Tidak akan tercapai kekhusukan dalam shalat kalau masih ada hubungan yang kurang baik dengan orang lain. Hal- hal lahiriah memiliki keterkaitan dengan maknawiyah. Fiqh menata perbuatan lahir sementara akal menata pikiran. Sehingga hubungan lahiriah yang buruk dengan sesama akan menyebabkan ketertinggalan dalam perjalanan maknawiyah bertahun-tahun. Demikian antara lain isi ceramah pengantar buka puasa oleh Ustad Syamsunar Nurdin yang diadakan oleh Yayasan Baginda Ali.
Beliau bercerita tentang seorang ulama taat, tiba-tiba pada suatu malam terlambat bangun tahajjud. Ulama tersebut kemudian menelusuri penyebabnya. Maka disimpulkanlah bahwa pernah dia menghadiri perjamuan dengan seorang kaya yang berperilaku riba. Betapa makanan sangat mekiliki pengaruh dalam menata maknawiyah kita juga.
Dalam kesempatan tersebut beliau juga memperingatkan untuk tidak cepat puas dengan pencapaian makrifat rendah dengan selalu meningkatkan makrifah dengan terus menerus belajar.
Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa apabila diri bersih dan memiliki keterkaitan khusus dengan salah satu makshumin, maka al quran yang kita baca akan bercahaya. Beliau menukil sebuah kisah Karbalai. Seorang pembantu yang sangat shaleh. Pernah dia bekerja disalah seorang kaya tapi tidak pernah mengeluarkan zakat. Ketika sudah diperingatkan tetap tuannya tidak mau maka diapun keluar dari pekerjaannya. Kemudian dia bekerja menjadi pencari kayu bakar. Suatu ketika dia bertemu dua sayyid, dan dia disuruh membaca. Tapi Karbalai bilang tidak bisa membaca. Tapi tetap saja dia dipaksa. Pada akhirnya dia tidak sadarkan diri. Ketika siuman, tiba-tiba dia bisa membaca dan menghafal al quran. Bahkan dia bisa membedakan tulisan yang mana dimaksudkan sebagai bagian huruf al quran dan yang mana bukan hatta sebuah huruf wau sekalipun. Dia memakrifati semua huruf al quran sebagai sesuatu yang bercahaya. Hal terwebut dicapai oleh Karbalai berkat kejujurannya dan konsitensinya menjaga kesucian dirinya.
.jpgrerteterter.jpg)
0 Komentar