Dr.Ahmad Mujahid,MA
Iblis-setan tidak menginkari bahwa Allah sebagai Rabb dan atau al-Khalig, yakni sebagai Pencipta, Pengatur, Pemelihara, Pendidik dan Pemberi Kebajikan, seperti dinyatakan iblis-setan menyatakannya dengan tegas dalam QS. al-A’raf/ 7: 12. Iblis-setan bahkan memohon kepada Allah, agar diberi penangguhan waktu hingga hari kebangkitan. Allah Swt. mengambulkan permohonan iblis-setan tersebut. Padahal Allah Swt. Mengetahui bahwa penangguhan waktu tersebut, digunakan iblis-setan untuk sesuatu yang tidak diridhai-Nya. Yakni gerakan pengingkaran dan penyesatan manusia dari jalan ilahi. Jadi, iblis-setan yang enggang sujud kepada Adam as. belum mati hingga sekarang dan sampai hari kebangkitan.
Usia kehidupan iblis-setan digunakan dalam gerakan penyesatan atas manusia dari jalan lurus ilahi. Menurut iblis-setan, hanya sedikit manusia yang lolos dari gerakan pengingkaran dan penyesatan tersebut. Seperti Iblis tegaskan kepada Allah bahwa Engkau tidak akan mendapatkan manusia menjadi hamba-Mu yang bersyukur, kecuali hanya sedikit. Gerakan pengingkaran dan penyesatan iblis-setan atas manusia, sangat masif. Segala arah, depan, belakang, kanan, kiri digunakannya untuk menyesatkan manusia, kecuali arah atas dan bawah. (QS. al-A’raf/ 7: 14-17).
QS. al-Hijr/ 15: 31-35 menginformasikan bahwa iblis enggan dan menolak tergabung dalam kelompok hamba yang sujud kepada Adam as. atas perintah Allah Swt. Ketika ditanya, wahai iblis mengapa enggan sujud bersama mereka yang sujud? Iblis dengan keangkuhan dan kesombongannya menjawab: “Aku sekali-kali tidak akan bersujud kepada manusia yang Engkau ciptakan dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”
Berdasarkan kandungan ayat-ayat dalam surah ke 15 di atas, dapat dipahami bahwa iblis-setan enggan berdampingan, ia memisahkan diri dari kelompok sosial-religius yang sujud kepada Adam as. atas perintah Allah swt. Mereka yang sujud dicintai Allah. Mereka hidup bersama Allah. Dibuktikan dengan ketaatan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Mereka dekat dan mencintai Allah. Demikian pula sebaliknya, Allah mencintai mereka. Berbanding terbalik dengan iblis-setan. Ia dimurkai oleh Allah Swt. Oleh karena kesombongannya. Iblis-setan terusir dari surga dalam keadaan terkutuk.
Terkait dengan kesombongan iblis-setan, Imam Ali Kw. pernah berkata: "Ambillah pelajaran dari apa yang telah dilakukan Allah terhadap iblis. Bagaimana Allah menghapus pahala amal iblis yang begitu panjang dan usahanya yang begitu keras. Iblis telah menyembah Allah selama enam ribu tahun, -tidak diketahui, apakah itu tahun dunia ataukah perhitungan tahun akhirat. Namun semua pahala amalnya dihapus hanya karena kesombongan sesaat.”
Bertolak dari keterangan di atas, penulis membaca “iblis-setan pun bersama Allah,” yakni terhubung dengan Allah Swt. Allah sebagai Rabb dan iblis setan sebagai marbub yakni ciptaan, yang diataur, dipelihara, diberi kebajikan dan dididik. Allah sebagai tempat memohon kebutuhan dan iblis sebagai yang memohon. Bahkan iblis-setan pernah menyembah Allah dalam waktu yang lama, seperti keterangan Imam Ali, suami Fatimah az-Zahra.
Dari sini. penulis, dengan tegas mengatatakan, bahwa iblis-setan sangat menyadari bahwa Allah adalah Rabb-al-Khaliq. Allah adalah Esa sebagai tempat memohon. Tidak ada selain Allah yang dapat memberikan penangguhan waktu kehidupan, seperti yang dimohonkan iblis-setan. Namun kenyataan menunjukkan bahwa kesadaran kebersamaan dan atau keterhubungan iblis-setan dengan Allah Swt. yang demikian itu, tidak mampu mengantarkan iblis-setan dalam kedekatan dan kecintaan ilahi, meskipun ia telah beribadah begitu lama. Sebaliknya iblis-setan tenggelam dalam kemurkaan ilahi, karena kesombongannya. Hal ini pun diakui dan disadari oleh iblis-setan (QS. al-A’raf/ 7: 16).
