahun lalu ketika datang ke Qom, memiliki pertemuan dengan beberapa orang (ulama).

Ketika datang ke Yayasan, dia datang bersama beberapa orang. Dan setelah mereka pergi dia berkata kepada saya: "Hajj Agha (Ayatullah Javadi, pen), saya memiliki sebuah hajat."
Saya pun menjawab: "silahkan!"

Saya melihat dia mengeluarkan sehelai kain dari kantongnya kemudian berkata: "Ini adalah kafan saya, berilah kesaksian!"

Saya pun menjawab:
 "Kelayakan apa yang saya miliki sehingga memberi kesaksian!"

Seseorang (Qosim Sulaimani) yang seumur hidupnya khidmat kepada al-Quran, menjaga kehormatan kita, menjaga keamanan kita, menjaga nama baik kita, menjaga agama kita, menjaga kemuliaan kita, menjaga negara kita, menjaga perkataan Imam, menjaga perkataan Rahbar!

Saya pun berkata: "Baiklah saya akan memberi tanda tangan/kesaksian."

"Ya Allah, Engkau menjadi saksi bahwa saudara mulia kami ini adalah pelaksana perintah-perintah-Mu, sekarang juga dengan sebaik-baik keadaan jadikanlah dia sebagai tamu-Mu, kumpulkanlah dia bersama para Nabi as, kumpulkanlah dia bersama para Waliyullah, kumpulkanlah dia bersama para syuhada Karbala, kumpulkanlah dia bersama Imam Husain ibn Ali ibn Abi Tholib as."

Doa Ayatullah  Javadi Amuli tersebut di atas menyebutkan secara umum akan kedekatan mereka pada Allah, tentu dengan menyebutkan sifat-sifat mulia pada orang mati. Bahkan potongan doa sapu Jagad “wa fil akhirati khasanah”, kebaikan akhirat, betapa signal tersebut menunjukan bahwa di alam sana, bukan dunia yang bermasa dan ber-ruang ini, akan tetapi dunia yang lebih halus, karena itu manusia harus berhati-hati.

Karena itulah Imam Ali memberi nasehat tentang kematian. Yang jika dipahami secara baik, bahwa nasehat tersebut akan membawa kita pada kecintaan akan mati. Setiap orang yang menisbahkan cinta pada objek, ia akan senantiasa menjaga dan merawat apa dicintainya tersebut. Mencintai kematian tidak berarti kita akan berbuat sembrono agar kita bisa mati secepat mungkin.

Mencintai kematian berarti kita akan menjaga kehidupan agar terisi dengan hal-hal posistif.

Berikut ini adalah nasehat Imam Ali tentang kematian. Tentang apa saja yang dialami oleh Qasim Suleimani, nampak bahwa ia memahami secara mahir serta melakukan tanpa keraguan isi ungkapan Imam Ali.

" Aku nasehati kalian supaya mengingat kematian dan mengurangi kelalaian kalian pada-Nya. Mengapa kalian mengabaikan Dia yang tidak mengabaikanmu? Mengapa kalian mengharapkan Dia (Malaikat maut) yang tidak akan memberi waktu kepada engkau? Orang mati yang telah kalian lihat cukuplah sebagai nasihat. Mereka dibawa ke kuburnya, tidak menunggang sendiri, dan ditempatkan di dalamnya, tetapi bukan atas kemauannya sendiri.

Tampaknya, seakan-akan mereka tak pernah hidup di dunia ini dan seakan-akan dunia akan datang, selalu merupakan kediaman mereka. Mereka telah membuat sunyi tempat di mana mereka dahulu hidup, dan sekarang sedang hidup di mana dahulu mereka merasa sunyi.

Mereka dahulu tetap sibuk tentang apa yang akan mereka tinggalkan, dan tidak peduli ke mana mereka harus pergi? Sekarang mereka tak dapat melepaskan diri dari keburukan, tak dapat pula menambah kebajikan mereka. Mereka tertaut kepada dunia dan dunia itu menipunya. Mereka mempercayainya dan dia menjungkirkan mereka.

Wahai manusia, sesungguhnya dunia ini adalah suatu lintasan, sedang dunia-akhirat adalah tempat kediaman yang kekal. Maka ambillah dari lintasan itu (apa yang dapat kalian ambil). Jangan kalian robek tirai kalian di hadapan-Nya yang mengetahui rahasia-rahasia kalian.

