Oleh : Tajuddin Noer
Wal Ashri, Demi masa. Mengapa Tuhan bersumpah atas nama masa? Mengapa Tuhan tidak bersumpah atas diri-Nya sendiri? Apa sebenarnya yang tersembunyi di balik sumpah atas nama waktu tersebut? Demi masa (Al-Ashri). Al-Ashr berasal dari ad-Dahr. Dalam Hadits dijelaskan bahwa ad-Dahr merupakan salah satu dari nama Tuhan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa sebenarnya Tuhan bersumpah atas Namanya sendiri. Tuhan tidak bersumpah atas sesuatu di luar diri-Nya.
Keberadaan Tuhan sebagai wujud
sempurna, tidak akan mungkin bersumpah pada sesuatu yang tidak dalam cakupan
kesempurnaan. Karena Tuhan harus merepresentasikan sumpah tersebut pada
kesempurnaan. Demi Allah, demi Tuhan semesta alam, demi dewa laut, sesungguhnya
yang dimaksud itu semua adalah pada wujud sempurna, yakni diri-Nya sendiri.
Sumpah menunjukan sesuatu yang teramat penting dan pentingnya sesuatu itu
memberikan penegasan seluruh kandungan nilai yang terdapat pada objek nilai
tersebut.
Pertanyaannya kenapa Allah
menggunakan Wa-Ashri bukan langsung menggunakan Ad-Dahr? Ad-Dahr adalah nama
umum dari Allah untuk Waktu, sementara Al-Ashar adalah spesifikasi Nama Allah
dari waktu yang paling presisi dalam penggunaan waktu. Hadis dari baginda,
Rasulullah saw, “Jangan pernah engkau mencela masa, karena sesungguhnya Allah
adalah ad-Dahr, adalah Allah itu sendiri. Jadi, waktu dan Ad-Dahr adalah satu
kesatuan, karena waktu adalah Tajalli dari nama Tuhan itu sendiri, yakni
Ad-Dhar. Artinya, ketika Tuhan bersumpah atas dirinya/sifatnya yang lain, maka
hal itu merupakan sesuatu yang teramat penting. Penting dalam arti bahwa
manusia harus memiliki kesadaran Tuhan dalam setiap momen.
Waktu adalah misteri, tetapi
sekaligus nyata, sebab tanpa waktu, gerak kesempurnaan tidak akan menuju titik
akhir kesempurnaan. Seluruh realitas memulai gerak, karena di dalam gerak
disertai waktu, di dalam waktu tersimpan apa yang disebut awal dan akhir. Waktu
adalah semacam file keakhiratan, di sana seluruh cakupan dalam ruang akan
terdokumentasikan secara sempurna. Di dalam waktu, Tuhan ingin mewujudkan
keadilan sebagai maha adil itu sendiri.
Waktu memang tidak tampak, tetapi
akibat waktu, seluruh ruang dapat disaksikan. Tidak ada satu pun ruang tanpa
kendali waktu. Tak tampak, tapi mengendalikan, tak terlihat tapi berefek, tak
terasa tapi merubah, tak berbentuk tapi menggerakkan. Di mana sang waktu adalah
kehidupan itu sendiri. Di dalam waktu kita tidak akan menemukan daya saring,
sebab semua yang terjadi akan masuk dan terpilah menurut derajat yang saling
terhubung dengan sebab akibat dari peristiwa yang terjadi.
Itulah waktu, dalam seluruh dimensi ia menyertai, dalam seluruh kehidupan ia mematikan, dalam seluruh denyut ia hadir dan dalam seluruh realitas ia tampak tapi tak berbentuk. Waktu tak mungkin dihentikan oleh kehendak manusia, ia terus bergerak tanpa henti, berhenti berarti mematikan, tak bisa dibujuk apa lagi dirantai, waktu bergerak dalam kesunyian, tapi ia tetap hadir dalam keramaian.
Tak terasa, sejak lahir sampai saat ini, mata merabun, rambut memutih, tulang tak kokoh lagi, semua itu karena waktu terus bekerja dalam kehendak ilahi. Manusia dan seluruh semesta bergerak dalam lintasan waktu. Tak satu pun yang bisa menghindar dari gerak sang waktu. Berhenti bergerak berarti kita akan terpenggal, merugi dalam takaran waktu, sebab berhenti berarti tak mengisi ruang-ruang kehidupan dengan kebaikan.
Itulah waktu, dalam seluruh dimensi ia menyertai, dalam seluruh kehidupan ia mematikan, dalam seluruh denyut ia hadir dan dalam seluruh realitas ia tampak tapi tak berbentuk. Waktu tak mungkin dihentikan oleh kehendak manusia, ia terus bergerak tanpa henti, berhenti berarti mematikan, tak bisa dibujuk apa lagi dirantai, waktu bergerak dalam kesunyian, tapi ia tetap hadir dalam keramaian.
