Subscribe Us

ksk logo.jpg

Maulid dan Kesadaran Menuju Tuhan

Maulid, Membangun Madrasah Nubuah
Ia tercipta dari cahaya penuh kasih sayang, ia adalah kesempurnaan dari cipta dan karenanya ia menjadi penyebab segala yang tercipta. Ia datang merahmati dan di akhirat nanti ia memberi syafaat, Ia adalah Muhammad saw.

Ya Nabi salâm ‘alaika (Wahai Sang Nabi, salam untukmu)
Ya Rasûl salâm ‘alaika (Wahai Sang Rasul, salam untukmu)
Ya Habîb salâm ‘alaika (Wahai Sang Kekasih, salamuntukmu)
ShalawatulLâh ‘alaika (Shalawat Allah selalu teruntuk padamu)

Rabiul Awwal adalah bulan istimewa, bulan di mana baginda Nabi Muhammad saw lahir ke bumi. Kelahiran ini sebagai tanda bahwa risalah umat manusia akan terus berlanjut. Kelahiran itu seperti purnama, indah karena bulan memancar pada kegelapan, ia datang menerangi di saat manusia diselubungi kegelisahan, keraguan dan penantian panjang oleh sekelompok manusia yang masih memegang teguh risalah Musa dan Isa. Ahmad nama yang beri oleh Ibunya, Aminah, yang kemudian hari ia dikenal dengan nama Muhammad.

Wajah itu bagai rembulan karena keindahannya, bersinar seperti matahari, menerangi bumi untuk memberi kehidupan. Menatap wajah baginda adalah ibadah, karena pada wajah Rasulullah terpancar cahaya yang membuat setiap penatap akan mengalami keadaan pada dirinya yang dilingkupi dengan keimanan kepada Tuhan. Di sanalah tajalli Tuhan yang paling sempurna, paling agung dan termulia. Wajah yang penuh kharismatik, tuturnya penuh dengan kelembutan, seluruh personifikasi fisiknya indah dan sempurna sebagai cerminan jiwanya yang dipenuhi sifat-sifat keagungan.

Maulid adalah salah satu pendekatan untuk mengenal dan memahami nabi. Ia dipahami dan dikenal karena ia sangat dekat dengan manusia, bahkan setelah kematiannya pun ia tetap dekat. Ia tatap melihat dan menyaksikan umatnya, ia bersedih ketika umatnya terjerembap dalam kubangan dosa  dan bergembira ketika umatnya terangkat kemuliaannya. Ia memberi dengan tulus dan mengajari dengan kasih sayang. Ia memberi contoh dengan perangai keindahan akhlak.

Di dalam maulid manusia bisa mendapatkan transformasi pengetahuan dan pengenalan, dan dengan itu manusia dapat menumbuhkan rasa rindu dan cinta. Dan dengan rasa cinta itu, manusia dapat menjadikan sebagai wirid penyucian jiwa dalam menapaki kehidupan spiritual. Maulid merupakan kesadaran sejarah atas kehidupan baginda nabi, sekaligus sebagai cara mengungkapkan kecintaan. Maulid bukan perkara syariah, akan tetapi syiar Islam, sehingga orang menjadi tahu, bahwa baginda nabi adalah sosok insan kamil, yakni manusia sempurna yang menjadi penyebab penciptaan.

Secara sederhana, penghormatan yang dikemas dalam bentuk maulid menjadi wajar dilakukan oleh manusia, sebab perayaan atas kelahiran baginda nabi adalah wujud rasa terima kasih dan kecintaan manusia atas seluruh pengorbanan yang dialami oleh baginda nabi, dan sekaligus sebagai pengakuan atas sebab dari keberadaan seluruh wujud yang lain. 

Sekali lagi, maulid adalah transformasi kesadaran historis yang tidak mungkin bisa dilepaskan dari unsur-unsur agama. Sebab pada diri baginda nabi terdapat sisi yang jauh besar dari semesta ini. Napak tilas, atas kehidupan baginda nabi adalah cara menggabungkan manusia secara ruhaniah, yakni memantik ingatan manusia pada dimensi masa lalu baginda nabi seraya menyerap sifat-sifat baik dan mulia.

Maulid juga merupakan ikhtiar sosial dari pergumulan panjang. Proses historis dan produk sosial lahir karena terjadi adanya pergumulan batin sebagai sebuah desakan kerinduan atas ketiadaan nabi. Kegelisahan otak dan desakan batin menjadi alasan ilmiah untuk menciptakan senandung berupa kisah dan berbagai cerita yang dikemas dalam ragam seni dan budaya. Semisal tari zamman dan kisah histori Barazanji.