Jauhkan dari dunia ini hati kalian sebelum tubuh kalian pergi darinya, karena di sini kalian diuji, sedang kalian diciptakan untuk dunia yang akan datang. Ketika seseorang mati, orang bertanya harta apa yang ditinggalkannya, sementara malaikat bertanya amal baik apa yang telah dikirimkannya ke depan; itu akan menjadi pinjaman bagi kalian, dan janganlah tinggalkan semuanya, karena hal itu akan menjadi beban bagi kalian.

Sesungguhnya kematian akan mengakhiri kenikmatan kalian, merusak kesenangan kalian dan menyingkirkan tujuan-tujuan kalian. Dia adalah pengunjung yang tak dikehendaki, lawan yang tidak kelihatan dan pembunuh yang tak bertanggung jawab.

Kerjakanlah amal baik selagi kalian masih dalam keluasan hidup, buku-buku untuk catatan amal masih terbuka, tobat masih diberikan, pelari (dari Allah) masih dipanggil, dan orang berdosa masih diberi harapan yang baik, sebelum cahaya amal dipadamkan, sebelum waktu habis kadaluwarsa, sebelum hidup berakhir, sebelum pintu tobat tertutup, dan sebelum malaikat naik ke langit.

Oleh karena itu, hendaklah orang mengambil manfaat dari dirinya sendiri bagi dirinya sendiri, dari yang hidup untuk yang mati, dari yang fana untuk yang ada, dari yang berangkat untuk yang tinggal. Setiap orang harus takut kepada Allah sementara dia diberi usia untuk hidup sampai matinya, dan diberi waktu untuk beramal.

Setiap orang harus mengendalikan dirinya dengan kendali dan memegangnya dengan kekangnya; dengan kendali dia harus mencegahnya dari pendurhakaan kepada Allah, dan dengan kekang dia harus memimpinnya kepada ketaatan kepada Allah.

Sekiranya kalian dapat melihat apa yang telah disaksikan oleh orang-orang dari kalangan kalian yang telah mati, kalian akan bingung dan takut. Pada saat itu, kalian akan mendengarkan dan menaati; tetapi apa yang telah mereka lihat masih ditabiri dari kalian.

Tak lama lagi, tirai akan dirobek-robek. Kepada kalian yang telah diperlihatkan, selagi kalian melihat, kepada kalian telah diperdengarkan, selagi kalian mendengarkan; kalian telah diberi petunjuk, selagi kalian menerima petunjuk.

Aku berkata kepada kalian dengan benar. Kalian telah dipanggil dengan nyaring oleh contoh-contoh dan diperingatkan melalui pokok yang penuh peringatan. Setelah para Rasul ilahi (malaikat), hanya manusia yang dapat menyampaikan risalah dari Allah."

Dialog singkat antara Javadi Amuli dengan Jenderal Qasim Suleimani tersebut di atas, menyadarkan kita, pada suatu realitas kematian yang datang dan pergi tanpa di ketahui. Karena ketidaktahuan itu, setiap dari manusia memiliki penyikapan yang berbeda-beda. Ada orang tidak memikirkan sama sekali tentang kematian, meskipun ia tahu bahwa manusia akan diperhadapkan pada realitas kematian.

Mereka beranggapan bahwa, hari ini bukan persoalan, hari besok apa yang kita alami dan rasakan hari ini adalah milik hari ini, mengenai besok, lusa dan seterusnya biarlah menjadi urusan berikutnya. Mengenai kontinuitas hari ini dan besok adalah soal hukum semesta yang memang harus seperti itu. Cara berpikir seperti ini, adalah mereka yang tidak memiliki keyakinan hari akhir ( Al-Ma'ad ), sebagai hari selesainya semua urusan dengan adil.

Sementara pada sisi lainnya, kita menyaksikan ada segelintir orang seakan-akan mengerahkan seluruh kemampuan duniawinya dalam rangka mempersiapkan hari kematiannya. Seluruh aktivitasnya digambarkannya sebagai alam kematian, akibatnya ia berjalan seperti bayangan orang mati. Artinya, kehidupan dunianya semata-mata untuk akhiratnya.

Kalau dulu kita sering mendengar bahwa “kejarlah duniamu seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya dan kejarlah akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok. Jika direnungkan sedalam-dalamnya kita akan diperhadapkan pada pemikiran sekularisme, yakni sebuah anggapan yang memisahkan antara dunia dan akhirat dalam beribadah. Maka tidak heran ada orang yang kerja banting tulang tapi semata-mata hanya untuk bekerja. Dan ada juga orang sudah enggan dengan dunia, tidak peduli dengan sesama, bahkan keluarga.