Kebersaman dan atau keterhubungan dengan Allah versi iblis-setan, dicontohi dan diteladani oleh sebagian manusia pengikut iblis-setan. Manusia seperti ini disebut dalam tulisan ini sebagai manusia setan. Mereka adalah kelompok sosial musyrik dan atau kelompok sosial kafir, seperti ditegaskan dalam QS. al-Zukhruf/ 43: 87. Kandungan ayat ini menginformasikan bahwa kelompok sosial yang menyeru dan menyembah kepada selain Allah, ditanya tentang siapa Pencipta mereka? Niscaya mereka pasti menjawab: Allah.
Dengan kesadaran demikian, sebagaimana iblis-setan juga menyadari Allah sebagai Penciptanya dapat dikatakan bahwa mereka bersama dan atau terhubung dengan Allah. Kesadaran manusia setan, mendapat respon dari Allah. Yakni Allah bertanya kepada mereka; lalu mengapa kalian berpaling dari Allah Swt? Apa yang memalingkan kalian? Pertanyaan ini ditegaskan pada klausa penutup ayat 87 surah ke 43 tersebut.
Pertanyaan yang senada telah ditanyakan kepada kelompok ahlul kitab yang menjadikan Nabi Isa as. dan ibunya Maryam, sebagai tuhan-tuhan, selain Allah swt. seperti dinformasikan dalam QS. al-Maidah/ 5: 75-76. Padahal Isa telah menegaskan kepada mereka yakni Bani Israil, bahwa yang pantas disembah hanya Allah Swt. Tuhanku kata Isa as. dan tuhan kalian wahai Bani Israil. Isa as, juga telah menegaskan kepada kaumnya, Bani Israil, bahwa dirinya hanyalah seorang rasul Allah dan bukan sebagai Tuhan dan atau anak Tuhan. Lalu apa yang membuat kalian berpaling dari kebenaran?
Pertanyaan yang senada dengan klausa penutup ayat 87 surah 43 dan ayat 75 surah ke 5 yakni فأنى يؤفكون yang berarti ‘maka mengapa mereka bisa dipalingkan (berpaling dari Allah Swt)? banyak ditemukan dalam ayat-ayat al-Quran lainnya. Kalimatnya berbeda, namun konteksnya sama. Misalnya dalam QS. al-Mukminun. 23: 84-89 dan QS. Yunus/ 10: 31.
Pada keenam ayat dalam surah ke 23 tersebut diperoleh informasi bahwa atas perintah Allah, Nabi Muhammad saw. bertanya kepada kelompok manusia kafir dan atau manusia setan, yakni; milik siapakah bumi dan semua apa yang ada di dalamnya, jika kamu mengetahui? Mereka menjawab: Milik Allah.
Berdasarkan jawaban manusia setan, dapat dipahami bahwa mereka mengetahui tentang Allah Swt. Namun, pada klausa akhir ayat, Allah kembali bertanya, yakni: Maka mengapa kamu tidak mengingat? Pada ayat selanjutnya, mereka kembali ditanya: Siapa Tuhan yang menciptakan dan memiliki langit yang tujuh dan yang menciptakan dan memilik Arsy yang agung? Mereka juga menjawab Allah. Pada klausa penutup ayat, Allah kembali menegaskan kepada mereka pertanyaan, yakni: Maka mengapa kamu tidak bertakwa?
Pada ayat ke 88, manusia setan kembali ditanya oleh Muhammad saw. atas perintah Allah swt. yakni siapakah yang menguasai atas segala sesuatu (termasuk atas diri kalian), dan siapakah yang berkuasa memberikan azab yang tidak akan ada yang mampu menghalangi azab Allah, jika kalian mengetahui? Manusia setan menjawab Allah. Lalu Allah merespons jawab mereka dengan pertanyaan sindiran yakni lalu mengapa kalian bisa tertipu?
Pertanyaan yang senada disampaikan kepada manusia setan pada ayat 31 surah Yunus. Kepada kelompok orang musyrik atau manusia setan ditanyakan yakni: Siapakah yang memberikan reski kepadamu dari langit dan bumi? Siapakah yang berkuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan? Siapakah yang kuasa mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup? Siapakah yang mengatur segala sesuatu? Beberapa pertanyaan tersebut, dijawab dengan tegas penuh keyakinan. tanpa ragu sedikit pun oleh manusia setan, yakni Allah Swt. Respons Allah atas jawaban positif mereka, yakni: Lalu mengapa (pengetahuan kalian tentang Allah) tidak mengantarkan kalian bertakwa kepada-Nya?