Tentu harapan besar dari peringatan maulid adalah bagaimana agar manusia melakukan perjalanan ruhaniah dengan seluruh bentuk pikiran pada ingatan-ingatan tentang Nabi Muhammad saw, dengan begitu, pikiran kita akan terbiasa mengingat Tuhan dalam diri baginda Muhammad, ini adalah jalan menuju Tuhan, sebab tajalli Tuhan yang paling sempurna terdapat pada Rasulullah Muhammad. 

Keadaan seperti ini akan membawa kita pada penghayatan, yakni sebuah proses internalisasi diri tentang sebuah nilai yang ditangkap oleh pikiran kita. Selanjutnya akan membentuk rasa kerinduan yang mengguncang dan berujung pada kebersamaan, maksudnya seseorang jika sudah terpaut dalam logika cinta ia akan terus ingin bersama dengan sang kekasih.

Jadi maulid itu bukan sekedar pertemuan dalam mengenang baginda Muhammad, akan tetapi sebagai sebuah madrasah yang menjelaskan sosok insan kamil. Efek insan kamil, khususnya sifat Jamaliah dan Jalaliah Tuhan yang terdapat pada sosok Rasulullah akan memberi kegelisahan untuk berada pada majelis. Majelis seperti maulid, ruh-ruh akan mengantarkan kita pada imajinasi ruang dan waktu pada sosok sayyidul wujud yakni nabi Muhammad saw.

Maulid juga adalah sebuah sambutan dan penghormatan atas kelahiran dan kedatangan wujud awal dari seluruh wujud yang ada. Kitab suci sebelum Quran, telah memberi tahu kita bahwa masih ada nabi terakhir yang akan datang membawa risalah sebagai penyempurnaan dari seluruh kitab-kitab yang ada. Dengan informasi itu, manusia kemudian menantikan sosok nabi terakhir itu. 

Penantian yang panjang adalah bentuk kesadaran profetik dan atas kelahiran dan kedatangan tersebut, setelah kematiannya, manusia kemudian selalu ingin memperingati sebagai wujud keberuntungan manusia. Sebab manusia meyakini bahwa kehadiran Nabi Muhammad sebagai rahmat sekalian alam.

Sama seperti ziarah dan shalawat adalah cara manusia menghadirkan nabi dalam seluruh lokus ingatan. Dalam shalawat misalnya, ia tidak hanya berfungsi sebagai zikir atau tasbih semata, akan tetapi juga dapat mengandung unsur pertobatan, pertumbuhan dan peningkatan daya serap sifat-sifat Tuhan dalam diri seseorang. 

Dalam peringatan berupa drama, film, puisi, berbagai langgam dan pujian akan dipentaskan sebagai wujud kerinduan dan kecintaan semata-mata pada kedekatan kepada Allah yang di perankan oleh baginda Nabi.

Unsur-unsur shalawat sangat bersifat universal untuk membentuk karakter cinta pada baginda Muhammad. Shalawat tidak saja sebagai obat bagi penangkal kerinduan. Tetapi shalawat juga dapat menjadikan manusia seindah permadani dalam keindahan batin, dapat membentuk sebuah unsur kesadaran pribadi menjadi sebuah kesadaran kolektif, yakni menimbulkan rasa empati dan kecintaan antar sesama manusia. Dengan begitu, tangga-tangga spritualitas manusia akan naik menghampiri sifat-sifat kemuliaan.

Maulid ataupun membaca sejarah hanyalah bahagian kecil dari upaya untuk memahami baginda Muhammad. Bahkan upaya pendekatan ilmu tersebut di atas, hanya merupakan stimulus untuk mendapatkan curahan pengetahuan dari nabi. Kerena bahkan kehadiran kita, sangat tergantung pada baginda nabi sebagai sayyidul wujud. Artinya kefahaman kita tentang nabi, itu semata karena restu, yakni sebuah sifat kasih sayang nabi terhadap manusia, sehingga ilmu dapat diserap  atau pengetahuan yang diperoleh adalah kucuran cinta nabi atas sebab dari keinginan kita dalam memahami nabi. Jadi bahkan keinginan kita pada ilmu untuk memahami sesuatu adalah merupakan rentetan dari cinta baginda Muhammad pada manusia.

