Oleh : Hamsinah Hamid
Saya pindahan
dari kampung sebelah. Alhamdulillah, tetangga saya orangnya baik dan ramah.
Saya merasa beruntung sekali. Terutama tetangga saya, yang bernama Ratna. Saya
cepat sekali merasa akrab dengannya.
Suami Ratna bernama Hendra. Suaminya lulusan perguruan tinggi agama terkemuka di daerah ini. Sementara ini, ia mengambil program doktoral di kampus yang sama.
Suami Ratna bernama Hendra. Suaminya lulusan perguruan tinggi agama terkemuka di daerah ini. Sementara ini, ia mengambil program doktoral di kampus yang sama.
Hendra sering
diundang berceramah. Oleh ibu-ibu majelis taklim dan pengurus masjid di
berbagai masjid di daerah kami.
Sering pula diundang untuk memberikan kajian kepada sekelompok pemuda dari suatu organisasi. Tampaknya, jam terbangnya cukup tinggi. Dari hasil ceramahnya itu, ia bisa menghidupi anak dan isterinya.
Sering pula diundang untuk memberikan kajian kepada sekelompok pemuda dari suatu organisasi. Tampaknya, jam terbangnya cukup tinggi. Dari hasil ceramahnya itu, ia bisa menghidupi anak dan isterinya.
Hendra, masih
muda, cukup ganteng dan energik. Tak pernah sekalipun ia menolak jika ia
diundang untuk berceramah. Dalam membawakan ceramahnya ia sesuaikan dengan
kondisi audiensnya. Ia pun menguasai beberapa bahasa daerah.
Hendra sering menyelingi ceramahnya dengan berbahasa daerah tergantung jamaah yang dihadapinya. Ia pun kadang menyelipkan guyonan dalam penyampaian tauziahnya. Sehingga, jamaah sangat senang jika ia yang mengisi ceramah.
Hendra sering menyelingi ceramahnya dengan berbahasa daerah tergantung jamaah yang dihadapinya. Ia pun kadang menyelipkan guyonan dalam penyampaian tauziahnya. Sehingga, jamaah sangat senang jika ia yang mengisi ceramah.
Sebagai tetangga,
saya menilai Hendra dan Ratna, pasangan yang serasi. Keduanya orang yang baik
dan ramah, juga alim. Isterinya, Ratna pun lulusan sekolah tinggi agama. Sebelum
ia menikah, ia seorang aktivis suatu organisasi. Ia juga sering membawakan
kajian keperempuanan.
Namun, karena Ratna ingin fokus merawat anak dan mengurus rumah tangga, ia sudah jarang melakukan aktivitasnya tersebut. Tak jarang ada undangan membawakan kajian namun ia tolak. Karena Ratna takut perhatian terhadap anak dan suaminya jadi berkurang.
Namun, karena Ratna ingin fokus merawat anak dan mengurus rumah tangga, ia sudah jarang melakukan aktivitasnya tersebut. Tak jarang ada undangan membawakan kajian namun ia tolak. Karena Ratna takut perhatian terhadap anak dan suaminya jadi berkurang.
Rumah kami
bersebelahan. Sehingga saya sering bertemu dengan Ratna. Kami berbelanja ikan
atau sayur pada pagandeng sayur atau
ikan yang sama. Saya pun menjadi akrab dengannya.
”Ada ma…ada ma..”teriak pagandeng sayur, bernama Daeng Bora’.
Itulah teriakan
khas dari Daeng Bora’, dengan irama yang khas juga. Setiap ia datang membawa
sayur-mayur segarnya. Sampai-sampai kami kadang tanpa sengaja meniru teriakan khasnya itu.
Tetangga yang
mau beli sayur Daeng Bora’ serentak keluar dari rumah masing-masing. Termasuk,
saya dan Ratna. Kami harus segera keluar, kalau tidak, Daeng Bora’ akan segera
berlalu. Karena berpikir, tidak ada yang mau beli sayur hari itu.
Satu per satu
tetangga yang ingin membeli sayur dilayani oleh Daeng Bora’. Sambil menunggu
pembeli lain dilayani. Saya sempatkan menyapa Ratna. Saya heran melihat di bagian
sekitar matanya kelihatan menghitam. Saya mengajak Ratna agak menjauh dari
tempat itu.
“Ratna, kenapa
itu di dekat matamu, Dek?” tanyaku ingin tahu.
“Iye, ndak
apa-apa ji, Kak,” jawab Ratna
sambil tersenyum. Senyum yang tampak dipaksakan. Tampak kesedihan dari raut
wajahnya yang cantik. Namun, sepertinya ia masih berusaha menutupi apa yang
sedang terjadi. Jawabannya itu malah membuatku curiga.
