Subscribe Us

ksk logo.jpg

Journey to Borneo 1

Oleh : Rasmiati Yasin

Alhamdulillah... kalimat ini terucap dari bibirku begitu menginjakkan kaki di Bandara Sepinggan Balikpapan. Setelah drama delay yang menjadi tradisi maskapai "singa", pada akhirnya kami pun menginjakkan kaki di kota Khatulistiwa ini.

Teringat kemarin aku dan adikku yang selama ini menjadi soulmate, diantar ke Bandara oleh anak-anak dan papanya. Setelah acara salam-salaman dan peluk-pelukan, aku masuk untuk check in. Di dalam bandara sudah banyak manusia yang numpuk untuk check in. Biasalah, maskapai yang kami pilih adalah maskapai yang menawarkan tiket murah jadi wajar saja kalau penumpangnya numpuk.

Setelah sekitar dua puluh menit kami berhasil check in. Sebelumnya kami sempat was-was dengan bagasi kami berpikir jangan sampai kami overbagai nantinya. Kalau overbagasi kan bisa ribet, ribet bayar tentunya.

Selesai check ini kami menuju gate 5 untuk menunggu. Waktu menunjukkan pukul 15.16 masih tersisa waktu kurang lebih satu jam untuk penerbangan. Oh yah, waktu penerbangan kami sesuai tiket adalah 16.20. Untuk mengisi waktu yang ada kami memutuskan untuk minum segelas kopi.

Aku melayangkan pandangan ke seluruh tempat untuk mencari siapa tau ada warkop. Benar saja, di bagian sudut kiri ada tertulis Warkop Maros hampir berdampingan dengan TG Lounge Makassar. Aku kemudian mengajak adik ke warkop. Sambil jalan aku teringat kalau aku pemegang kartu KK Platinum berarti aku bisa gratis lounge dan kalau mengajak orang cuma menambah seratus ribu dan bisa makan apa saja. Setelah bertanya ke pada adik, ternyata dia lebih memilih warkop ketimbang lounge. Katanya sih lebih merakyat gitu.

"Mba', kami pesan bakso campurnya dua plus buras dua." Langsung saja aku pesan makanan begitu tiba di warkop. Ketika pelayannya bertanya kami mau minum apa, kami lupa kalau mau minum kopi. Spontan kami jawab, "Minumnya teh panas, yah!" Dan sampai selesai makan pun kami lupa kalau kami tadinya mau minum kopi. Sepertinya penyakit pikun sudah mulai mengincar kami.

Kami selanjutnya makan dengan lahap. Baksonya harus aku akui sangat enak dan gurih. Sekali mencicipi langsung terasa di lidah gurihnya. Kami makan berbagi buras yang seikat untuk berdua.  Padahal kami pesannya dua ikat. Mungkin karena baksonya kebanyakan, makanya kami merasa kekenyangan.

Selang beberapa saat ada seorang bapak yang pesan pop mie. Dia duduk di meja belakang kami. Kami perhatikan dia cuma makan pop mie saja.  Tidak ada teman untuk seduhan pop mienya. Aku bertanya kepada adikku, "Bagaimana kalau burasnya kita tawarin ke bapak itu?" Adikku mengiyakan. "Permisi Pak! Apa Bapak bersedia menerima buras kami? Kami pesannya lebih."

Bapak itu sejenak memandang kami, untuk beberapa saat hanya diam namun akhirnya mengiyakan, "Boleh!" Kami pun memberikan seikat buras kami dan Alhamdulillah kami tidak jadi mubazir makanan.

Usai makan, kami balik ke tempat tunggu kami di Gate 5. Tidak lama kemudian kami sibuk bermain gadget. Biasalah... kami masih terhitung manusia pra milenial (nyadar diri dikit kan boleh he he he...).

Tidak lama berselang seorang petugas memanggil penumpang tujuan Balikpapan. Kami kira pesawatnya dimajukan dan ternyata kami hanya dapat pemberitahuan "Mohon maaf, pesawatnya delay hingga ke pukul 17.10. Saya speechless... Setelah sekian tahun masih juga maskapai ini senang delay dengan hanya ada kata maaf. Mereka dengan entengnya mengucap kata maaf tanpa ada kompensasi atau apa pun itu namanya.

Kalau mau jujur sih aku sudah berulang kali menderita kekecewaan dengan maskapai ini. Pernah sekali waktu kami ketinggalan pesawat padahal kami udah menunggu di Gate yang tertulis di tiket selama kurang lebih dua jam. Penyebabnya tidak lain karena adanya pemberitahuan pindah gate yang tidak serius.

