Subscribe Us

ksk logo.jpg

Katarsis Pembuka : Di Kerumunan Pasar


Di tengah hiruk-pikuk ini, di sekeliling orang berlalu-lalang yang entah memendam apa, dalam perburuan hidup yang garang, dalam erangan nafsu duniawiyah yang menggebu : aku terpekur sendiri dan berlagak wali.

Oh, bukankah wasiat abadi menggemakan derajat orang orang yang terhubung ke langit di tengah keramaian pasar yang lalai? 

Sejenak kebanggaan ini bertengger dalam benak, setidaknya sebagai penghiburan dalam keterdesakan duniawiyah, ketidakmampuan bersaing dalam era milenial ini.

Tapi sesaat kemudian menjadi buyar dan terkesiap, karena apa yang menyusup ini adalah bisikan liar yang menjebak keakuan.

Sejak kapan engkau berhak memuji-muji dirimu sendiri, mengandalkan dzikirmu sendiri dan menunjuk kerumunan itu sebagai kelalaian.

Bukankah semua mahluk menggemakan dzikirnya sendiri atas dasar kapasitas dan tingkat frekuensinya sendiri?

Jikapun manusia tak mampu mentransendensikan ruhiyahnya dan melezatkannya dalam jamuan Ilahi tak serta merta status materialnya menjadi binatang.

Manusia tetaplah manusia yang masih sangat berpeluang meraih ar Rahimnya Tuhan dengan kebaikan kebaikan yang walaupun tampaknya sepele.

Bukankah kisah tentang sang pelacur yang memberi minum anjing kehausan diganjar surga sedemikian populer?

Lantas apa yang bisa diharap oleh seorang pedzikir yang mengingat keakuannya sendiri dan sang abid  yang menyembah dirinya sendiri?

Posting Komentar

0 Komentar