Shalawat adalah pembuka pintu bagi terpenuhinya seluruh nilai kemuliaan dan kebaikan atas seluruh amal-amal manusia lainnya. Dengan shalawat, nilai kebaikan manusia akan terukur, apakah diterima atau tidak. Salah satu fungsi kenabian atau risalah adalah menyempurnakan. Seluruh perbuatan baik manusia hanya akan diterima apa bila ada pengakuan, bahwa wilayah kenabian adalah otoritas Tuhan yang di wakilkan kepada para nabi, dan pengakuan itu tidak boleh terputus karena nabi telah wafat. Bumi tidak boleh kosong dari penyebab atas segala sesuatu. Kekosongan berarti kehancuran, karena itu risalah tidak boleh berhenti atau terputus karena ketiadaan nabi.

Kata-kata Wa Ali Muhammad dalam shalawat, tidak sekedar di pasangkan, akan tetapi kata-kata Wa Ali Muhammad tersebut adalah merupakan keberlanjutan risalah. Berakhirnya fase kenabian, bukan berarti risalah kosong dari bumi. Risalah harus terus berkesinambungan sampai akhir zaman. Bahwa khatamun Nabi, tidak berarti berakhirnya tuntunan risalah. Bumi dan seluruh persoalannya terus berkembang dan perkembangan itu tidak mungkin tanpa jawaban risalah.

Kehadiran Baginda Muhammad, baik sebagai manusia pada umumnya maupun sebagai nabi, adalah satu rangkaian sebagai pembawa risalah. Baginda nabi tidak sekedar sebagai sang pencerah tetapi sekaligus sebagai penyelamat. Itulah mengapa baginda Muhammad di utus sebagai rahmatan lil alamin, artinya eksistensi kehadirannya secara fisik sebagai pembawa kesempurnaan atas seluruh ciptaan. Dan secara esensi kehadiran dan keberadaan sebagai pembawa risalah kesempurnaan atas kebenaran-kebenaran ajaran sebelumnya.

Diutusnya baginda Muhammad bukan semata karena kultur kejahiliaan manusia, tetapi sebagai pembawa berita gembira, artinya kegembiraan itu disebabkan karena membawa risalah sebagai petunjuk, yang merupakan induk ilmu dari semua risalah yang ada. Di samping itu, kehadirannya sendiri sebagai sistem penjelas terhadap semua risalah yang lalu dan sekaligus membawa syariat baru yang komperhensif dan sempurna. Yang terpenting dari semua itu adalah sosok keseluruhan baginda Muhammad sebagai sosok manusia agung, yang karenanya, seluruh wujud ini ada, dikarenakan keberadaan Nur Muhammad.

Manusia, memiliki kecenderungan membangun relasi atau berinteraksi antar sesama dan di dalam interaksi tersebut terdapat makna yang bisa membawa kesan dan kebahagiaan. Dalam keluarga misalnya, setiap ada pertemuan keluarga, para orang tua akan merasa senang dan bangga menceritakan perilaku anak-anak mereka. Kebahagiaan akan terpancar dari wajah mereka. Nah, korelasi baginda Muhammad dengan itu semua adalah, kalau anak kita saja bisa memberikan rasa kebahagiaan dan cinta, apatah lagi menceritakan orang mestinya lebih kita sayang dan cintai melebihi dari anak-anak kita yang tentunya juga lebih utama dari anak-anak kita.

Maulid, adalah sejarah yang penuh dengan nuansa estetika, penuh dengan sakralitas. Pada maulid tersebut, manusia akan berimprovisasi tentang bagaimana menumbuhkan pemaknaan akan kecintaan pada Baginda Muhammad. Dalam maulid, kita akan menemukan sentuhan seni dengan membuat nada sesuai dengan kultur dan keadaan jiwa masyarakat. Kekayaan khasanah masyarakat muslim dapat ditelusuri pada berbagai literatur sejarah peradaban Islam. Ini menunjukan bahwa, tradisi literasi masyarakat muslim, sangat tinggi.

Masyarakat yang kehilangan pegangan akan makna kehidupan nabi, meskipun secara intelektual, generasi muslim saat itu, tumbuh secara pesat. akan tetapi, tanpa pegangan dan tradisi kenabian yang kuat, masyarakat akan tumbuh tanpa kontrol. Etika dan moralitas akan lumpuh, kehidupan bebas, barbar akan menjadi prinsip. Siapa yang kuat akan menjadi tuan terhadap berbagai penyimpangan. Karena itulah, kita membutuhkan media untuk berkumpul menapaktilasi biografi kehidupan manusia suci, sayyidul wujud.

Karena itu, maulid adalah cara bagaimana untuk mendekatkan kita pada sisi kehidupan nabi. Masyarakat kita tidak bisa beradaptasi pada autodidak secara baik, maka para ulama kemudian mencari format agar masyarakat bisa memahami sedikit demi sedikit sejarah kehidupan nabi. Karena itulah, Al-Barazanji berusaha keras membuat format sejarah yang kemudian dikenal dengan Barzanji.