Waktu itu bandara lagi dalam kondisi renovasi dan suara dari sound sistemnya pecah jadi kami penumpang tidak mendengar pemberitahuan itu. Sebenarnya sempat saya pertanyakan kepada petugas gate kenapa pesawatnya lambat tapi mereka bilangnya tunggu saja. Suami aku pun bilang kalau maskapainya memang sering delay.

Pukul 16.58 penumpang diminta untuk menaiki pesawat. Perjalanan dari ruang tunggu ke pesawat menggunakan bus. Ada yang lucu di sini. Waktu di bus aku ambil posisinya dekat dari sopir. Tiba-tiba dari pintu depan ada tiga penumpang berparas asia oriental menaiki bus. Seorang di antaranya perempuan dengan busana yang sangat minim. Dengan kondisi cuaca yang dingin begini tentu saja busana itu menjadi mengherankan bagi orang Indonesia walaupun bagi mereka yang dari wilayah dingin itu biasa saja.

Awalnya aku pikir mereka dari China dan mulailah saya teringat tentang virus Corona. Hampir saja pikiranku menjadi liar berpikir negatif tapi aku langsung istighfar. Dalam hal ini saya bersyukur memiliki guru spritual yang senantiasa membimbing untuk tidak berpikir negatif kepada orang lain.

Lagi sibuk dengan pikiran sendiri tiba-tiba seorang dari mereka mengucapkan annyeong. Kontan saja otakku mencerna kalau itu adalah bahasa Korea. Ah.. Ternyata aku salah menilai mereka. Untung saja tadi aku berusaha menepis pikiran buruk tentang mereka. Satu hal yang menjadi pelajaran bagi diriku bahwa jangan terlalu cepat memvonis sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya.

Sekitar lima menit di atas bus akhirnya kami tiba di depan pesawat kami. Satu per satu penumpang turun dari bus dan menaiki pesawat melalui pintu bagian depan dan belakang. Rintik hujan menerpa wajahku terasa sesuatu yang begitu sensasional seolah-olah alam sedang membuaiku.

Tiba di atas pesawat aku langsung menyimpan ranselku di kabin sementara koper adikku diambil alih oleh petugas sesaat sebelum menaiki pesawat. Kami dapat kursi di nomor 30D dan 30E dan cuma ada dua kursi di line kami. Bersyukur karena kami cuma berdua. Dalam artian kami tidak perlu repot kalau ada yang kebelet buang air kecil. Biasanya kalau kursinya ada dua, kita pasti repot saling memberi jalan jika harus berurusan dengan toilet.

Penerbangan kali ini terasa lain. Biasanya jika aku menaiki pesawat, aku deg degan,  Soalnya aku phobia ketinggian. Apalagi cuaca sore ini kurang bagus. Hujan sejak pukul 13.00 hingga sesaat sebelum kami menaiki pesawat. Namun kali ini saya tidak merasakan perasaan itu.

Semuanya terasa tenang dan damai. Seolah-olah ada seseorang yang sedang mengawasiku. Tidak terasa bibirku mengucap lirih "Yaa Imam Zaman, berilah syafaatmu agar Allah melindungi perjalanan kami." Perlahan namun pasti, ada rasa damai melingkupi perasaanku.

Penerbangan sekitar 55 menit terasa sangat singkat. Aku biasanya tertidur bahkan sebelum pesawat take off. Tetapi kali ini aku tidak merasakan sedikit pun ada kantuk menyapaku. Saat lampu seatbeltnya menyala disusul pemberitahuan dari pramugari jika sesaat lagi kita tiba aku baru tersadar bahwa aku belum tidur sekali pun.

Bandara Sepinggan di luar bayanganku ternyata cukup indah. Aku teringat bandara di suatu negara yang pernah aku kunjungi. Desainnya sangat mirip dan penuh dengan tanaman hijau. Di setiap bagiannya ada tertulis save me dengan latar belakang gambar orang utan dan beberapa satwa yang dilindungi. Sangat menyenangkan mata.

Berjalan dari pesawat ke tempat klaim bagasi, kami setiap saat mengabadikan moment. Tidak terasa kami menghabiskan waktu lebih untuk kegiatan ini. Kami baru tersadar ketika adik kami yang menjemput menelepon, "Kak, ada dimana sekarang? Ini penumoang udah pada keluar tapi kalian belum keliatan." Sambil tersenyum aku jawab, "Bentar, ini lagi foto-foto."

Setelah menutup telepon, aku cari toilet. Ada rasa membuang yang tidak bisa tertahan. Memasuki toiletnya aku kembali speechless.... sangat bersih, petugas kebersihannya juga saaangat ramah. Jika di toilet lain kita akan merasakan sensasi bau pesing maka di toilet bandara ini sensasi harumnya sangat terasa.

