Subscribe Us

ksk logo.jpg

Mengenang Dua Tahun Kepergian Bapak KSK




Kak Udin, Semesta Mendukungmu.

“Bedakan mana ujian mana cobaan”, celetuknya ketika suatu ketika beliau memanggil untuk baca doa di rumahnya pada suatu waktu, dan kami mengabaikannya karena lagi banjir orderan. Beliau memang terkenal dengan statemen-statemen yang kontroversial. Kalimat penegasannya selalu diawali dengan : “satuji saya” tapi kemudian diikuti dengan berpoint-point yang disampaikan setelahnya.

Sejak dulu memang beliau memimpikan sebuah komunitas yang solid, dan beliau menggembleng kami sejak awal-awal masuk di sebuah organisasi pergerakan. Saat itu kami bertetangga dan selalu memompakan semangat belajar dan berupaya mengorbitkan kami untuk jadi manusia. Walaupun beliau mengontrak di sebelah kami tapi setiap hari beliau menyuruh anaknya yang masih kecil-kecil mengantarkan lauk atau sayuran.

Pada saat beliau mau membangun rumahpun beliau mengumpulkan kami dan mengajarkan kerjasama dan solidaritas, sehingga pada akhirnya rumah itu bisa berdiri meskipun tanpa tiang tengah. Begitupun ketika mulai mengekspansi pintu 1, lagi-lagi kita terjun bergotong royong penuh solidaritas untuk membangun toko dan kita dipersilahkan untuk mengelolanya, meskipun pada akhirnya mengalami kebuntuan mengingat kami-kami belum punya pengalaman berusaha. Di situ pulalah beliau memproyeksikan sebuah komunitas dengan nama Long Live Education Foundation, Belajar Seumur Hidup.

Waktu terus bergulir ketika beliau memulai usaha dan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Tapi kemudian datanglah cobaan menerpanya ketika kebakaran melanda pintu 1. Dengan ketabahan yang luar biasa beliau cuma bisa berujar lirih, “seperti rumput ketika dibakar, justru akan tumbuh lebih subur lagi” dan Alhamdulillah hal tersebut menjadi kenyataan.

Sangat besar tekadnya untuk sesuatu yang dipikirkannya. Bayangkan ketika kita bergotong-royong membersihkan puing-puing kebakaran itu, beliau merencanakan untuk membangun dengan rangka baja. Beliau membeli alat-alat perkakas yang dibutuhkan dengan harapan alat tersebut nanti suatu saat bisa berguna pada saat kita juga mau membangun. Kemudian kitapun kembali bergotong-royong untuk mendirikan rangka baja besar itu secara manual meski tanpa pengalaman.

Tekad itulah yang selalu terngiang-ngiang di telinga saya ketika dulu awal-awal bergotong-royong di pintu 1 yang bertepatan juga tahun pertama menikah, beliau menantang saya : “bisa tonjiko nanti bangunkan rumah istrimu?” Sehingga saya meletakkan itu sebagai suatu skala prioritas dalam rumah tangga dan Alhamdulillah pada akhirnya juga bisa.

Hal menarik ketika saya ke Jakarta mengantar anak ke sebuah pesantren, uztad pimpinan pesantren itu cerita jika beliau pernah sengaja mengirimkan alat perkakas las untuk dimanfaatkan di situ. Sehingga itu berfungsi ganda, disamping melatih anak-anak di situ untuk terampil mengoperasikannya sekaligus membangun dan memperbaiki kerusakan teknis di pesantren tersebut. Saya sendiri masih ada alatnya yang saya pakai dan belum saya kembalikan. Itu sebagian kecil investasi amal jariah yang akan terus mengalir kepadanya.

Di antara semua itu, yang paling terasa bahwa beliaulah yang mempelopori lahirnya sebuah komunitas yang solid, dimana dirutinkan doa bersama dan pengkajian-pengkjian untuk meng-upgrade tingkat pengetahuan serta amaliah-amaliah. Hal yang selalu dirindukan ketika kita selalu berkumpul berdiskusi berjam-jam sampai larut malam ditemani kopinya yang khas. Dan kini komunitas itu benar-benar telah mewujud. Kak Udin, Semesta Mendukungmu !

Posting Komentar

4 Komentar

  1. Sejarah panjang perjuangan Kanda Syahruddin Parakkasi, melahirkan bayi mungil yg akan menjadi amal jariah...

    BalasHapus
  2. Banyak investasi akhiratnya beliau berupa kebaikan kebaikan yang ditebarnya dan masing masing tentu punya kenangan bersama beliau. Dipersilahkan menulisnya di blog ini

    BalasHapus
  3. Ketika yang lain menitip harta, dirimu menitip ilmu dan kebajikan. Semoga engkau sihadiahkan karunia yg tdkbterhingga dalam alam penantianmu.

    BalasHapus