Harusnya bagaimana kita menyikapi realitas ini? Qasim Suleimani adalah contoh yang cukup presisi dengan dua keadaan di atas, yakni, seluruh aktivitas keduniaan dipersembahkan untuk akhirat. Orang bekerja untuk akhirat sudah pasti mendapatkan dunia, tetapi belum tentu sebaliknya. Orang berjalan menuju akhirat akan menanam kebaikan di dunia.

Dunia hanyalah tempat persinggahan untuk membuat petak-petak surga. Karena itu, bagi mereka yang memiliki kecerdasan serta kesadaran keakhiratan akan melihat segala sesuatu sebagai abdi Tuhan. Karena ia senantiasa mengingat kematian, ia senantiasa mempersiapkannya, seperti dialog Jenderal Qasim Suleimani dengan ayatullah Javadi Amuli.

Dalam dialog tersebut sang Jenderal membawa kain kafan untuk ditanda tangani sebagai persaksian atas dirinya, bahwa dirinya telah bersungguh-sungguh di jalan Allah. Agar pada setiap kehidupan kita mengabadikan kematian terlebih dahulu sebelum kita menemui kematian.

Qosim Suleimani, adalah sosok yang melihat kematian dengan segala persiapan, Ketidaksungguhan pada kematian adalah indikasi bahwa kita menyia-nyiakan kehidupan tanpa menanam benih-benih kematian di alam kehidupan ini. Kafan bagi Qasim Suleimani, akan senantiasa mengingatkan, bahkan memicu kerinduan pada kematian.

Karena kesadaran akan kematian itulah, Qasim Suleimani, hampir-hampir tidak pernah berhenti melangkah untuk membantu negara-negara seperti Suria, Afganistan, Yaman dan Irak untuk membebaskan dari para agresor, AS dan Israil serta sekutu-sekutu jahatnya. Ia melintasi gunung, lembah dan padang pasir untuk mencari jejak kematiannya.

Sadar akan kematian, berarti sadar akan kehidupan. Artinya setiap dari kehidupan manusia akan saling terkait pada kematian. Jalan kematian adalah kehidupan, sebab tak ada sesuatu yang tercipta tidak mengalami kematian. Jika seseorang merindukan kematian, karena ia yakin bahwa di alam barzah kehidupan jauh lebih nikmat.

Kain Kafan, adalah layar menuju kematian yang real, sehingga perjalanan jiwa seorang yang sadar dan rindu pada kematian akan melewati lokus-lokus alam barsahi yang tercipta atas amal dan dosa kita didunia fana ini. Kain kafan dan kematian adalah nasehat menuju kesadaran akhirat. Kafan adalah tanda untuk memasuki kesadaran alam barsah.

Kain kafan dan tanda tangan Javadi Amuli adalah saluran berkah, dengan doa dan saksi tanda tangan, akan menjadi salah satu pembawa nikmat di alam barsah tersebut.

Qasim Suleimani meyakini saluran-saluran berkah, termasuk pada para ulama, bisa meringankan beban di alam barsah, karena ketinggian ilmu dan iman mereka. Sekecil apapun berkah, meski setitik debu dari para ulama yang memiliki derajat, akan memberi efek positif kepada yang mengharapkan.

Doa Dan Ziarah
Di dalam saku Jenderal Qasim Suleimani ditemukan secarik kertas setelah kematiannya, salah satu doa dari Imam Ali kw, doa itu dikenal dengan doa Al-Yasir sebagai berikut ;

"Duhai yang tak pernah menolak kebaikan walaupun sedikit dan selalu memaafkan kesalahanku yang banyak. Terimalah dariku yang sedikit ini dan maafkanlah kesalahanku yang banyak. Sungguh Engkau Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang."

Doa Al-Yasir tidak sekedar berfungsi  sebagai doa, tetapi sekaligus sebagai munajat atau rintihan seorang hamba pada Tuhannya. Kenapa? Sebab di sana terlebih dahulu diawali dengan pengakuan bahwa amal masih terlalu sedikit, sementara kesalahan banyak.

Ketika seseorang mengetuk “pintu” Tuhan dengan cara merintih, memelas bahkan menangis, itu menujukan pengakuan serendah-rendahnya hamba. Karena itu seorang hamba hanya pantas untuk meminta pada Tuannya. Dan seorang hamba atas Rahman Allah, telah menjadikannya mengemis pada tuannya, karena setiap peminta di hadapan-Nya, tuannya tidak pernah mengecewakan para hamba yang meminta.