Aku tidak bisa jelasan aroma apa tetapi aromanya sangat menenangkan perasaan. Begitu senangnya kami dapat toilet yang bersih dan harum sehingga kami dengan senang hati mengeluarkan tip lebih untuk petugas kebersihannya. Awalnya mbaknya tidak mau tapi kami paksa  dia untuk menerimanya.

Dari toilet kami langsung ke pintu keluar. Kami langsung disambut pelukan oleh anak adik kami. Setelah cipika-cipiki dengan adk kami, kami mencari  mushala untuk menghadap dan mengucap rasa syukur kepada Allah atas perlindungannya. Waktu magrib kali ini kami tunaikan di Bandara.

Selepas shalat kami menuju parkiran. Adik menjemput kami dengan mobilnya, Mazda CX 5. Awalnya dia minta aku menjadi sopir tapi aku bilang aku belum tau jalannya. Kami meluncur ke Mall e walk Balikpapan. Rasa capek mulai menyapaku ditambah rasa perih di kaki akibat salah pakai sepatu. Semestinya aku memakai sepatu berbahan soft. Namun, untuk menyesuaikan  warna pakaian aku memakai sepatu berbahan kanvas. Uhh.. rasanya begitu menyiksa...

Setelah beberapa menit menahan perih akhirnya tiba juga kami di Toshiaki Yutaka. Dari namanya saja bisa ketahuan jika itu makanan jepang. Malam ini kami memesan seperti orang yang tidak pernah makan berhari-hari.

Aku pesan satu paket Sakura Moriawase, jus Alpukat plus air mineral. Adikku yang barengan aku ke Balikpapan pesan Shoyu ramen, lemon tea dan Manggu Juice. Adikku yang di Samarinda pesan Paket A1, Meguro Sashimi dan lemon Ocha.

Berhubung makanannya tidak biasa, bagi adik yang barengan aku maka adik aku bilang, "Ini mah makanan planet," sambil nyengir-nyengiir masam.

Pesanan pertama yg datang adalah paket Ai milik adik Ila. Cukup banyak jenisnya. Tanpa membuang waktu aku mencicipi makanannya. Ada satu bagian yg menarik perhatianku karena terpisah dari jejeran makanan lain. Aku pikir itu potongan alpukat karena warnanya hijau sementara di bagian lain juga ada potongan alpukat.

Langsung saja aku menyumpitnya, memasukkannya di mulut dan duarrrr!. Rasanya meledak di hidungku. Memenuhi rongga kepalaku dan mematikan semua syaraf-syarafku. Aku  langsung tersadar jika yang aku makan ini adalah wasabi. Uuhh.. rasanya seperti mengkonsumsi sianida ...kali yah!

Menurutku, makan wasabi tuh seperti mengkonsumsi zat kimia. Rasanya sangat tidak enak. Sumpah... Gara-gara salah makan,  selera makanku jadi hilang. Perasaanku kembali membaik saat memakan salad.  Yang ini sih favorit aku jika nongki di exelso. Irisan lettuce ditaburi wijen serta ditambahkan potongan dada ayam. Selanjutnya disiram minyak zaitun plus mayonaise. Rasanya mantap banget.

Pukul 21.45 kami selesai makan. Kami langsung menuju hotel Adika Hotel Bahtera di depan Plaza Balikpapan untuk check in. Hotelnya lumayan bersih. Kamar hotelnya pun lumayan luas. Ada dua bad, kulkas, AC dan toilet yang dilengkapi bathup untuk berendam.

Fasilitas kamar hotelnya adalah fasilitas hotel bintang 4. Yang tidak bisa kupercaya adalah sewanya yang sangat murah. Kalian tidak percaya mungkin kalau aku bilang sewanya dibawah RP250.000,00.  Kata adikku, sebenarnya tarif hotel ini waktu kegiatan tambang ramai itu cukup mahal. Tarif semalam sebesar Rp.1.500.000,00. Ternyata, bukan hanya Sorowako yang kena imbas krisis daerah tambang, ternyata Balikpapan pun mengalaminya.

Sekilas kita berpikir jika masalah ini sangat tidak adil namun dalam benakku, "Beginilah hidup." Tidak ada burung yang selamanya terbang, tidak ada kaki yang senantiasa di depan, tak ada siang tanpa tergantikan malam. Inilah sunnatullah. Jika kita tidak menyadari perputaran ini maka kita akan selalu hidup dalam penderitaan.

Berhubung malam semakin larut, aku prepare untuk istirahat. Segera aku menggosok gigi, bak, bersih-bersih diakhiri wudhu. Wudhu adalah hal yang harus diperhatikan menjelang tidur sebab sejatinya tidur adalah saudara dari kematian. Dan aku akhiri malam ini dengan istighfar dan shalawat.

Balikpapan, 16 Februari 2020

Posting Komentar

0 Komentar