Tak terasa, sejak lahir sampai saat ini, mata merabun, rambut memutih, tulang tak kokoh lagi, semua itu karena waktu terus bekerja dalam kehendak ilahi. Manusia dan seluruh semesta bergerak dalam lintasan waktu. Tak satu pun yang bisa menghindar dari gerak sang waktu. Berhenti bergerak berarti kita akan terpenggal, merugi dalam takaran waktu, sebab berhenti berarti tak mengisi ruang-ruang kehidupan dengan kebaikan.
Waktu adalah pedang yang
mematikan, tak ada tempat untuk bersembunyi dari jangkauannya, ia adalah perekam
yang canggih dan sekaligus sebagai tempat menyimpan seluruh peristiwa yang
terjadi di semesta ini. Dialah sang waktu menjadikan manusia berubah dari
anak-anak, dewasa dan tua lalu mati. Waktu terus bergerak meninggalkan
ruang-ruang kosong jika pemilik jiwa tak mengisinya dengan hal-hal positif,
tetapi bagi jiwa yang peduli terhadap gerak sempurna akan terus memenuhi ruang
kosong dengan pancaran cahaya.
Di alam kehidupan itulah, sang
waktu memainkan peran merekam seluruh jejak manusia tanpa terkecuali. Sang
waktu bertanggung jawab membuat uraian seluruh peristiwa yang terjadi, tak ada
satu pun yang terlewatkan dalam pena sang waktu. Keadilan Tuhan salah satunya
bermakna dimana sang waktu sempurna dalam mendeskripsikan seluruh peristiwa,
gejala dan fenomena yang terikat dalam ruang dan waktu itu sendiri.
Suatu hari nanti, di Yaumul masyhar,
keadilan akan dihamparkan oleh sang waktu setelah diperintahkan oleh Allah SWT.,
manusia akan terkesima melihat seluruh laku mereka dipersaksikan di hadapan
masing-masing, sehingga mereka tidak bisa berkelit atas perbuatan masa lalu.
Keadilan akan ditegakkan dan keputusan adalah puncak dari keadilan sehingga tak
lagi manusia yang ingkar atas persaksian ini.
Ketika Allah SWT bersumpah demi
masa (waktu), karena sang waktu akan melingkupi segala sesuatu dari seluruh
ruang tanpa batas, sehingga seluruh gerak dalam ruang akan dilingkupi waktu.
Jadi sumpah Allah atas waktu karena “demi waktu” menjamin akan kesempurnaan
dari uraian atas seluruh peristiwa. Pada waktulah, bersama keadilan dan pada
keadilan adalah data dan fakta-fakta seluruh gerak dan perbuatan seluruh
semesta. Waktu adalah hakim yang menyimpan seluruh catatan baik dan buruk
manusia.
Di dalam waktulah ditentukan umur
manusia, ia berawal dari titik mula-mula hingga pada titik tertentu dimana ia
menunaikan bakti setiap yang dicipta. Ia bermula dari pra-kehidupan dan
berakhir pada kematian, ia berpindah dari satu alam ke alam lain. Dari satu
gerak ke gerak lain dari satu perpindahan alam ke perpindahan alam lain adalah
sebuah gerak sempurna, dimana manusia atau makhluk lain memiliki kecenderungan
untuk menyempurnakan diri.
Manusia sebagai khalifah memiliki
kecenderungan pada kebaikan, bahkan hampir seluruh dunia eksternal manusia
menuju gerak sempurna, sementara sisi buruk selalu mendapatkan perlambatan
Gerak, karena sebelum masuk ke catatan amal ada interval waktu untuk memberi
kesempatan pada pelaku untuk menginterupsi perilaku buruknya dengan istigfar.
Sementara, jika itu adalah kebaikan tidak ada jeda untuk masuk ke catatan amal.
Pada aspek ini, terlihat bahwa kasih sayang Tuhan kepada hambanya begitu besar.
Di awal waktu, sejak semula adanya
penghambaan kepada Allah SWT, di mana Bapak Manusia, Adam masih mendiami surga,
sejak ribuan tahun penyembahan sudah dilakukan oleh para Malaikat bahkan Iblis
sekalipun. Waktu menyimpan seluruh catatan panjang manusia, tidak ada yang
tercecer, tidak ada yang salah dan kelak nanti manusia tidak akan ada jalan
untuk interupsi karena kekeliruan, sebab semua data pendukung diperlihatkan di
hadapan masing-masing.
Maka jadikan waktu sebagai bentuk
kesadaran pengawasan atas seluruh catatan perbuatan kita, agar andaikan lidah
hendak berkata buruk, ketika kaki hendak beranjak menuju maksiat, ketika tangan
hendak mengambil hak-hal orang lain, ketika mata hendak melihat keburukan,
ketika telinga hendak mendengar gunjingan, maka akan berbisik, “Jangan engkau
hinakan dirimu pada sesuatu, jangan turuti hawa nafsumu, maka muliakanlah
dirimu".
Sumber gambar : dakwatuna.com
0 Komentar