Semua pertanyaan Allah Swt. di akhir penutup ayat, baik pada ayat 31 surah Yunus, demikian pula pada klausa penutup ayat 85, 87 dan 89 pada surah al-Mukminuun, yakni: Maka mengapa kalian berpaling? Maka mengapa kalian tertipu? Maka mengapa kalian tidak mengingat dan mengambil pelajaran dan maka mengapa kalian tidak bertakwa kepada Allah? Padahal kalian mengetahui bahwa Allah adalah Rabb dan kalian adalah al-marbub; padahal kalian mengetahui bahwa Allah adalah al-Khaliq dan kalian adalah al-makhluk; bahwa Allah adalah al-Malik dan kalian adalah al-mamluuk dan bahwa Allah adalah ar-Raziq dan kalian adalah al-marzuuk.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut, mengandung makna sindiran dan ancaman atas manusia setan, yang mana mereka memiliki pengetahuan dan pengakuan akan Allah seperti telah dikemukakan. Dengan demikian manusia setan memiliki keterhubungan dan kebersamaan dengan Allah Swt., namun mereka tetap saja ingkar dan tenggelam dalam kemurkaan Allah Swt. Pengetahuan. keterhubungan dan kebersamaan manusia setan dengan Allah, namun tidak menghadirkan ketaatan kepada Allah Swt yakni mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya serta tidak menghadirkan keridhaan akan ketetapan takdir Nya merupakan kebersamaan yang absurd.
Sebaliknya, pengetahuan, kebersamaan dan keterhubungan dengan Allah swt. yang benar dan hakiki, sejatinya mendorong hadirnya ketaatan, kepatuhan, ketundukan kepada Allah Swt. pada diri seorang hamba. Kedekatan dan kecintaan seorang hamba kepada Allah Swt, hidup dalam kebersamaan dengan Allah Swt.
Sebagai closing statement tulisan ini, penulis ingin mengemukakan pelajaran hikmah yang diperoleh dari versi iblis-setan dan atau manusia setan terkait dengan kebersamaan dengan Allah Swt. Kebersamaan dengan Allah versi iblis-setan dan manusia setan adalah kebersamaan yang absurd. Yakni kebersamaan yang tidak masuk akal. Bagaimana tidak? iblis-setan dan manusia setan telah mengetahui tentang Allah dengan penuh kesadaran, namun mereka lebih memilih ingkar kepada Allah Swt. dan menenggelamkan diri dalam kemurkaan-Nya, juga dengan kesadaran penuh.
Bagaimana dengan saya, anda dan atau kita yang mendaras tulisan ini. Mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing. Bagaimana kebersamaan kita dengan Allah Swt? Sejauh mana dan sedalam apa pengetahuan kita tentang Allah? Berapa lama kita telah menyembah Allah Swt? Bagaimana dengan kwantitas penyembahan kita? Dan bagaimana kwalitasnya? Berapa yang diterima Allah Swt? Berapa dari penghambaan kita yang telah melahirkan moralitas akhlak mulia?, seperti akhlak Rasulullah Saw.
Banyak orang berkata: Mari kita menghidupkan sunnah Rasululullah Saw. Namun mereka lupa menghidupkan akhlak Rasulullah saw. Padahal tidak semua yang telah menghidupkan sunnah Rasulullah saw. mampu dan atau telah menghidupkan akhlak Rasulullah Saw. Mereka terjebak dan berhenti dalam sarana dan tidak sampai kepada tujuan puncak. Semua ibadah dan sunnah Rasulullah saw. adalah sarana untuk mencapai akhlak mulia sebagai tujuan utama dan tertinggi.
Riwayat Imam Bukhari mengemukakan bahwa, seorang sahabat menyampaikan kepada Nabi saw: “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang rajin shalat malam, gemar berpuasa di siang hari, giat melakukan amal kebaikan dan banyak bersedekah. Namun dia sering menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Mendengar laporan ini, Nabi SAW menjawab, “Tiada kebaikan padanya dan dia termasuk penghuni neraka.”
Dalam riwayat lain, para sahabat bertanya: “Kenapa begitu? ya Rasulullah?" Nabi SAW menjawab, “Sebab mulutnya selalu menyakiti orang lain. Dia suka mengganggu tetangganya dengan ucapannya. Seluruh amal ibadahnya hancur, karena dia punya akhlak yang buruk. Dia menjadi ahli neraka karena ibadahnya tidak mampu menjadikan dirinya berakhlak yang baik.”
Kemudian seorang sahabat menyampaikan lagi, “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang hanya melaksanakan shalat wajib saja dan hanya bersedekah dengan sepotong keju namun dia tidak pernah menyakiti tetangganya.” Nabi SAW menjawab, “Dia termasuk penghuni surga.”
Sekali lagi, mari kita bertanya: Bagaimana kebersamaan kita dengan Allah dan Rasulullah? Semoga tidak sama dengan kebersamaan iblis-setan dan manusia setan dengan Allah swt. yang begitu ABSURD. Wa Allah A’lam.
gambar : https://communityonfriday.net/wp-content, https://www.daaruttauhiid.org/
Tentang Penulis : Doktor di Bidang Al-Qur'an dan Tafsir Al-Qur'an. Dosen di Unhas Makassar dan UIN Alauddin Makassar
0 Komentar