Pada hari Sabtu, 30 Nov 2019, kembali KSK membuka kelas baru kajian Ushuluddin. Materi ini sesungguhnya bukanlah sesuatu yang baru dan jika mengacu pada pembelajaran yang sistemik, pembahasan tentang pokok-pokok agama ini seharusnya dimulai pada awal-awal kajian grup KSK yang sudah menjelang tiga tahunan. Apalagi di wilayah pengkajian ini, seseorang tidak boleh ikut-ikutan dalam memilih pandangan dunia. Dia harus merumuskan sendiri bangunan keyakinan itu dalam bentuk struktur berfikir yang walaupun sederhana tapi paling tidak bisa dipertahankannya secara rasional.
Untuk itulah dalam rangka merekonstruksi pemahaman yang berserak, kajian ini sekaligus untuk mengambil keberkahan ilmu atas pembawa materinya yang otoritatif. Dr. Muhammad Adlani, seorang mantan aktivis MPM Unhas yang sudah lebih 20 tahunan nyantri dan melewati berbagai jenjang pendidikan di negeri para Mullah, yang secara otomatis tentunya mewarisi jalur keilmuan yang bersanad.
Mengawali kajiannya, beliau menegaskan bahwa manusia berbeda dengan makhluk lainnya disebabkan karena faktor ikhtiari yang dimilikinya. Karenanya, di satu sisi manusia bisa menyempurna dan di sisi lain manusia bisa terjatuh pada level yang rendah. Ketika manusia memilih menghamba maka derajatnya bisa melejit lebih tinggi dari malaikat. Dalam penghambaan itulah, manusia dikarunia kesempatan beribadah, dan ibadah yang paling tinggi adalah pengorbanan (itsar) untuk meraih kesempurnaan. Oleh karena itu, balasan dari pengorbanan tersebut sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya, demikian pula derajat ganjarannya di surga juga ditentukan oleh kualitas tersebut.
Lebih lanjut beliau mengibaratkan agama seperti perdagangan MLM. Ada orang yang beramal ingin mendapatkan keuntungan di dunia maupun keuntungan yang lebih tinggi di akhirat. Sebuah hadist kurang lebih muatannya bermakna “apabila ada seseorang yang mengajarkan dua hadist dan orang yang diajari tersebut mengamalkannya, maka pahalanya sama dengan 60 tahun ibadah”. Karena itulah Rasulullah sangat menekankan untuk mencari ilmu, baik ilmu lahiriah maupun batiniah. Segala aktifitas yang berpijak kepada pengetahuan akan memiliki derajat pahala tergantung kualitas pengetahuan seseorang terhadap ibadah yang dilakukannya itu meskipun bentuk ibadahnya sama seperti sholat, puasa, dll.
Ketika seseorang sudah mendapatkan pengetahuan maka pada tingkat selanjutnya adalah bertafakkur. Dalam al Qur’an kata tafakkur adalah fi’il mudhori atau kalimat present tense, sesuatu yang dilaksanakan terus menerus. Sebagaimana hadist nabi yang maknanya berbunyi, “Barangsiapa yang bertafakkur sejenak maka pahalanya sama dengan seribu tahun ibadah”. Oleh karenanya dalam Al Qur’an, Allah memberikan batasan bahwa “Qalilun min ibadiyyassyakur”, sangat sedikit orang yang bisa bersyukur, karena yang bisa bersyukur itu ketika seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi.
Tidak lupa beliau menekankan pentingnya amal. Menurutnya, barangsiapa yang mengamalkan sesuatu yang diketahuinya maka Allah akan memberikan kepadanya pengetahuan yang tidak diketahuinya. Selain itu, barangsiapa yang tidak mengamalkan sesuatu yang diketahuinya maka berarti terhitung sebagai orang yang tidak mengetahui.
0 Komentar