“Bagaimana kamu
bilang tidak apa-apa? Itu di sekitar matamu tampak memar ki.” Sergahku.
“Iye, Kak. Nanti pi kuceritakan ki, tapi
mau ka dulu beli sayur,” jawab Ratna.
Ratna kembali
mendekat ke arah Daeng Bora untuk memilih sayur. Setelah membayar sayur dan
pamit kepada saya, ia berlalu dan masuk ke dalam rumahnya. Saya masih terpaku
di tempat yang sama.
“Ibu, mau jaki beli sayur kah?” tanya Daeng Bora
“Eh, iye, Daeng. Mau ja kodong,” jawabku sambil tersenyum.
***************
Sejak ketemu
Ratna tadi pagi, saya masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan
Ratna. Saya tidak mau berpikir macam-macam. Biarlah nanti Ratna yang
menceritakan sendiri masalahnya.
Sehabis makan
malam dan sholat Isya, saya istirahat. Baring-baring sambil buka hp. Sepertinya
sudah banyak chat yang masuk di whattApp.
Saya terkesiap. Ada chat dari Ratna. Ah. Sekarang, walaupun tetangga dekat. Sekarang berkomunikasinya lewat udara. Mungkin karena ini sudah era digital, yah. Komunikasi semakin mudah.
Saya terkesiap. Ada chat dari Ratna. Ah. Sekarang, walaupun tetangga dekat. Sekarang berkomunikasinya lewat udara. Mungkin karena ini sudah era digital, yah. Komunikasi semakin mudah.
Teringat jaman
dulu, ada juga alat atau radio komunikasi (HT). Hampir setiap rumah ada alat
seperti itu. Kalau digunakan kita akan memakai istilah: roger, ganti. Juga ada kata sandi seperti Alpha, Charlie, Romeo dan
lain-lain.
Zaman berganti, alat komunikasi pun silih berganti. Setelah telepon rumah, telepon genggam pun hadir dalam kehidupan. Mulai dari yang sederhana sampai yang tercanggih. Berbagai merek pun ditawarkan. Dari yang termurah sampai yang termahal. Komunikasi pun semakin lancar.
Zaman berganti, alat komunikasi pun silih berganti. Setelah telepon rumah, telepon genggam pun hadir dalam kehidupan. Mulai dari yang sederhana sampai yang tercanggih. Berbagai merek pun ditawarkan. Dari yang termurah sampai yang termahal. Komunikasi pun semakin lancar.
Jika tidak
pandai-pandai membedakan antara keinginan dan kebutuhan, maka akan mudah
terjerumus dalam jeratan konsumerisme. Setiap ada HP terbaru dan tercanggih,
akan diburu untuk dibeli.
Padahal setiap waktu, akan muncul merek baru, seri baru dan tercanggih. Itu bagi yang berduit. Tetapi bagi yang hidupnya pas-pasan, jika sudah memiliki HP, yang sudah bisa dipakai berkomunikasi dan memiliki fitur yang cukup bisa diandalkan, Alhamdulillah.
Selagi kondisi HP masih bagus dan masih berfungsi dengan baik. Tidak perlu memikirkan untuk ganti-ganti HP lagi. Mubazir…
Padahal setiap waktu, akan muncul merek baru, seri baru dan tercanggih. Itu bagi yang berduit. Tetapi bagi yang hidupnya pas-pasan, jika sudah memiliki HP, yang sudah bisa dipakai berkomunikasi dan memiliki fitur yang cukup bisa diandalkan, Alhamdulillah.
Selagi kondisi HP masih bagus dan masih berfungsi dengan baik. Tidak perlu memikirkan untuk ganti-ganti HP lagi. Mubazir…
Ketika saya
membaca chat dari Ratna. Bercampur
aduk perasaan yang berkecamuk di dadaku. Ia membeberkan kisah pernikahannya
padaku.
“Assalamu’alaikum,
Kak. Sebenarnya saya mau menyimpan rahasia ini sendiri. Demi keutuhan rumah
tangga kami. Saya pikir cukup saya yang tahu.
Tetapi, setelah sekian lama memendam rahasia dan rasa sakit ini. Saya sudah tak kuasa lagi untuk menyimpannya sendiri. Saya ingin menumpahkan unek-unekku selama ini. Kepada seseorang yang dapat kupercaya. Kebetulan tadi pagi, Kakak bertanya tentang bekas menghitam di wajahku.
Baiklah saya akan menceritakan tentang apa yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangga kami. Rumah tangga yang kelihatan harmonis dan mungkin sempurna di mata orang lain.
Tetapi, setelah sekian lama memendam rahasia dan rasa sakit ini. Saya sudah tak kuasa lagi untuk menyimpannya sendiri. Saya ingin menumpahkan unek-unekku selama ini. Kepada seseorang yang dapat kupercaya. Kebetulan tadi pagi, Kakak bertanya tentang bekas menghitam di wajahku.
