Prof.Dr.Khusnul Yaqin, M.Sc.
Dalam dunia yang perlahan terkubur oleh limbah plastik, masih banyak orang yang terjebak dalam zona nyaman retorika dan omon-omon tanpa tindakan nyata. Ironisnya, di tengah kecemasan global atas krisis sampah plastik, justru para pemulunglah—mereka yang sering kali dilupakan dan dipandang sebelah mata—yang menjadi garda terdepan dalam mereduksi pencemaran plastik di daratan maupun di perairan.
Mereka bekerja dalam senyap, tanpa label megah seperti “bank sampah kampus”, tanpa publikasi di media sosial, tanpa dukungan hibah, namun kontribusi mereka konkret: mengumpulkan, memilah, dan mengalirkan kembali plastik ke siklus daur ulang. Sementara itu, sebagian kaum terpelajar, termasuk mahasiswa yang mestinya menjadi agen perubahan, justru sering kali gagal memahami nilai ekologis dari aktivitas para pemulung. Bahkan, tidak jarang muncul ucapan hina, sinis, dan tak senonoh: “Apa bedanya kalian yang bergabung di bank sampah plastik dengan para pemulung itu?”
Ucapan semacam itu adalah bentuk keangkuhan intelektual yang buta terhadap fakta ekologis. Mahasiswa yang terlibat dalam gerakan pengelolaan sampah, terlebih melalui bank sampah plastik, memulai langkahnya dengan empati: menyelami kehidupan para pemulung, memahami derita dan perjuangan mereka, serta menginternalisasi semangat keberlanjutan yang lahir dari keterpaksaan ekonomi namun berbuah pada penyelamatan lingkungan. Dari sanalah rasa kepedulian sejati tumbuh, bukan dari ruang kuliah yang ber-AC atau teori-teori kosong tanpa aksi.
Tahap selanjutnya adalah transformasi: bagaimana sampah plastik yang terkumpul bisa diubah menjadi sesuatu yang bernilai, mulai dari produk sederhana seperti ecobrick hingga teknologi pengolahan seperti pirolisis menjadi bahan bakar cair. Dan jika kapasitas teknologinya memungkinkan, visi yang lebih tinggi bisa dicapai—mengembangkan plastik dari bahan-bahan biodegradable, yang ramah lingkungan dan mudah terurai.
Bank sampah plastik bukan sekadar wadah seremonial atau tempelan kegiatan kampus. Ia adalah laboratorium sosial-ekologis yang menampung berbagai tahapan kesadaran, dari akar rumput hingga teknologi tinggi. Ia adalah ruang belajar kolektif tentang bagaimana manusia berurusan dengan konsekuensi limbah yang mereka ciptakan sendiri. Di sana, mahasiswa tidak hanya belajar memilah dan mengolah sampah, tetapi juga belajar rendah hati, belajar menghargai kerja-kerja kecil yang berdampak besar, dan yang paling penting: belajar menjadi manusia ekologis, bukan sekadar akademisi mangkrak.
Dalam lanskap kerusakan ekologis yang makin mengkhawatirkan, hinaan terhadap pemulung adalah penghinaan terhadap upaya penyelamatan bumi. Sebaliknya, pengakuan terhadap peran mereka adalah bentuk keadilan ekologis. Kita membutuhkan lebih banyak pelaku nyata, bukan komentator pasif yang hanya pandai berkata, “Kita harus peduli lingkungan,” sambil terus memproduksi sampah tanpa solusi. Maka, kepada siapa pun yang masih memandang rendah para pemulung dan aktivis bank sampah, inilah saatnya mengubah cara berpikir: jangan sekadar omon-omon, tapi berkontribusilah—dengan tangan yang mau kotor, dengan hati yang peka, dan dengan ilmu yang membumi. Sebab bumi tidak butuh pidato, ia butuh tindakan.
https://www.aksipost.com/, https://www.tangerangnews.com/
Tentang Penulis:
Prof. Dr. Ir. Khusnul Yaqin, M.Sc. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin pada Tahun 1992. Pada tahun 2001-2003, penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana (S2) di Department of Marine Ecology, University of Aarhus, Denmark dengan mengambil spesifikasi di bidang Aquatic Ecotoxicology. Selanjutnya pada tahun 2003, penulis mendapatkan beasiswa untuk meneruskan studi S3 dari DAAD dalam Sandwich Scheme “Young Researcher for Marine and Geosciences Studies. Dengan beasiswa itu penulis dapat menimbah khazanah ilmu ekotoksikologi di dua universitas yaitu Institut Pertanian Bogor (Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan) selama dua tahun dan tiga tahun di Techniche Universitaet Berlin (Program Studi Ekotoksikologi), Jerman. Sejak tahun 1992-sekarang, penulis mengabdi sebagai staf pengajar di Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Penulis intensif melakukan penelitian, pengajaran dan penulisan di bidang ekotoksikologi terutama dalam bidang biomarker. Penulis juga secara intensif melakukan pengabdian masyarakat dengan tema transformasi sampah organik maupun non organik menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomi.
0 Komentar