Maulid , shalawat dan Profetik
Maulid sebagai produk sejarah yang dibangun di atas kesadaran profetik, tentu tidak mungkin di hukumi pada hukum syariat. Maulid sebagai kenyataan sejarah yang lahir dari rahim peradaban Islam adalah wujud kepedulian terhadap memudarnya syiar-syiar Islam dalam bentuk karya sastra dan budaya yang bernilai tinggi. 

Kehidupan individualis masyarakat, kekuasaan yang kering dari spritualitas, semena-mena pada masyarakat, telah menggugah kesadaran tokoh-tokoh Muslim untuk mengembalikan superioritas peradaban Islam yang sesungguhnya. Berakhirnya fase kenabian membuat umat Islam mengalami kesedihan yang berkepanjangan serta berbagai persoalan kepemimpinan.

Rentang perjalanan peradaban Islam yang panjang dan berliku tidak saja menyisahkan  berbagai fitnah, tetapi dengan itu semua ada aspek yang paling serius menjangkiti umat Muslim, yakni memudarnya bahkan hilangnya semangat profetik di dalam masyarakat. Syiar-syiar Islam dalam masyarakat hanya diamalkan sebahagian kecil komunitas sebagai penjaga risalah.

Kekuasaan politik yang cenderung refresif khususnya pada kalangan Ahlul bait nabi, ditengarai sebagai sebab atas hilangnya sakralitas agama-agama profetik. Agama profetik dibenturkan dengan kekuasaan, karena kekuasaan sering kali merasa terancam pada kelompok profetik yang banyak dipertahankan oleh kalangan Ahlul bait nabi. Pertentangan ini telah menyita waktu yang berkepanjangan sehingga sebahagian tokoh muslim berusaha keras memulihkan keadaan masyarakat dengan syiar-syiar Islam.

Pengetahuan, seni dan filsafat berkembang dengan pesat. Semua itu dilakukan agar nilai-nilai profetik tersebar luas. Seni dikembangkan, dengan sentuhan ornamen Islam, pengetahuan dikaji dari kitab suci dengan perangkat logika Yunani, filsafat dikembangkan dari Aristoteles dan Plato oleh Ibnu Sina, matematika di formulasi oleh Al-Jabr dan Al-Khawariz. Semua itu didasarkan atas semangat tamadun Islam.

Karena keadaan yang begitu menggelisahkan pada jiwa umat Islam saat itu, lalu gagasan-gagasan kreativitas intelektual yang didasari kedalaman spiritual, lalu muncullah Al-‘Allamah al-Muhaddits Al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan Al-Barzanji adalah Mufti Asy-Syafi’iyyah di Kota Madinah Al-Munawwarah. Berhasil membuat kitab sejarah yang kental dengan nuansa sastra. Tujuannya adalah agar para pembaca tertarik. Karya-karya sastra pada saat itu menjadi daya tarik tersendiri, dengan begitu, Al-Barazanji menulisnya dengan gaya sastrawi.

Gagasan profetik-historis adalah sebuah teori untuk menyebarluaskan pada masyarakat agar mengenal kembali seluruh tata nilai masyarakat yang perankan oleh baginda Muhammad. Jadi profetik adalah sebuah teori sastra-historis yang alur ceritanya dipenuhi dengan gaya bahasa yang bernilai tinggi. Kultur masyarakat Arab, serta kecenderungan pada sastra, membuat Barazanji cepat tersebar, menabrak seluruh kultur yang penuh dengan kejenuhan.

Profetik, bermaksud membangun kultur kenabian, merangkai tata politik etis, menuju masyarakat madani. Bermula dari shalawat, lalu tumbuh menjadi kecintaan pada diri baginda, seterusnya, masyarakat akan kembali menggali nilai-nilai sakralitas kenabian, suasana masyarakat akan kembali hidup dengan nilai-nilai nubuwah, kekerabatan antar tetangga, teman, orang tua dan anak-anak akan dipenuhi dengan tata krama. Nyanyian atau pujian-pujian mistis shalawat akan terdengar di surau atau di setiap rumah.

Ya, shalawat kepada nabi, maulid akan kembali menghiasi Rabiul Awwal, ceramah maulid akan memenuhi masjid-masjid, pentas-petas puisi akan menggema memasuki ruang-ruang rumah para pencinta, cerita-cerita dan berbagai daya tutur berupa nyanyian akan terdengar merdu menghiasi jiwa-jiwa yang telah siap menyambut sohibus zaman, Al-Mahdi afs.
Makassar, 17 November 2019

Posting Komentar

1 Komentar