Baiklah saya akan menceritakan tentang apa yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangga kami. Rumah tangga yang kelihatan harmonis dan mungkin sempurna di mata orang lain.
Suamiku, Hendra di mata semua orang mungkin suami
yang baik. Seorang ustadz lagi. Seorang yang paham agama, apalagi seorang ustadz. Pasti tahu bagaimana memperlakukan isterinya dengan baik. Tapi, sesungguhnya sikap Hendra terhadap
isterinya, saya. Sangat jauh berbeda.
Suamiku,
sesungguhnya orang yang sangat emosional. Ia mudah sekali tersinggung. Dan jika
ia tersinggung, ia akan melontarkan kata-kata yang sangat kasar kepada saya. Ia
sering mengatakan taik, bangsat dan
kata-kata tidak etis lainnya kepadaku jika ia sedang marah.
Jika ia marah,
tak segan-segan ia melemparkan piring ke arah wajahku. Tak cukup hanya itu, ia
bahkan pernah menyeretku ke kamar mandi dan menginjak kedua pahaku.
Pernah ia juga membenturkan kepalaku ke dinding. Dan itu ia lakukan di depan anak-anak kami. Sehingga anak-anakku menjerit-jerit melihat perlakuan ayahnya kepada ibunya.
Kadang, anak-anakku berdiri di hadapanku, agar ayahnya tidak melanjutkan perbuatan kasarnya kepadaku. Tapi, ia tak memedulikannya.
Pernah ia juga membenturkan kepalaku ke dinding. Dan itu ia lakukan di depan anak-anak kami. Sehingga anak-anakku menjerit-jerit melihat perlakuan ayahnya kepada ibunya.
Kadang, anak-anakku berdiri di hadapanku, agar ayahnya tidak melanjutkan perbuatan kasarnya kepadaku. Tapi, ia tak memedulikannya.
Kak, apa yang
harus saya lakukan? Apakah saya harus meminta cerai kepada suamiku? Sedangkan
suamiku itu pandai sekali bersandiwara di hadapan orang-orang. Berlagak suami
yang baik. Tak tahunya, ia sering menganiaya isterinya sendiri.
Jika aku bersaksi di hadapan pengadilan, mungkinkah hakim percaya. Karena, tak ada saksiku, Kak?”
Jika aku bersaksi di hadapan pengadilan, mungkinkah hakim percaya. Karena, tak ada saksiku, Kak?”
Saya sudah tidak tahan, Kak".
***************
Membaca kisah
Ratna melalui chatnya di WA, perasaanku bercampur aduk-aduk. Sedih, marah, dan
syok.
Sedih melihat kondisi Ratna yang memprihatinkan. Ternyata, ia sering mengalami kekerasan fisik maupun non fisik (kata-kata) dari orang yang semestinya melindungi dan mengasihinya.
Marah terhadap Hendra yang begitu kejam terhadap isterinya. Betapa keterlaluan perlakuannya terhadap isterinya.
Sedih melihat kondisi Ratna yang memprihatinkan. Ternyata, ia sering mengalami kekerasan fisik maupun non fisik (kata-kata) dari orang yang semestinya melindungi dan mengasihinya.
Marah terhadap Hendra yang begitu kejam terhadap isterinya. Betapa keterlaluan perlakuannya terhadap isterinya.
Syok karena
benar-benar tidak kusangka dan tak kuduga, Hendra selaku suami bisa berbuat
kejam terhadap isterinya. Orangnya berilmu, sering pula membawakan ceramah dan
kajian. Juga sangat ramah. Jika berpapasan, tak lupa ia tersenyum kepada kami. Bahkan
kadang menyapa kami, para tetangganya.
Tapi, begitulah
kenyataannya. Apa yang tampak, belum tentu itulah yang sebenarnya. Di balik
kepribadian seseorang yang menyenangkan, bisa saja tersembunyi sesuatu yang
mengerikan. Yang hanya orang yang terdekatnya saja yang mengetahui dan merasakannya.
Saya harus menolong
Ratna. Itulah, tekadku. Bagaimana caranya? Yang pasti, saya harus mengabarkan
kepada dunia. Siapa Hendra sebenarnya.
Di balik topeng “kesempurnaannya.” Agar
Ratna bisa terbebas dari KDRT yang selama ini dilakukan oleh suaminya itu.
Sumber Gambar : www.alphacoder.com
1 Komentar
Endingnya belum menukik dan sangat melebar : sekedar mengabarkan kepada dunia, hanya menjadi kisah deskiptif. Demikianlah lebih mudah menjadi kritikus ketimbang berdarah darah menjadi penulis heheh
BalasHapus