Ziarah, di yakini sebagai bentuk ibadah dalam rangka mendekatkan diri pada Allah swt, semasa hidup, kunjungan antara sahabat, tetangga dan keluarga kita sebut sebagai silaturahmi atau ziarah, yang memiliki berbagai faedah, demikian juga dengan ziarah pada orang-orang yang sudah mati. Tentu masih memiliki pengaruh positif. Paling tidak aura karomah akan terasa sebagai sugesti jiwa manusia.

Ziarah dan doa adalah, melepaskan alam jasad kita, keluar dari penjara dunia menuju alam imajinasi, adalah pelajaran pengantar menuju kematian. Agar jiwa kita dapat melintasi alam tersebut dengan baik, harus ada kesungguhan yang melampaui batas-batas normatif akhlaki.

Riwayat hidup Qasim Suleimani menujukan upaya untuk meretas alam kematian dengan cara menjalani hidup penuh dengan khidmat. Ia meyakini perjalanan kematian seseorang di alam barzah ditentukan perjalanan keduniaan kita, begitulah mereka meyakini, bahwa perjalanan jiwa setelah dunia akan menembus lokus-lokus perbuatan kita selama di dunia. Apakah pada orang mati, apa lagi orang-orang yang memiliki ketinggian ilmu dan takwa benar-benar sudah tidak bisa memberi efek pada kehidupan dunia.  Mari kita lihat bagaimana Allah berfirman dengan hal kematian.

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah, itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. "(3: 169).

Orang yang gugur di jalan Allah sungguh masih hidup. Hidup dalam arti hierarkis berarti perpindahan manusia ke alam yang lebih halus dari alam dunia ini. Mereka itu hidup di sisi Tuhannya. Berarti orang yang mati di jalan Allah berada dalam naungan Allah, yakni di sisi Tuhan, dengan tetap mendapat rezeki dari Allah swt.

Semasa hidup Jenderal Qasim Suleimani, ziarah adalah salah satu media spiritual, dimana alam pikiran manusia akan mengalami transformasi psikologi sebagai awal dari transformasi spiritual di luar kehidupan ini. Ziarah diyakini sebagai salah satu media untuk memberi daya mistik dalam mempengaruhi doa kepada Allah swt.

Orang suci, imam dan para sufi telah banyak memberikan bukti-bukti bahwa “daya mati” itu masih memiliki pengaruh pada “daya kehidupan”. Bahkan dalam khasanah tasawuf, kita sering membaca bahwa orang-orang yang mati sering datang di alam mimpi memberi pesan, wasiat, bahkan wirid tertentu pada seseorang.

Lalu, mengapa kehidupan yang lebih tinggi dari kehidupan dunia ini tidak bisa memberi pengaruh pada dunia yang ada di bawahnya? Ya, karena pikiran kita telah dicekoki dengan filsafat empirisme, yang hanya mengakui kebenaran pada apa yang ia lihat.

Cincin Dan Doa Kesyahidan
Cincin bagi sebahagian orang dianggap hanya sebagai perhiasan belaka, tetapi bagi kalangan Ahlul bait, atau NU di Indonesia, cincin memiliki korelasi dengan sunnah. Bahkan kalangan Ahlul bait mereka menganggap, di samping sebagai sunnah juga dianggap sebagai ciri dari pengikut Ahlul bait.

Batu permata dalam berbagai khasanah dan kepercayaan mengandung mistis. Setiap batu memiliki energi yang fungsinya berbeda-beda. Karena energi yang dimiliki itulah sehingga mampu menangkal energi negatif selama energi yang masuk memiliki energi lebih rendah dari energi yang menjadi objek.

Suatu ketika batu cincin akik yang dipakai oleh Qasim Suleimani, dilihat oleh putri syahid dari Hajj Emad, Fatimah meminta cincin yang dipakai oleh Qasim Suleimani, oleh Qasim Suleimani, menyetujui permintaan itu dengan syarat, ia didoakan di Makam Imam Rido agar bisa menjadi Syahid.

Sepintas lalu cerita tersebut kelihatannya biasa-biasa saja. Tetapi, menjadi luar biasa karena seorang Jenderal yang sangat segani oleh musuh, selalu memohon agar ia bisa mati syahid, Yakni cara mati paling agung. Sang Jendral tidak hanya bintang pada kepangkatan dan kehebatan dalam militer, tetapi ia mampu mengitegrasikan dengan kesadaran kematian dihampir semua momen.
Makassar, 07.01.2020

Posting Komentar

0 Komentar